Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Selasa, 16 April 2019 |
Berlakukan UU Sistem
Peradilan Anak Terhadap Kasus AUD
KalbarOnline, Pontianak
– Kasus penganiayaan terhadap AUD (14) yang merupakan seorang siswi SMP
oleh tiga siswi SMA di Pontianak menyedot perhatian semua pihak. Bahkan,
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise
datang langsung ke Pontianak guna memantau perkembangan kasus ini.
Kedatangan Menteri Yohana diterima langsung oleh Wali Kota
Pontianak, Edi Rusdi Kamtono di Kantor Wali Kota, Senin (15/4/2019).
Yohana merupakan menteri kedua setelah sebelumnya Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy yang datang langsung ke Pontianak
untuk memantau perkembangan perkara AUD, Kamis (11/4/2019) lalu.
Di Kantor Wali Kota Pontianak, Menteri Yohana bertemu dan
berbicara langsung dengan ketiga Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). Kepada
mereka, ia menyatakan bahwa dirinya selaku Menteri PPPA merangkul anak-anak
tanpa diskriminasi, baik terhadap pelaku maupun korban. Sebab, jelas dia,
anak-anak harus dilindungi oleh negara karena mereka masih mempunyai masa depan
yang panjang.
“Pengadilan anak mempunyai kekhususan dan tidak sama dengan
pengadilan dewasa. Sudah ada Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan itu harus
melalui diversi mediasi,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Undang-undang (UU) Perlindungan Anak juga
sudah ada, yakni UU Nomor 35 tahun 2014 atas perubahan UU Nomor 23 tahun 2002.
UU yang sudah dibuat kementerian di bawah pimpinannya dan dari
kementerian-kementerian terkait yang digunakan dalam Sistem Peradilan Anak.
“Saya harus merangkul mereka karena saya menteri yang
membuat kebijakan, yang membuat UU itu,” kata Yohana.
Sesuai dengan UU Sistem Peradilan Anak, dirinya juga
mengingatkan kepada Kejaksaan Negeri bahwa kasus ini diperlakukan sesuai dengan
UU Sistem Peradilan Anak, yakni diversi mediasi. Dalam UU, apabila hukumannya
di bawah 7 tahun, maka diberlakukan diversi mediasi. Diversi adalah
penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan.
“Ikuti Sistem Peradilan Anak, tidak bisa diganggu gugat, ini
sudah UU. Kita usahakan pasti akan menuju diversi mediasi,” tegasnya.
Yohana menyebut, kedatangan dirinya juga dalam upaya
melakukan pencegahan supaya jangan sampai terjadi kasus serupa di kemudian
hari. Ia juga tetap memberikan semangat sebab mereka punya masa depan. Dirinya
juga meminta mereka untuk berjanji tidak akan melakukan hal-hal seperti itu dan
fokus kembali belajar sehingga bisa mengejar cita-citanya.
“Bila mana yang mau kuliah terus terhambat di tengah jalan
karena masalah ini, lapor kepada saya supaya saya bisa koordinasi. Hak anak
mengenyam pendidikan, bermain dan hak-hak lainnya. Hak-hak anak ada sekitar 25
yang harus dijaga,” ungkap Menteri PPPA.
Diakuinya, adanya kejadian ini tidak terlepas dari dampak
industri digital terutama media sosial (medsos). Medsos, kata dia, sangat mempengaruhi
perilaku anak-anak.
“Akhirnya perilaku mereka berubah, tidak seperti dulu,”
tukasnya.
Sementara Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono mengajak
semua pihak untuk menahan diri. Baik korban maupun pelaku dimintanya untuk
sama-sama memahami ini sebagai suatu ujian untuk semuanya sehingga semua
masalah ini bisa diselesaikan.
“Kita lakukan upaya-upaya hukum sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku, yakni diversi,” tuturnya.
Menurut orang nomor wahid di Kota Pontianak ini kasus AUD
harud dijadikan pembelajaran semua pihak, tidak hanya di Pontianak, bahkan di Indonesia.
Ia menilai kasus ini merupakan akibat dari dampak medsos yang menyebabkan permasalahan,
tidak hanya di Indonesia tetapi dunia internasional. Untuk itu, Edi juga
meminta peran aktif para orang tua, pihak sekolah dan masyarakat untuk mengawasi
perkembangan anak.
“Anak-anak juga perlu diberikan pemahaman tentang literasi
digital dan dampak yang ditimbulkan dari dunia digital,” pungkasnya. (jim)
Berlakukan UU Sistem
Peradilan Anak Terhadap Kasus AUD
KalbarOnline, Pontianak
– Kasus penganiayaan terhadap AUD (14) yang merupakan seorang siswi SMP
oleh tiga siswi SMA di Pontianak menyedot perhatian semua pihak. Bahkan,
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise
datang langsung ke Pontianak guna memantau perkembangan kasus ini.
Kedatangan Menteri Yohana diterima langsung oleh Wali Kota
Pontianak, Edi Rusdi Kamtono di Kantor Wali Kota, Senin (15/4/2019).
Yohana merupakan menteri kedua setelah sebelumnya Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy yang datang langsung ke Pontianak
untuk memantau perkembangan perkara AUD, Kamis (11/4/2019) lalu.
Di Kantor Wali Kota Pontianak, Menteri Yohana bertemu dan
berbicara langsung dengan ketiga Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). Kepada
mereka, ia menyatakan bahwa dirinya selaku Menteri PPPA merangkul anak-anak
tanpa diskriminasi, baik terhadap pelaku maupun korban. Sebab, jelas dia,
anak-anak harus dilindungi oleh negara karena mereka masih mempunyai masa depan
yang panjang.
“Pengadilan anak mempunyai kekhususan dan tidak sama dengan
pengadilan dewasa. Sudah ada Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan itu harus
melalui diversi mediasi,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Undang-undang (UU) Perlindungan Anak juga
sudah ada, yakni UU Nomor 35 tahun 2014 atas perubahan UU Nomor 23 tahun 2002.
UU yang sudah dibuat kementerian di bawah pimpinannya dan dari
kementerian-kementerian terkait yang digunakan dalam Sistem Peradilan Anak.
“Saya harus merangkul mereka karena saya menteri yang
membuat kebijakan, yang membuat UU itu,” kata Yohana.
Sesuai dengan UU Sistem Peradilan Anak, dirinya juga
mengingatkan kepada Kejaksaan Negeri bahwa kasus ini diperlakukan sesuai dengan
UU Sistem Peradilan Anak, yakni diversi mediasi. Dalam UU, apabila hukumannya
di bawah 7 tahun, maka diberlakukan diversi mediasi. Diversi adalah
penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan.
“Ikuti Sistem Peradilan Anak, tidak bisa diganggu gugat, ini
sudah UU. Kita usahakan pasti akan menuju diversi mediasi,” tegasnya.
Yohana menyebut, kedatangan dirinya juga dalam upaya
melakukan pencegahan supaya jangan sampai terjadi kasus serupa di kemudian
hari. Ia juga tetap memberikan semangat sebab mereka punya masa depan. Dirinya
juga meminta mereka untuk berjanji tidak akan melakukan hal-hal seperti itu dan
fokus kembali belajar sehingga bisa mengejar cita-citanya.
“Bila mana yang mau kuliah terus terhambat di tengah jalan
karena masalah ini, lapor kepada saya supaya saya bisa koordinasi. Hak anak
mengenyam pendidikan, bermain dan hak-hak lainnya. Hak-hak anak ada sekitar 25
yang harus dijaga,” ungkap Menteri PPPA.
Diakuinya, adanya kejadian ini tidak terlepas dari dampak
industri digital terutama media sosial (medsos). Medsos, kata dia, sangat mempengaruhi
perilaku anak-anak.
“Akhirnya perilaku mereka berubah, tidak seperti dulu,”
tukasnya.
Sementara Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono mengajak
semua pihak untuk menahan diri. Baik korban maupun pelaku dimintanya untuk
sama-sama memahami ini sebagai suatu ujian untuk semuanya sehingga semua
masalah ini bisa diselesaikan.
“Kita lakukan upaya-upaya hukum sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku, yakni diversi,” tuturnya.
Menurut orang nomor wahid di Kota Pontianak ini kasus AUD
harud dijadikan pembelajaran semua pihak, tidak hanya di Pontianak, bahkan di Indonesia.
Ia menilai kasus ini merupakan akibat dari dampak medsos yang menyebabkan permasalahan,
tidak hanya di Indonesia tetapi dunia internasional. Untuk itu, Edi juga
meminta peran aktif para orang tua, pihak sekolah dan masyarakat untuk mengawasi
perkembangan anak.
“Anak-anak juga perlu diberikan pemahaman tentang literasi
digital dan dampak yang ditimbulkan dari dunia digital,” pungkasnya. (jim)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini