KalbarOnline, Pontianak – Berbalas pantun dua tokoh politik Kalbar, Lasarus-Sutarmidji beberapa hari ini cukup menghangatkan kolom-kolom headline media massa dan beranda jagad maya. Debat tak bersua mengenai kebijakan dan kewenangan itu seolah mengawali persiapan sebelum memasuki lapangan yang lebih lebar, pilkada 2024.
Pemantiknya, dimulai dari tanya nyamuk-nyamuk pers saat momentum pendaftaran bakal calon legislatif (bacaleg) PDI Perjuangan Provinsi Kalbar di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalbar, Kamis (11/05/2023) kemarin.
Diawali dengan berbagai isu terkini seputar pencalegan yang terkait erat dengan kemaslahatan dan harapan masyarakat, Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus secara tak terduga menyerempet kinerja Gubernur Kalbar, Sutarmidji dalam hal penanganan sejumlah ruas jalan rusak di beberapa daerah. Lasarus merasa heran, di satu sisi Pemprov Kalbar kerap mengaku keterbatasan anggaran, namun di sisi lain, terjadi lonjakan dana SiLPA yang cukup besar.
Menurut informasi yang ia terima, bahwa dana Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) pada tahun 2022 bahkan mencapai Rp 700 miliar lebih.
“Konon saya dapat informasi beberapa waktu yang lalu, ini anggota DPRD (Kalbar) ini ada di belakang saya, (Pemprov Kalbar) pernah ada SiLPA tidak? Nah SiLPA-nya banyak,” ujarnya kepada awak media seusai pendaftaran bacaleg.
Sederhananya, Lasarus menerangkan, bahwa SiLPA merupakan dana lebih yang tidak dibelanjakan oleh pemerintah daerah. Seharusnya menurut Lasarus, gubernur selaku kepala daerah dapat mengelola APBD dengan semaksimal mungkin agar tidak terjadi SiLPA.
“Kalau ada duit, jalan rusak mengapa tidak diperbaiki jalannya, sederhana kok. Kan begitu, tugasnya pemerintah daerah dikasih duit oleh pemerintah pusat, baik DAU, Dana Alokasi Umum, DAK (Dana Alokasi Khusus), maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ada, belanjakan saja, perbaiki seluruh jalan yang rusak,” terangnya.
Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Kalbar itu pun secara tersirat menyampaikan, dengan banyaknya SiLPA yang ada, menunjukkan bahwa Gubernur Kalbar tidak terlalu piawai dalam mengurus pemerintahan.
“Kalau sampai ada SiLPA, mohon maaf, banyak SiLPA, berarti gak terlalu pintar (kepala daerahnya) mengurus pemerintah daerah,” kata dia.
Tidak Bisa Seenaknya
Disindir demikian, Gubernur Kalbar, Sutarmidji menjelaskan tentang kondisi SiLPA yang terjadi pada tahun anggaran 2022, di mana sebenarnya, ketika penyusunan APBD tahun 2023 antara eksekutif dan legislatif, sudah diperkirakan akan adanya SiLPA tahun 2022 sebesar Rp 319 miliar.
“Bicara tentang SiLPA, (pertama-tama) yang ngomong harus paham dulu. Saya sampaikan secara rinci begini, ketika menyusun anggaran 2023 bersama DPRD, diperkirakan sisa anggaran (SiLPA) tahun 2022 sebesar Rp 319 miliar dan ini (SiLPA Rp319 miliar) sudah ada dalam APBD (2023) dan sudah digunakan, termasuk untuk bangun jalan,” katanya, Senin (15/05/2023).
Namun dalam perjalanannya, di luar dugaan, target SiLPA yang sudah ditentukan tersebut mengalami lonjakan, seiring dengan pelampauan pendapatan yang berhasil diraih oleh Pemprov Kalbar. Antara lain Pemprov Kalbar berhasil menagih hak daerah dari penyaluran kurang bayar Dana Bagi Hasil (DBH) tahun 2021 dari pemerintah pusat yang belum disetor sebesar Rp 110 miliar.
Kemudian Rp 71 miliar dari pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD dr. Soedarso yang melampaui target dan Rp 18 miliar yang bersumber dari setoran biaya penanganan Covid-19 di BLUD Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Kalbar, Kota Singkawang yang juga over target.
Namun khusus untuk dana BLUD rumah sakit, kata Sutarmidji, tidak boleh digunakan untuk hal lain di luar kesehatan, termasuk tidak boleh untuk membangun jalan.
“Karena sebagian besar itu (diperuntukkan, red) jasa medis, sebagian lagi kami gunakan untuk bangun klinik mata dan gigi modern (di RSUD dr. Soedarso), serta untuk rencana bangun ruang rawat anak,” katanya.
Selanjutnya, pada tahun 2022 itu juga, Pemprov Kalbar berhasil meningkatkan PAD di luar target sebesar Rp 260 miliar. Selain itu terdapat pula dana dari sisa penghematan belanja pegawai karena tidak ada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sebesar Rp 89 miliar.
“Untuk PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) sebesar Rp 39 miliar, dan (dana) ini tak boleh digunakan,” jelasnya.
Dengan begitu, dari total SiLPA tahun 2022 sebesar Rp 712 miliar itu, yang digunakan untuk anggaran pembangunan infrastruktur jalan tahun 2023 ini hanya sebesar Rp 319 miliar.
“Karena adanya over target (PAD) dan kurang salur (ke daerah). Kurang salur ini, PAD 2022 yang (diperoleh) bulan Desember (2022) yang jadi hak daerah, baru (bisa) disalurkan di Januari 2023. Jadi SiLPA yang ada ini, sebagian besar bukan dana pemprov yang seenaknya boleh digunakan. Kalaupun ada yang bisa digunakan, baru (bisa) setelah audit,” papar Sutarmidji.
Sutarmidji juga menambahkan, andai saja seluruh dana SiLPA sebesar Rp 712 miliar itu bisa digunakan untuk perbaikan jalan rusak, maka dirinya pasti sudah melakukannya. Namun kembali, ada mekanisme yang mengaturnya sehingga tidak boleh digunakan secara serampangan.
“Kalau boleh semua untuk bangun jalan, sudah saya perintahkan untuk biaya bangun jalan. Tidak ada juga duit pemerintah pusat yang mengendap tak dibelanjakan,” kata dia.
Pada posisi ini, Lasarus dinilai Sutamidji seharusnya pahami terlebih dahulu tata kelola keuangan pemerintahan daerah, sebelum akhirnya memutuskan untuk mengumbar komentarnya ke publik.
Sutarmidji menyarankan yang bersangkutan, jika ingin mengetahui data yang jelas, bisa dilihat dari perhitungan anggaran dengan DPRD Kalbar, dan selain itu, juga bisa dilihat pada APBD 2023 Perubahan, setelah dirinya bersama Wakil Gubernur (Wagub) Kalbar, Ria Norsan mengakhiri masa jabatan nanti.
“Jadi silakan saja (dicek). Saya juga usul kegiatan normalisasi parit, sungai kecil, jalan-jalan kecil yang entah siapa yang lewat (di sejumlah lokasi kurang strategis, red), kami alihkan ke bangun jalan yang diributkan,” katanya.
Terakhir, mengenai pengelolaan anggaran ini, Sutarmidji pun memastikan, bahwa apa yang dilakukan oleh Pemprov Kalbar selama ini sudah sesuai dengan mekanisme dan tata aturan yang berlaku.
Hal itu salah satunya dibuktikan dengan penghargaan yang diraih Pemprov Kalbar berkaitan dengan APBD tahun 2022, di mana Pemprov Kalbar berhasil mendapat predikat terbaik dan diganjar dengan 3 penghargaan sekaligus dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Kalau Kemendagri yang beri penghargaan, artinya memang baik. Terserahlah orang mau bilang apa,” katanya.
Soal Progres Perbaikan Jalan
Gubernur Kalbar, Sutarmidji telah berkali-kali mengumumkan kepada publik terkait progres peningkatan jalan provinsi yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Kalbar, baik melalui media massa maupun media sosial, Namun tetap saja, terdapat sejumlah netizen yang dinilainya masih gagal paham soal ini.
Teranyar, Sutarmidji pun tampak geram tatkala menanggapi viralnya soal kondisi jalan rusak di berbagai platform media sosial akhir-akhir ini. Pasalnya menurut dia, banyak jalan di daerah di Provinsi Kalbar yang diviralkan tersebut seolah menunjukkan ketidakbecusan dirinya sebagai pemimpin.
Padahal banyak dari jalan-jalan itu yang berstatus “jalan kabupaten” dan “jalan nasional”, yang hal itu sama sekali bukan kewenangan pemerintah provinsi untuk memperbaikinya.
“Akhir-akhir ini berita viral pasti tentang jalan rusak. Jalan ini dibagi jadi jalan negara, jalan provinsi dan jalan kabupaten, kota. Jalan provinsi panjangnya 1.534 Km, ketika saya mulai jadi Gubernur kondisi rusak 51 persen, sekarang tersisa tidak sampai 20 persen,” kata Sutarmidji di akun Facebook Bang Midji, dilihat Minggu (14/05/2023).
Artinya, secara keseluruhan, dari total 1.534 Km itu, status jalan provinsi dalam kondisi mantap saat ini sudah sekitar 80 persen. Sutarmidji pun mengingatkan, kalau target itu mampu ia kerjakan hanya dalam kurun 5 tahun kepemimpinan.
“Artinya dalam 5 tahun saya bisa selesaikan 31 persen, apalagi kalau 10 tahun (2 periode), beres tuh jalan provinsi. Ini bukan kampanye,” kata dia.
Kembali soal kondisi jalan yang viral, Sutarmidji mengklaim bahwa banyak jalan yang rusak itu sebenarnya berstatus jalan negara dan jalan kabupaten. Khusus mengenai jalan yang berstatus jalan negara, Sutarmidji lalu menyinggung peran Anggota DPR RI dari daerah pemilihan (dapil) Kalbar.
“Terus anggota DPR yang membidangi infrastruktur apa dibuat? Sekarang dekat pileg, pilgub banyak yang mengigau, dulu dulu kemana? Masyarakat sudah cerdas, silakan lihat perkembangan perbaikan jalan ketika saya gubernur,” jelasnya.
“Jalan provinsi yang masih tanah itu banyak di lokasi perkebunan yang dulu jalan kabupaten, sekarang diambil alih provinsi,” tambahnya.
Diduga, kritik yang disampaikan Sutarmidji tersebut mengarah kepada salah satu Anggota DPR RI asal Kalbar, Lasarus yang saat ini juga menjabat selaku Ketua Komisi V DPR RI yang notabene mempunyai ruang lingkup tugas di bidang infrastruktur dan perhubungan.
Dengan kata lain, dengan posisi yang strategis tersebut, Lasarus seharusnya dinilai mampu ikut membenahi jalan negara di Provinsi Kalbar, bukan malah “mendadak kaget” seperti orang yang setengah siuman dari tidurnya.
“Sudahlah DPR urus saja jalan negara biar tak ada yang rusak, kalau jalan provinsi itu urusan kami. Ayo bangun tidur, cuma kalau masih mengigau lanjut. Saya sudah bangun,” tutupnya.
Sebagai informasi, secara keredaksiaan, narasi Sutarmidji di atas telah diubah-suaikan dengan tata bahasa pada umumnya, khususnya pada kutipan-kutipan yang digunakan.
Mumpung di Senayan, Permudah Daerah
Terpisah, pengamat kebijakan publik, Herman Hofi Munawar turut menanggapi statement Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus yang menghubungkan tingginya dana SiLPA Pemprov Kalbar dengan “terabaikannya” penanganan atau perbaikan jalan rusak di daerah.
“SiLPA itu tidak bisa serta merta langsung digunakan, justru akan jadi temuan (hukum) nanti. Masa Lasarus tidak paham hal itu, SiLPA itu akan menjadi temuan kalau langsung digunakan (tanpa diaudit dulu, red),” katanya.
Menurut Herman, dana SiLPA tahun anggaran sebelumnya hanya bisa digunakan setelah melalui proses perubahan anggaran bersama DPRD. Karena kalau tidak, hal itu bisa menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Semua namanya jenis SiLPA tidak bisa serta merta langsung digunakan, kecuali dalam perubahan anggaran atau tahun anggaran berikutnya dimasukkan sebagai pendapatan. SiLPA itu harus mengendap dulu, tidak boleh serta merta digunakan,” jelasnya lagi.
Mengingat kapasitas Lasarus di DPR RI, Herman pun menyarankan agar dirinya dapat mendorong pemerintah pusat untuk lebih memberikan kemudahan-kemudahan aturan kepada pemerintah daerah dalam mengeksekusi anggaran kedepannya, termasuk terkait SiLPA ini.
Karena menurut Herman, terdapat fenomena atau kecenderungan dari kalangan pemerintah daerah yang sangat berhati-hati dalam mengeksekusi anggaran, lantaran ketatnya aturan serta kekhawatiran bakal berhadapan dengan proses hukum.
“Misalnya ketika terdapat sedikit masalah, maka (takut) akan dijadikan temuan, kemudian jadi tersangka dan diproses hukum,” ujarnya.
“Maka kita minta Lasarus dan anggota DPR RI lainnya, untuk mempermudah proses ini, jangan terlalu banyak aturan yang terlalu mengekang pemerintah daerah untuk mengeksekusi anggaran,” katanya. (Jau)
Comment