Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : adminkalbaronline |
| Selasa, 02 September 2025 |
KALBARONLINE.com - Kasus campak di Kalimantan Barat tengah meningkat tajam. Dokter Spesialis Anak RSUD Soedarso Pontianak, Budi Nugroho mengungkapkan, sepanjang Agustus 2025, tercatat 37 anak harus dirawat karena terinfeksi campak.
“Bulan Agustus yang dirawat disini ada sekitar 37 pasien. Itu yang dirawat saja. Masih ada beberapa (anak) yang nggak dirawat kalau campaknya nggak berat, itu tidak dirawat,” sebut Budi saat ditemui di Gedung Rawat Inap RSUD Soedarso, Selasa (02/09/2025).
Budi mengatakan, peningkatan kasus campak ini dimulai sejak Juli 2025. Bahkan disebutnya baru memasuki awal September 2025, sudah ada 4 pasien yang dirawat.
“Jadi memang ini ada peningkatan dan ini belum ada tanda-tanda menurun. Untuk bulan ini (september) baru tanggal dua sudah ada empat pasien,” ungkapnya.
Tren peningkatan kasus ini, disebut Budi mirip dengan kondisi tahun 2002. Ia mengatakan rendahnya cakupan imunisasi menjadi pemicu terjadinya lonjakan kasus campak di Kalbar.
“Dulu saya sempat kumpulkan data, 90 persen pasien campak tidak diimunisasi. Sekarang juga sama. Semua yang kena campak ini tidak ada imunisasi campak. Ada yang memang tidak mau, ada yang jadwalnya pas anak sakit. Sekitar 10 persen sudah diimunisasi tapi tidak lengkap,” jelasnya.
Budi menjelaskan imunisasi campak idealnya dilakukan dalam tiga kali, yakni pada usia 9 bulan, 18 bulan, dan 6 tahun. Jika salah satu tahapan terlewat, risiko anak terpapar campak menjadi lebih besar.
[caption id="attachment_220809" align="alignnone" width="1600"]
Dokter Spesialis Anak RSUD Soedarso Pontianak, Budi Nugroho.[/caption]
“Dia (anak) 9 bulan imunisasi, (usia) 18 bulan nggak imunisasi, akhirnya mau 2-3 tahun kena campak. Dia yang 6 tahun nggak diimunisasi, akhirnya 9-10 tahun kena campak,” jelasnya.
Budi menegaskan bahwa campak merupakan penyakit menular yang dapat sembuh dalam dua minggu. Namun komplikasi yang menyertainya bisa berbahaya, mulai dari pneumonia, diare berat, dehidrasi, hingga radang otak (ensefalitis).
“Yang bahaya itu justru komplikasi. Kalau sampai sesak nafas karena pneumonia atau terjadi ensefalitis, itu berisiko tinggi. Walau jarang, tetap harus diwaspadai,” ujarnya.
RSUD Soedarso saat ini menyiapkan ruang isolasi khusus campak dengan kapasitas enam tempat tidur. Namun, lonjakan pasien membuat ketersediaan tempat kerap terbatas.
Budi juga mengingatkan bahwa anak yang telat imunisasi tetap bisa menyusul, bahkan hingga usia sekolah dasar.
“Kalau umur 9 bulan belum diimunisasi, tetap bisa di puskesmas atau posyandu. Kalau anak sudah pernah kena campak, setelah sembuh juga tetap boleh imunisasi untuk memperkuat imunitas,” katanya.
Ia menyoroti masih adanya orang tua yang menolak vaksin akibat terpengaruh hoaks di media sosial. Hal inilah yang menurutnya memperparah peningkatan kasus campak maupun penyakit menular lainnya, seperti pertusis (batuk rejan).
“Sekarang banyak orang tua ragu imunisasi karena termakan berita yang tidak benar. Padahal kalau imunisasi lengkap, biasanya anak tidak akan kena. Kami harap masyarakat bisa kembali percaya dan melengkapi imunisasi anak-anaknya,” tutup Budi. (Lid)
KALBARONLINE.com - Kasus campak di Kalimantan Barat tengah meningkat tajam. Dokter Spesialis Anak RSUD Soedarso Pontianak, Budi Nugroho mengungkapkan, sepanjang Agustus 2025, tercatat 37 anak harus dirawat karena terinfeksi campak.
“Bulan Agustus yang dirawat disini ada sekitar 37 pasien. Itu yang dirawat saja. Masih ada beberapa (anak) yang nggak dirawat kalau campaknya nggak berat, itu tidak dirawat,” sebut Budi saat ditemui di Gedung Rawat Inap RSUD Soedarso, Selasa (02/09/2025).
Budi mengatakan, peningkatan kasus campak ini dimulai sejak Juli 2025. Bahkan disebutnya baru memasuki awal September 2025, sudah ada 4 pasien yang dirawat.
“Jadi memang ini ada peningkatan dan ini belum ada tanda-tanda menurun. Untuk bulan ini (september) baru tanggal dua sudah ada empat pasien,” ungkapnya.
Tren peningkatan kasus ini, disebut Budi mirip dengan kondisi tahun 2002. Ia mengatakan rendahnya cakupan imunisasi menjadi pemicu terjadinya lonjakan kasus campak di Kalbar.
“Dulu saya sempat kumpulkan data, 90 persen pasien campak tidak diimunisasi. Sekarang juga sama. Semua yang kena campak ini tidak ada imunisasi campak. Ada yang memang tidak mau, ada yang jadwalnya pas anak sakit. Sekitar 10 persen sudah diimunisasi tapi tidak lengkap,” jelasnya.
Budi menjelaskan imunisasi campak idealnya dilakukan dalam tiga kali, yakni pada usia 9 bulan, 18 bulan, dan 6 tahun. Jika salah satu tahapan terlewat, risiko anak terpapar campak menjadi lebih besar.
[caption id="attachment_220809" align="alignnone" width="1600"]
Dokter Spesialis Anak RSUD Soedarso Pontianak, Budi Nugroho.[/caption]
“Dia (anak) 9 bulan imunisasi, (usia) 18 bulan nggak imunisasi, akhirnya mau 2-3 tahun kena campak. Dia yang 6 tahun nggak diimunisasi, akhirnya 9-10 tahun kena campak,” jelasnya.
Budi menegaskan bahwa campak merupakan penyakit menular yang dapat sembuh dalam dua minggu. Namun komplikasi yang menyertainya bisa berbahaya, mulai dari pneumonia, diare berat, dehidrasi, hingga radang otak (ensefalitis).
“Yang bahaya itu justru komplikasi. Kalau sampai sesak nafas karena pneumonia atau terjadi ensefalitis, itu berisiko tinggi. Walau jarang, tetap harus diwaspadai,” ujarnya.
RSUD Soedarso saat ini menyiapkan ruang isolasi khusus campak dengan kapasitas enam tempat tidur. Namun, lonjakan pasien membuat ketersediaan tempat kerap terbatas.
Budi juga mengingatkan bahwa anak yang telat imunisasi tetap bisa menyusul, bahkan hingga usia sekolah dasar.
“Kalau umur 9 bulan belum diimunisasi, tetap bisa di puskesmas atau posyandu. Kalau anak sudah pernah kena campak, setelah sembuh juga tetap boleh imunisasi untuk memperkuat imunitas,” katanya.
Ia menyoroti masih adanya orang tua yang menolak vaksin akibat terpengaruh hoaks di media sosial. Hal inilah yang menurutnya memperparah peningkatan kasus campak maupun penyakit menular lainnya, seperti pertusis (batuk rejan).
“Sekarang banyak orang tua ragu imunisasi karena termakan berita yang tidak benar. Padahal kalau imunisasi lengkap, biasanya anak tidak akan kena. Kami harap masyarakat bisa kembali percaya dan melengkapi imunisasi anak-anaknya,” tutup Budi. (Lid)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini