Wabup Kapuas Hulu Hadiri Rakor Satgas Covid-19 Perbatasan Indonesia-Malaysia
KalbarOnline, Kapuas Hulu – Wakil Bupati Kapuas Hulu, Wahyudi Hidayat menghadiri rapat koordinasi Satgas Khusus Penanganan Covid-19 di wilayah perbatasan secara virtual di Makodim 1206/Psb. Rakor tersebut dipimpin oleh Pangdam XII/Tanjungpura dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar.
“Koordinasi ini sangat penting dalam penanganan Covid-19, secara khusus di perbatasan yang memiliki kerawanan terkait lalu lintas orang secara ilegal antara perbatasan Indonesia dan Malaysia,” kata Wahyudi.
Seperti diketahui, Satuan Tugas Khusus Penanganan Covid-19 perbatasan di wilayah Kalimantan Barat resmi terbentuk. Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Barat bernomor 250/BPBD/2021 tertanggal 19 Maret 2021 menjadi dasar Pembentukan Satgas perbatasan yang dikomandoi langsung oleh Pangdam XII/Tanjungpura, Mayjen TNI Muhammad Nur Rahmad.
Pembentukan Satgas Covid-19 perbatasan Indonesia-Malaysia di wilayah Kalbar ini sesuai arahan Ketua Satgas Covid-19 Nasional, Doni Monardo yang dilatarbelakangi terjadinya kenaikan kasus Covid-19 di Kalbar akibat pemulangan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari Malaysia.
“Saya selaku Pangdam ditunjuk sebagai Komandan Satgas dengan dibantu dari unsur TNI-Polri dan Kementerian lembaga di provinsi Kalbar,” kata Pangdam saat diwawancarai usai memimpin rapat koordinasi Satuan Tugas Khusus Penanganan Covid-19 di perbatasan wilayah Kalbar di Makodam XII/Tanjungpura, Jumat (19/3/2021).
Dengan resmi terbentuknya Satgas tersebut, Pangdam telah memerintahkan masing-masing pihak yang terlibat untuk menyusun rencana.
“Mulai besok, semua PMI (Pekerja Migran Indonesia) akan kita layani dengan baik. Pada prinsipnya WNI dari Malaysia harus kita lakukan dengan baik tentunya sesuai dengan prosedur Covid-19. Satgas ini akan operasional mulai besok (Sabtu 20 Maret 2021). Berkaitan dengan itu semua, besok tentunya sudah bekerja sesuai tahapan yang ditentukan,” kata dia.
Pangdam menjelaskan, beberapa tugas pokok dan fungsi Satgas Covid perbatasan ini di antaranya mengawal semua WNI dalam hal ini PMI yang akan kembali ke wilayah Indonesia, termasuk mengawasi WNA yang akan masuk ke Indonesia.
“Tentunya sesuai apa yang menjadi keputusan Pemerintah Indonesia, bahwa semua WNI dan WNA dari luar negeri yang akan masuk ke wilayah Indonesia harus memiliki administrasi berupa swab PCR negatif maksimal 3×24 jam, setelah masuk di wilayah Indonesia, semua WNI maupun WNA harus menjalani karantina selama 5×24 jam. Nanti akan menjalani swab PCR, apabila dinyatakan negatif, setelah lima hari diizinkan melanjutkan perjalanan atau kembali ke daerah masing-masing, apabila positif, maka akan dikarantina kembali,” jelasnya.
Untuk pemeriksaan PCR, sampel swab para PMI tersebut nantinya dikirim ke Laboratorium Untan dan Labkesda Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar untuk diperiksa.
“Jika sudah ada hasil akan diinformasikan ke petugas di perbatasan,” jelas Pangdam.
Untuk tempat karantina sendiri, kata dia, sudah disiapkan. Khusus untuk WNI dan WNA yang masuk dari PLBN Aruk, akan dikarantina di Wisma BLK Kabupaten Sambas dan Wisma Haji.
“Daya tampungnya masing-masing 200 kamar. Karena masih kurang, sehingga diharapkan dorongan dari masing-masing Pemda di wilayah perbatasan untuk dukungan sarana lainnya,” kata dia.
Sementara untuk personel, lanjut Pangdam, terdiri dari personel gabungan TNI-Polri yang berada di wilayah perbatasan. Diperkuat dengan unsur dari Kementerian lembaga ditambah unsur terkait lainnya seperti tenaga kesehatan dan unsur pendukung logistik.
Pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kuching, untuk mengantisipasi lonjakan kepulangan para PMI setiap harinya.
“Tentu kita juga akan ambil langkah-langkah dengan menyiapkan personel kita maupun menambah dan melengkapi sarana yang ada kalau terjadi lonjakan para PMI yang pulang. Nanti akan kita siapkan juga tenda-tenda untuk bisa menampung para PMI ini,” tandasnya.
Harap PMI tertangani dengan baik
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, Harisson yang turut hadir dalam rakor tersebut berharap, dengan adanya Satgas Khusus Penanganan Covid-19 di perbatasan Kalbar dapat menangani para PMI dengan baik. Di mana, kata Harisson, selama ini para PMI yang datang dari Malaysia cenderung tak tertangani dengan baik. Pihaknya pun, diakui Harisson, berada pada titik dilematis, lantaran kewenangan perbatasan merupakan kewenangan Pemerintah Pusat.
“Pemerintah Provinsi Kalbar mau mengambil langkah, tapi itu bukan kewenangan kita. Tapi kalau tidak diambil langkah, maka akan membahayakan masyarakat Kalbar itu sendiri. Seperti kasus kemarin ada 69 orang PMI yang datang dari Malaysa dengan kasus konfirmasi covid-19 masuk ke Indonesia, kalau tidak ditangani dengan baik, ini akan menyebar dan akan meningkatkan kasus covid-19 di Kalbar. Padahal kita selama ini kasus Covid-19 Kalbar sudah cenderung stabil dan bisa kita kendalikan,” kata dia.
Dengan adanya Satgas Covid-19 perbatasan ini pun diharapkan Harisson, SE nomor 8 tahun 2021 tentang protokol kesehatan perjalanan Internasional pada masa pandemi Covid-19 benar-benar dilaksanakan secara ketat.
“Di mana setiap orang yang datang dari luar negeri baik WNI maupun WNA itu harus menunjukkan PCR negatif sebelum dia masuk ke Indonesia dan pemeriksaannya harus 3 kali 24 jam. Jadi para PMI nanti akan kita periksa dulu di PLBN, mereka harus kantongi dulu surat negatif PCR dari Malaysia. Tapi saya sendiri sebagai Kepala Dinas Kesehatan meragukan surat negatif dari Malaysia, ini sebenarnya tugas Konjen untuk memastikan surat tersebut valid, kalau sudah negatif dari Malaysia, artinya tugas kita sudah lebih ringan, walaupun tetap akan kita lakukan pemeriksaan ulang,” kata Harisson.
Dia pun menegaskan, Pemerintah Provinsi Kalbar siap mendukung dengan menyediakan sebanyak 150-200 sampel swab PCR bagi PMI yang akan diperiksa setiap harinya.
“Setelah di PCR, mereka harus tetap dikarantina selama lima hari, kemudian di-PCR lagi, kalau negatif, baru boleh kembali ke daerah masing-masing,” ujarnya.
Pihaknya pun akan mengerahkan dua laboratorium untuk mendukung pemeriksaan swab tersebut yakni laboratorium Untan dan Labkesda Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar.
“Mobile PCR yang sudah dijanjikan Ketua Satgas Nasional Bapak Doni Monardo, kita akan tagih, supaya di perbatasan masing-masing ada mobile PCR sendiri, sehingga nanti tidak perlu dikirim ke Pontianak lagi,” pungkasnya.
Sementara Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengatakan, Pemerintah pusat menginginkan adanya Satgas Covid-19 khusus di perbatasan. Hal ini ditengarai kenaikan kasus Covid-19 di Kalbar yang diduga disebabkan oleh PMI yang baru dipulangkan dari Malaysia.
“Termasuk PMI yang masuk dan pulang secara ilegal. Saat ditemukan oleh Pamtas dan tetap akan dibawa ke PLBN untuk diperiksa. Jika tidak diperiksa maka berdampak peningkatan kasus Covid-19 pada beberapa wilayah di Kalbar. Sehingga saat ini pemerintah Provinsi Kalbar melakukan pengetatan,” ujarnya kepada wartawan, Kamis kemarin.
Satgas Covid-19 perbatasan ini, kata Midji, akan ditempatkan di seluruh daerah perbatasan. Dengan pusat pengendalian berada di Kodim masing-masing daerah dibantu pihak Kepolisian.
“Saya juga sudah minta Pak Pangdam XII/Tanjungpura langsung memimpin Satgas Covid-19 perbatasan. Ini kewenangan vertikal sehingga Pak Pangdam akan mudah untuk melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat. Perbatasan memang harus dilakukan pemantauan khusus. Karena ada 100 hingga 150 orang setiap hari pulang ke Indonesia melalui perbatasan,” katanya.
Midji memastikan, dengan adanya Satgas Covid-19 di perbatasan ini pihaknya akan lebih ketat menjaga pintu-pintu masuk negara agar tidak lagi ditemukan kasus positif Covid-19 dari para PMI yang dipulangkan. Wisma yang ada di PLBN pun bakal digunakan untuk tempat karantina para PMI yang pulang dari luar negeri. Di sana mereka juga akan menjalani tes swab PCR terlebih dahulu.
“Jika negatif maka diperbolehkan pulang. Namun jika positif maka akan kembali diisolasi. Hal inilah yang meningkatkan angka keterjangkitan Covid-19 di Provinsi Kalbar,” kata Midji.
Pihaknya, kata Midji, tak mempersoalkan jika harus melakukan swab PCR terhadap para PMI yang baru kembali dari luar negeri. Namun yang menjadi masalah, jika PMI tersebut berasal dari luar Provinsi Kalbar.
“Dalam waktu lalu keperluan untuk memulangkan PMI ke daerah masing-masing menghabiskan anggaran Rp1 miliar. Karena PMI tersebut kadang kembali dengan tidak membawa uang sama sekali. Kita harus mengembalikan mereka ke daerah masing-masing menggunakan anggaran APBD. Bukan tidak mau, tapi takutnya menjadi temuan,” tandasnya. (Ishaq)
Comment