MPR: Kesehatan Mental Merupakan Bagian dari Pertahanan Negara

KalbarOnline.com – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan, penanganan pandemi Covid-19 harus dilakukan secara holistik dengan pendekatan kemanusiaan. Salah satunya melalui perlindungan terhadap kesehatan fisik juga kesehatan mental dan jiwa dari setiap warga negara.

IKLANSUMPAHPEMUDA

“Pendiri bangsa kita mencita-citakan Indonesia Raya dapat dicapai lewat membangun jiwa dan membangun badan atau raga. Pesan yang kuat bahwa tidak bisa dipisah antara jiwa dan raga sebagai satu kesatuan yang utuh,” kata Lestari saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi daring bertema Mengantisipasi Rawan Kesehatan Jiwa Selama Pandemi, Rabu (12/8).

Diskusi yang dimoderatori Okky Asokawati (Ketua DPP Partai NasDem Bidang Kesehatan) itu, digelar oleh Forum Diskusi Denpasar12 bekerja sama dengan DPP Partai NasDem Koordinator Bidang Kebijakan Publik dan Issue Strategis.

Sejumlah narasumber dalam diskusi tersebut antara lain Dr Fidiansyah (Direktur Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan RI), Dr. Nova Riyanti Yusuf,(Sekretaris Jenderal Asian Federation of Psychiatric Association, Inisiator UU Kesehatan Jiwa), Dr. Nurul Hartini (Dosen Fak Psikologi Universitas Airlangga dan Latifah Hanum (Dosen Fak Psikologi UI). Selain itu, hadir sebagai panelis Siswantini Suryandari yang merupakan jurnalis senior.

Baca Juga :  Pemprov Kalbar Bantah Pernah Berikan Rekomendasi ke Balai Karantina Untuk Bongkar Muat Babi di Kubu Raya

Karena itu, menurut politikus perempuan yang biasa disapa Rerie ini, semua pihak harus melihat Covid-19 sebagai pandemi yang memiliki dampak multidimensi. Bukan hanya menyangkut keselamatan nyawa warga negara, tetapi juga memiliki dimensi psikososial.

“Tekanan ekonomi keluarga sebagai dampak dari kebijakan pengendalian Covid-19, seringkali mengganggu kesehatan jiwa dan bisa berujung pada upaya percobaan bunuh diri,” ujarnya.

Berdasarkan kenyataan itu, lanjut Rerie, dampak krisis pada kesehatan bukan masalah individu yang harus dihadapi sendiri, tetapi menjadi tanggung jawab bersama. Karena kesehatan mental dan jiwa warga negara merupakan bagian dari pertahanan negara.

“Sehingga negara harus hadir sebagai penyedia solusi atas masalah kejiwaan yang dialami warga negara. Karena semakin baik tingkat kesehatan jiwa sebuah bangsa akan memperkuat pertahanan negara itu. Sebaliknya rendahnya tingkat kesehatan jiwa sebuah bangsa akan membuat pertahanan negara itu rapuh,” pungkasnya.

  • Baca Juga: Teroris Kuasai Indonesia Power, Mayjen TNI Richard Turunkan Satgultor

Menyikapi kondisi saat ini, Direktur Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan RI, Fidiansyah mengungkapkan, pemerintah sudah menyiapkan layanan hotline 119 ext 8 untuk mengakomodasi keluhan-keluhan terkait kesehatan jiwa yang terjadi sebagai dampak dari pandemi Covid-19.

Baca Juga :  Ahli Singapura Sebut Vaksinasi Seolah Berlomba dengan Mutasi Covid-19

Fidiansyah juga berharap, masyarakat bisa meningkatkan kepedulian terhadap kesehatan jiwa di masa pandemi ini. “Semakin banyak yang peduli, saya berharap dukungan terhadap upaya meningkatkan kesehatan jiwa semakin luas,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asian Federation of Psychiatric Association dan Inisiator UU Kesehatan Jiwa, Nova Riyanti Yusuf mengungkapkan, masa pandemi Covid-19 ini menyebabkan negara-negara dunia, termasuk Indonesia mengalami perubahan ekstrem psikologis terbesar.

Untuk mengantisipasi kondisi itu, menurut Nova, pemerintah perlu mempersiapkan strategi layanan dan intervensi kesehatan jiwa pada saat dan pascapandemi Covid-19.

Namun, tegas Nova, sangat disayangkan masalah kesehatan jiwa belum masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Sehingga, menurut dia, percepatan penyelesaian peraturan-peraturan turunan UU No 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, harus menjadi prioritas.

Comment