Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : adminkalbaronline |
| Senin, 29 Juli 2024 |
KalbarOnline, Ketapang - Kuswadi, Kepala Unit Pelayanan Teknis (Kesatuan Pengelola Hutan (UPT KPH) Wilayah Ketapang Selatan pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat membenarkan adanya 50 hektare yang masuk dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Tarak di Kecamatan Nanga Tayap Kabupaten Ketapang telah ditanami pohon sawit.
"Berdasarkan (laporan) tim yang saya tugaskan, hasil di lapangan, informasi itu (kawasan Hutan Lindung Gunung Tarak ditanami kebun sawit) memang benar," ungkap Kuswadi saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (29/07/2024).
Ia menjelaskan, hal itu terjadi karena persepsi di masyarakat mengenai batas legal formal dari Kementerian LHK dengan batas hutan lindung yang dipahami masyarakat berbeda. Padahal pihaknya sudah berupaya melakukan pencegahan seperti sosialisasi, memasang spanduk imbauan dan lainnya.
Kuswadi menambahkan, kendala lain karena pihaknya tidak ada personil khusus mengontrol Gunung Tarak. Kemudian kawasan hutan lindung di Ketapang sebanyak 748.000 hektare dengan petugasnya dibagi dua yakni KPH Ketapang Utara dan KHP Ketapang Selatan.
"Wilayah kami Selatan dari Kecamatan Nanga Tayap hingga Kendawangan dan Manis Mata. Personil kami yang ASN 18 orang dan brigade hanya 15 orang. Jadi untuk pengawasan dan pengamanan di wilayah sangat luas dengan personil terbatas tentu tidak memungkinkan," jelasnya.
"Belum lagi harus melaksanakan tugas lain, seperti kondisi sekarang rawan Karhutla (kebakaran hutan dan lahan). Petugas kita juga saat ini sedang konsentrasi mengantisipasi dan menangani Karhutla," lanjut Kuswadi.
Sementara itu, Marthen Dadiara, petugas UPT KPH Wilayah Ketapang Selatan mengatakan, berdasarkan penelusuran pihaknya, penggarapan hutan lindung tersebut sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Pemilik kebun adalah orang pribadi yang membeli lahan dari warga setempat.
"Pemilik kebun sawit dalam hutan lindung itu ada yang berprofesi sebagai anggota dewan, kepala dinas, pensiunan polisi dan swasta. Kita sudah buatkan dalam bentuk berita acara dan disampaikan ke Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan)," jelas Marthen.
Ia menegaskan, terhadap pemilik kebun sawit ilegal itu, pihaknya tidak bisa serta merta menjatuhkan sanksi. Lantaran keterbatasan kewenangan sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja Tahun 2020.
"Penggalian informasi di lapangan sudah dilakukan, tapi penindakan lebih lanjut bukan kewenangan kami. Keputusan tindakan apa nantinya oleh Tim Satlak Walda yang dibentuk Kementerian LHK, kami tidak bisa mengintervensi," tutup Marthe. (Adi LC)
KalbarOnline, Ketapang - Kuswadi, Kepala Unit Pelayanan Teknis (Kesatuan Pengelola Hutan (UPT KPH) Wilayah Ketapang Selatan pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat membenarkan adanya 50 hektare yang masuk dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Tarak di Kecamatan Nanga Tayap Kabupaten Ketapang telah ditanami pohon sawit.
"Berdasarkan (laporan) tim yang saya tugaskan, hasil di lapangan, informasi itu (kawasan Hutan Lindung Gunung Tarak ditanami kebun sawit) memang benar," ungkap Kuswadi saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (29/07/2024).
Ia menjelaskan, hal itu terjadi karena persepsi di masyarakat mengenai batas legal formal dari Kementerian LHK dengan batas hutan lindung yang dipahami masyarakat berbeda. Padahal pihaknya sudah berupaya melakukan pencegahan seperti sosialisasi, memasang spanduk imbauan dan lainnya.
Kuswadi menambahkan, kendala lain karena pihaknya tidak ada personil khusus mengontrol Gunung Tarak. Kemudian kawasan hutan lindung di Ketapang sebanyak 748.000 hektare dengan petugasnya dibagi dua yakni KPH Ketapang Utara dan KHP Ketapang Selatan.
"Wilayah kami Selatan dari Kecamatan Nanga Tayap hingga Kendawangan dan Manis Mata. Personil kami yang ASN 18 orang dan brigade hanya 15 orang. Jadi untuk pengawasan dan pengamanan di wilayah sangat luas dengan personil terbatas tentu tidak memungkinkan," jelasnya.
"Belum lagi harus melaksanakan tugas lain, seperti kondisi sekarang rawan Karhutla (kebakaran hutan dan lahan). Petugas kita juga saat ini sedang konsentrasi mengantisipasi dan menangani Karhutla," lanjut Kuswadi.
Sementara itu, Marthen Dadiara, petugas UPT KPH Wilayah Ketapang Selatan mengatakan, berdasarkan penelusuran pihaknya, penggarapan hutan lindung tersebut sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Pemilik kebun adalah orang pribadi yang membeli lahan dari warga setempat.
"Pemilik kebun sawit dalam hutan lindung itu ada yang berprofesi sebagai anggota dewan, kepala dinas, pensiunan polisi dan swasta. Kita sudah buatkan dalam bentuk berita acara dan disampaikan ke Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan)," jelas Marthen.
Ia menegaskan, terhadap pemilik kebun sawit ilegal itu, pihaknya tidak bisa serta merta menjatuhkan sanksi. Lantaran keterbatasan kewenangan sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja Tahun 2020.
"Penggalian informasi di lapangan sudah dilakukan, tapi penindakan lebih lanjut bukan kewenangan kami. Keputusan tindakan apa nantinya oleh Tim Satlak Walda yang dibentuk Kementerian LHK, kami tidak bisa mengintervensi," tutup Marthe. (Adi LC)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini