Sanggau    

Aliansi Masyarakat Adat Dayak di Parindu Sanggau Tolak Program Transmigrasi: Kami Bukan Tanah Kosong

Oleh : Redaksi KalbarOnline
Minggu, 20 Juli 2025
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KALBARONLINE.com – Gelombang penolakan terhadap program transmigrasi kembali mencuat. Kali ini datang dari masyarakat adat Dayak di Kecamatan Parindu, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.

Puluhan orang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Dayak menggelar aksi damai di simpang empat Pasar Bodok, Jalan Merdeka, Desa Pusat Damai, Rabu (16/7/2025). Mereka menyuarakan keberatan keras terhadap rencana pemerintah pusat mendatangkan transmigran ke wilayah Kalimantan.

“Aksi ini lahir dari dorongan hati nurani kami sebagai masyarakat Dayak,” tegas Koordinator Lapangan, Hendrikus Susilo Hermanto, saat orasi di lokasi.

Ia mengatakan, penolakan terhadap program transmigrasi bukan tanpa alasan. Menurutnya, program tersebut berpotensi besar mengganggu keseimbangan wilayah adat, merusak lingkungan, hingga memicu konflik sosial.

“Kami ingin jaga eksistensi kami, hak ulayat kami, dan budaya kami. Tanah ini bukan tanah kosong,” ujarnya lantang.

Hendrikus menyayangkan pendekatan pemerintah pusat yang dianggap tidak partisipatif dan minim dialog dengan masyarakat lokal. Ia menyebut, sudah terlalu lama masyarakat Dayak merasa hanya jadi penonton dari pembangunan yang tak berpihak.

“Bertahun-tahun hasil bumi kami dikeruk dan diangkut keluar Kalimantan. Tapi infrastruktur kami minim, bahkan cenderung dikucilkan. Kami merasa dianaktirikan,” tuturnya.

Ia juga menilai program transmigrasi hanya membuang anggaran. Menurutnya, pemerintah seharusnya fokus pada pemenuhan hak dasar masyarakat lokal, seperti akses air bersih, listrik, pendidikan, dan kesehatan—bukan malah mendatangkan pendatang baru tanpa menyelesaikan masalah yang ada.

“Jangan Kalimantan terus yang jadi tempat buangan program pusat yang enggak tepat sasaran. Jangan sampai cuma pejabat yang diuntungkan, rakyat lokal yang dirugikan,” katanya.

Hendrikus menegaskan bahwa penolakan ini tidak bermotif suku, agama, ras, atau golongan. Masyarakat adat Dayak, lanjutnya, justru sangat terbuka terhadap siapa pun yang datang ke Borneo selama tetap menghargai budaya lokal dan lingkungan hidup.

“Hari ini, kami tolak program transmigrasi karena kami yakin ini bisa mengancam kearifan lokal, kelestarian lingkungan, dan kehidupan sosial masyarakat kami di Kalimantan,” ujarnya lagi.

Ia pun menyampaikan ultimatum kepada pemerintah agar menghentikan rencana tersebut.

“Kalau tidak ditanggapi, kami akan lakukan aksi yang lebih besar. Ini bukan gertakan,” tandasnya.

Aliansi Masyarakat Adat Dayak juga menyoroti narasi pemerintah yang kerap menganggap Kalimantan sebagai “tanah kosong”. Mereka mengingatkan bahwa wilayah ini telah lama dihuni dan dikelola oleh masyarakat adat.

“Kami tolak anggapan bahwa Kalimantan itu tanah leluhur para transmigran. Ini tanah kami, dan kami punya hak atasnya,” tegas Hendrikus.

Mereka menuntut pemerintah agar membatalkan anggaran untuk program transmigrasi dan mengalihkannya untuk memperkuat pembangunan infrastruktur lokal yang selama ini tertinggal.

“Cukup sudah Kalimantan jadi objek eksploitasi. Sekarang waktunya pemerintah melihat kami sebagai subjek pembangunan,” pungkasnya. (Jau)

Artikel Selanjutnya
Ahli Digital Forensik Bongkar Percakapan Rahasia Jual Beli Sisik Trenggiling di Sidang DL
Sabtu, 19 Juli 2025
Artikel Sebelumnya
Kapolres Baru Ketapang Disambut Adat dan Pedang Pora, AKBP Muhammad Harris: Saya Merasa Diterima dengan Penuh Kehormatan
Sabtu, 19 Juli 2025

Berita terkait