Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Senin, 19 Oktober 2020 |
KalbarOnline.com–Beredar informasi bahwa kewenangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menetapkan kehalalan produk digantikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Hal itu pun ditepis Kepala BPJPH Sukoso yang mengatakan bahwa MUI yang memiliki kewenangan itu.
”Fatwa penetapan kehalalan produk tetap menjadi kewenangan MUI. Itu merupakan amanat pasal 33 Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), bahwa penetapan kehalalan Produk dilakukan MUI dalam Sidang Fatwa Halal,” terang Sukoso dalam keterangan tertulis, Senin (19/10).
Berdasar naskah Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), lanjut Sukoso, pasal 33 juga masih mengamanatkan hal yang sama bahwa penetapan kehalalan produk dikeluarkan MUI melalui Sidang Fatwa Halal. Artinya, baik UU JPH maupun naskah UU Ciptaker, keduanya mengatur bahwa penetapan kehalalan produk adalah kewenangan MUI.
Terkait batas waktu, naskah UU Cipta Kerja mengubah redaksi ayat (1) pasal 31 UU JPH dengan memberi penekanan batas waktu lima belas hari bagi auditor halal Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. Batas waktu itu tidak ditegaskan secara eksplisit dalam UU JPH.
Meski demikian, naskah UU Cipta Kerja juga menambah satu ayat pada pasal 31 yang mengatur dibolehkannya LPH mengajukan perpanjangan waktu pemeriksaan secara tertulis kepada BPJPH.
”Dalam hal pemeriksaan produk memerlukan tambahan waktu pemeriksaan, LPH dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu secara tertulis kepada BPJPH,” ujar Sukoso.
LPH sendiri adalah lembaga yang melakukan kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan produk. LPH melaksanakan proses pemeriksaan terhadap produk yang pengajuannya sudah diverifikasi sebelumnya oleh BPJPH.
”Apabila LPH tidak dapat memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan dalam proses sertifikasi halal, LPH tersebut akan dievaluasi dan/atau dikenai sanksi administrasi,” ucap Sukoso.
Saksikan video menarik berikut ini:
KalbarOnline.com–Beredar informasi bahwa kewenangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menetapkan kehalalan produk digantikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Hal itu pun ditepis Kepala BPJPH Sukoso yang mengatakan bahwa MUI yang memiliki kewenangan itu.
”Fatwa penetapan kehalalan produk tetap menjadi kewenangan MUI. Itu merupakan amanat pasal 33 Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), bahwa penetapan kehalalan Produk dilakukan MUI dalam Sidang Fatwa Halal,” terang Sukoso dalam keterangan tertulis, Senin (19/10).
Berdasar naskah Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), lanjut Sukoso, pasal 33 juga masih mengamanatkan hal yang sama bahwa penetapan kehalalan produk dikeluarkan MUI melalui Sidang Fatwa Halal. Artinya, baik UU JPH maupun naskah UU Ciptaker, keduanya mengatur bahwa penetapan kehalalan produk adalah kewenangan MUI.
Terkait batas waktu, naskah UU Cipta Kerja mengubah redaksi ayat (1) pasal 31 UU JPH dengan memberi penekanan batas waktu lima belas hari bagi auditor halal Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. Batas waktu itu tidak ditegaskan secara eksplisit dalam UU JPH.
Meski demikian, naskah UU Cipta Kerja juga menambah satu ayat pada pasal 31 yang mengatur dibolehkannya LPH mengajukan perpanjangan waktu pemeriksaan secara tertulis kepada BPJPH.
”Dalam hal pemeriksaan produk memerlukan tambahan waktu pemeriksaan, LPH dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu secara tertulis kepada BPJPH,” ujar Sukoso.
LPH sendiri adalah lembaga yang melakukan kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan produk. LPH melaksanakan proses pemeriksaan terhadap produk yang pengajuannya sudah diverifikasi sebelumnya oleh BPJPH.
”Apabila LPH tidak dapat memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan dalam proses sertifikasi halal, LPH tersebut akan dievaluasi dan/atau dikenai sanksi administrasi,” ucap Sukoso.
Saksikan video menarik berikut ini:
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini