Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : adminkalbaronline |
| Rabu, 26 November 2025 |
KALBARONLINE.com - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Kalbar, Herkulana Mekarryani mengungkap munculnya beragam modus baru terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menyasar masyarakat di Kalimantan Barat.
Selain modus lama berupa tawaran bekerja sebagai asisten rumah tangga, Herkulana menyebutkan, para pelaku kini menggunakan modus yang lebih variatif.
“Modus saat ini adalah untuk sebagai tim olahraga sepak bola, kemudian penerjemah (bahasa) Mandarin, kemudian sebagai penyanyi, jadi penyanyi di kafe dengan gaji yang tinggi, kemudian magang dan penerjemah bahasa,” ungkapnya usai acara peluncuran Gugus Tugas PP TPPO di Balai Petitih, Kantor Gubernur Kalbar, Rabu (26/11/2025).
Herkulana mengatakan, bahwa korban tergiur untuk bekerja di luar negeri, terutama Malaysia, lantaran ditawarkan upah yang cukup besar. Mulai dari Rp 30 juta hingga Rp 150 juta.
“Rata-rata ditawarkan upah Rp 30 juta sampai Rp 150 juta. Di bidang IT dijanjikan Rp 150 juta per bulan, nah penyanyi itu bisa lebih dari itu. Tau-taunya sudah sampai di Malaysia yang bersangkutan dibawa ke Kamboja,” ungkapnya.
Ia menyebut, sepanjang tahun 2025, pihaknya menangani hampir seratus kasus pemulangan korban TPPO. Mayoritas yang menjadi korban TPPO merupakan perempuan dan anak
“Paling mendominasi perempuan atau anak, selebihnya dari provinsi lain, laki-laki dari NTB, Sulawesi Selatan. Jadi kita kerja sama karena tidak ada anggaran untuk pemulangan, jadi kerja sama dengan provinsi lain untuk pemulangan,” sebutnya.
DPPPA Kalbar mencatat sejumlah wilayah perbatasan yang menjadi titik rawan terjadinya kasus TPPO.
“Data menunjukkan Kabupaten Sanggau, Sambas, Kapuas Hulu dan Bengkayang sebagai daerah paling rawan,” jelas Herkulana.
Untuk memperkuat pencegahan, DPPPA bersama lima pemerintah kabupaten itu telah melakukan pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO. Langkah ini juga didukung Polda Kalbar untuk menindaklanjuti laporan masyarakat dan juga BP3MI
“Kolaborasi dengan Polda Kalbar dan Provost membuat penanganan kasus lebih cepat. Kami juga bekerja sama dengan BP3MI karena hampir setiap minggu menerima deportasi pekerja migran bermasalah dari Malaysia,” terangnya.
Upaya pencegahan dilakukan melalui edukasi ke pemerintah kabupaten, instansi vertikal, OPD, hingga sekolah-sekolah. Pemerintah juga mendorong pemetaan desa-desa penyumbang pekerja migran berisiko.
“Desa penyumbang terbesar ada di wilayah Sambas, sekitar tiga desa. Kemudian Bengkayang, Sekadau dan Sanggau. Dari sini nanti BP3MI membentuk ‘Desa Migran Emas’ untuk mendampingi dan memberdayakan warga agar tidak kembali bekerja ke luar negeri dalam kondisi tidak aman,” paparnya.
Dengan meningkatnya variasi modus TPPO, Herkulana pun mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah tergiur tawaran pekerjaan di luar negeri tanpa prosedur resmi.
“Iming-iming gaji tinggi kini digunakan untuk menjerat korban dari berbagai wilayah. Masyarakat harus lebih waspada dan memastikan jalur keberangkatan sesuai ketentuan,” pungkasnya. (Lid)
KALBARONLINE.com - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Kalbar, Herkulana Mekarryani mengungkap munculnya beragam modus baru terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menyasar masyarakat di Kalimantan Barat.
Selain modus lama berupa tawaran bekerja sebagai asisten rumah tangga, Herkulana menyebutkan, para pelaku kini menggunakan modus yang lebih variatif.
“Modus saat ini adalah untuk sebagai tim olahraga sepak bola, kemudian penerjemah (bahasa) Mandarin, kemudian sebagai penyanyi, jadi penyanyi di kafe dengan gaji yang tinggi, kemudian magang dan penerjemah bahasa,” ungkapnya usai acara peluncuran Gugus Tugas PP TPPO di Balai Petitih, Kantor Gubernur Kalbar, Rabu (26/11/2025).
Herkulana mengatakan, bahwa korban tergiur untuk bekerja di luar negeri, terutama Malaysia, lantaran ditawarkan upah yang cukup besar. Mulai dari Rp 30 juta hingga Rp 150 juta.
“Rata-rata ditawarkan upah Rp 30 juta sampai Rp 150 juta. Di bidang IT dijanjikan Rp 150 juta per bulan, nah penyanyi itu bisa lebih dari itu. Tau-taunya sudah sampai di Malaysia yang bersangkutan dibawa ke Kamboja,” ungkapnya.
Ia menyebut, sepanjang tahun 2025, pihaknya menangani hampir seratus kasus pemulangan korban TPPO. Mayoritas yang menjadi korban TPPO merupakan perempuan dan anak
“Paling mendominasi perempuan atau anak, selebihnya dari provinsi lain, laki-laki dari NTB, Sulawesi Selatan. Jadi kita kerja sama karena tidak ada anggaran untuk pemulangan, jadi kerja sama dengan provinsi lain untuk pemulangan,” sebutnya.
DPPPA Kalbar mencatat sejumlah wilayah perbatasan yang menjadi titik rawan terjadinya kasus TPPO.
“Data menunjukkan Kabupaten Sanggau, Sambas, Kapuas Hulu dan Bengkayang sebagai daerah paling rawan,” jelas Herkulana.
Untuk memperkuat pencegahan, DPPPA bersama lima pemerintah kabupaten itu telah melakukan pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO. Langkah ini juga didukung Polda Kalbar untuk menindaklanjuti laporan masyarakat dan juga BP3MI
“Kolaborasi dengan Polda Kalbar dan Provost membuat penanganan kasus lebih cepat. Kami juga bekerja sama dengan BP3MI karena hampir setiap minggu menerima deportasi pekerja migran bermasalah dari Malaysia,” terangnya.
Upaya pencegahan dilakukan melalui edukasi ke pemerintah kabupaten, instansi vertikal, OPD, hingga sekolah-sekolah. Pemerintah juga mendorong pemetaan desa-desa penyumbang pekerja migran berisiko.
“Desa penyumbang terbesar ada di wilayah Sambas, sekitar tiga desa. Kemudian Bengkayang, Sekadau dan Sanggau. Dari sini nanti BP3MI membentuk ‘Desa Migran Emas’ untuk mendampingi dan memberdayakan warga agar tidak kembali bekerja ke luar negeri dalam kondisi tidak aman,” paparnya.
Dengan meningkatnya variasi modus TPPO, Herkulana pun mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah tergiur tawaran pekerjaan di luar negeri tanpa prosedur resmi.
“Iming-iming gaji tinggi kini digunakan untuk menjerat korban dari berbagai wilayah. Masyarakat harus lebih waspada dan memastikan jalur keberangkatan sesuai ketentuan,” pungkasnya. (Lid)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini