Geng Sehat, mulai 14 September, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kembali diberlakukan di Jakarta. Hal ini mengingat jumlah kasus positif semakin bertambah. Di dunia, virus corona baru penyebab Covid-19 juga masih terus menelan korban.
Kasus yang tidak terkendali membuat semua orang berisiko tertular. Apa yang harus Kamu lakukan saat tertular, dan seberapa cepat Kamu mulai menularkan virus corona setelah terinfeksi? Pertanyaan seperti ini perlu Kamu pahami dan temukan jawabannya melalui fakta penting Covid-19.
Berikut ini beberapa fakta yang perlu diketahui oleh orang yang kemungkinan tertular Covid-19, atau memiliki keluarga yang dinyatakan positif. Sebagian merupakan penjelasan dari dr. Dirga Sakti Rambe, seorang dokter dari FKUI/RSCM Jakarta, dalam Instagram Live, Kamis (20/8) bersama dr. Adam Prabata, kandidat PhD di bidang Medical Science di Kobe University, Jepang. Selain itu juga penjelasan dari dr. Jaka Pradipta SpP melalui Instagram Live Guesehat pada Kamis 910/9) kemarin.
Baca juga: Benarkah Vaksin Pneumonia dan Influenza Bisa Meringankan Gejala Covid-19?
1. Bagaimana saya tahu kalau tertular COVID-19, atau hanya gejala flu?
COVID-19 sering menyebabkan gejala yang mirip dengan yang dialami orang yang sedang demam parah atau flu. Dan seperti flu, gejalanya bisa berkembang dan mengancam jiwa.
Kamu harus curiga sudah tertular COVID-19 jika demam disertai gejala pernapasan (sesak napas) dan Kamu sebelumnya melakukan kontak dengan seseorang yang diduga menderita COVID-19, atau tinggal di daerah “merah”, atau baru pulang dari keramaian. Gejala lain juga bisa menimpa saluran pencernaan atau hilangnya penciuman.
“Bahkan selain di pernapasan, Covid-19 juga bisa menyebabkan gejala gangguan pencernaan seperti diare. Namun, ketika kita tiba-tiba kehilangan penciuman dan rasa makanan di lidah, maka bisa dipastikan 100% itu adalah Covid-19. Karena tidak ada penyakit dengan gejala khas seperti itu,” jelas dr. jaka.
Baca juga: Diare, Salah Satu Gejala Covid-19 di Saluran Pencernaan
2. Tes apa yang paling akurat untuk mendiagnosis COVID-19?
Tes diagnostik khusus harus dilakukan untuk memastikan bahwa Kamu benar-benar terinfeksi virus korona. Dijelaskan dr. Dirga, tes yang saat ini paling akurat adalah tes swab atau PCR. Ini adalah tes yang mengambil sampel dari hidung dan tenggorokan. Sampel kemudian diperiksa untuk dicari materi genetik virus atau protein virus tertentu (tes antigen).
Bagaimana dengan tes antibodi atau rapid test, apakah tidak akurat? “Tes antibodi dapat mengetahui apakah seseorang telah terinfeksi COVID-19. Dan tidak selalu yang terinfeksi bisa terdeteksi oleh tes ini. Mengapa? Hal ini karena orang yang terinfeksi tidak langsung memproduksi antibodi. Diperlukan waktu selama tiga minggu sampai tes antibodi darah menjadi positif. Itulah mengapa tes antibodi ini tidak berguna sebagai tes diagnostik untuk seseorang yang baru mengalami gejala,” jelas dr. Dirga.
Dr. Adam menambahkan, tes antibodi juga bisa saja terlambat. Artinya, hasilnya memberikan negatif palsu. Ada kemungkinan negatif palsu, padahal sebenarnya sudah terinfeksi namun belum terbentuk antibodi. Namun, orang ini sudah bisa menularkan penyakitnya.
Baca juga: Mengenal Tes Antibodi untuk Mendeteksi Covid-19
3. Apakah orang yang pernah terinfeksi bisa terinfeksi lagi?
WHO sudah mengonfirmasi bahwa belum ditemukan kasus orang yang terinfeksi kembali setelah dinyatakan sembuh dari COVID-19. Satu-satunya kasus reinfeksi adalah pada 1 pasien di Hongkong belum lama ini.
Dijelaskan dr. Jaka, yang dimaksud dengan reinfeksi adalah orang yang pernah terinfeksi Covid-19 dan kemudian terinfeksi kembali namun dengan jenis virus berbeda. Umumnya gejalanya lebih ringan.
Sementara menurut dr. Dirga, “Orang yang sudah dinyatakan sembuh dari COVID-19 namun hasil pemeriksaan PCR masih positif tidak berarti ia terinfeksi kembali. Kemungkinan sisa-sisa virus yang sudah tidak aktif dan tidak lagi infeksius masih terdeteksi,” jelasnya.
Kebanyakan orang yang sudah terinfeksi virus COVID-19 menghasilkan antibodi, yaitu protein yang mempersulit virus untuk menginfeksi sel. Tetapi antibodi hanyalah salah satu bagian dari respon imun tubuh. Sel T, misalnya, dapat menghancurkan sel yang sudah terinfeksi. Dan sel B memori dapat dengan cepat menghasilkan respons antibodi yang kuat terhadap virus yang pernah ditemui tubuh sebelumnya.
Tingkat antibodi biasanya turun begitu ancaman infeksi menurun. Beberapa penelitian baru menemukan bahwa tingkat antibodi COVID-19 menurun, tetapi kemudian menjadi stabil dan tetap berada di dalam darah bahkan dua hingga tiga bulan setelah infeksi.
Studi terbaru lainnya menemukan sel B dan sel T khusus COVID dalam darah, beberapa bulan setelah orang pulih. Ini semua menunjukkan bahwa sistem kekebalan akan siap untuk bereaksi dengan cepat dan kuat jika kembali terpapar virus COVID-19. Meskipun begitu, penelitian belum bisa memastikan seberapa baik respons imun akan melindungi dan memberikan kekebalan.
Baca juga: Belum Ditemukan Vaksin, Begini Cara Sel Imun Melawan Virus Corona!
4. Sejak hari ke berapa dan sampai kapan saya bisa menularkan COVID-19 ke orang lain?
Waktu sejak mulai terpapar hingga timbulnya gejala (dikenal sebagai masa inkubasi) diperkirakan tiga hingga 14 hari, meskipun gejala biasanya muncul dalam empat atau lima hari setelah terpapar. “Seseorang dengan COVID-19 dapat menularkan virus dalam waktu 48 hingga 72 jam sebelum muncul gejala,” jelas dr. Dirga.
Kapan penularan berakhir? Kebanyakan orang yang terinfeksi COVID-19 dengan gejala, tidak akan menularkan lagi penyakitnya dalam waktu 10 hari ditambah 3 hari setelah gejala hilang. Sedangkan orang yang dites positif tetapi tidak pernah menunjukkan gejala (OTG) dianjurkan isolasi selama 14 hari, dan setelah itu tidak akan menularkan penyakitnya, meskipun hasil tesnya masih positif. Inilah alasan di balik rekomendasi isolasi mandiri selama 14 hari.
6. Kapan saya bebas dari isolasi mandiri atau boleh pulang dari pertawatan di rumah sakit?
Tergantung dari seberapa berat gejala yang Kamu alami. Kebanyakan orang dengan kasus ringan dapat pulih dalam satu hingga dua minggu. Namun, survei terbaru yang dilakukan oleh CDC menemukan bahwa pemulihan mungkin memakan waktu lebih lama daripada yang diperkirakan sebelumnya, bahkan untuk orang dewasa dengan kasus yang lebih ringan yang tidak memerlukan rawat inap.
Survei CDC menemukan bahwa sepertiga dari orang dewasa belum kembali ke kondisi kesahatan normal setelah dua hingga tiga minggu dinyatakan positif COVID-19. Panduan CDC terbaru menyatakan bahwa seseorang yang menderita COVID-19 dapat mengakhiri isolasi setelah memenuhi kriteria berikut:
1. Sudah lebih dari 10 hari sejak gejala hilang.
2. Telah bebas demam selama lebih dari 24 jam tanpa menggunakan obat penurun demam.
3. Gejala lain membaik.
CDC maupun WHO tidak lagi mementingkan sampai tes COVID-19 negatif sebelum kembali ke publik. Siapa pun yang dites positif COVID-19, tetapi tidak pernah mengalami gejala dapat hidup bebas kembali, setelah 10 hari sejak pertama kali dinyatakan positif COVID-19.
Namun, tetap disarankan terus-menerus melakukan semua tindakan pencegahan saat keluar di tempat umum, termasuk memakai masker dan menjaga jarak setidaknya dua meter dari orang lain.
Baca juga: Kandidat Obat Covid-19 dari Sel Punca
Referensi:
Health.harvard.edu. If you’ve been exposed to the coronavirus
Comment