Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Senin, 24 Agustus 2020 |
KalbarOnline.com – Sejumlah Pegawai Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2019 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli).
Kuasa hukum pegawai KPPU Misbahudin Gasma mengatakan, gugatan itu semata-mata ingin memperkuat lembaga KPPU dengan mengubah status karyawan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Dalam Pasal 34 ayat 1 Komisioner diangkat melalui Keputusan Presiden (Kepres), sementara Pasal 34 ayat 4 karyawan diangkat melalui Komisioner sehingga antara pasal ini bertentangan, lalu berdampak pada tidak terintegrasinya dengan sistem kelembagaan ASN,” kata Misbahudin dalam keterangannya pada KalbarOnline.com.
Selain itu, lanjut Misbahudin, pegawai KPPU saat ini juga tidak berwenang dalam mengurusi anggaran. Sementara, PNS yang diperbantukan di KPPU dalam waktu dekat akan dipanggil kembali ke instansi pemerintah sebelumnya.
“PNS yang diperbantukan juga akan dipanggil ini akan terjadi kekosongan di sini (KPPU). Tak hanya itu, adanya tuntutan status pegawai juga sebagai langkah untuk adanya kepastian hukum,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arwani Thomafi mengatakan, perubahan status kepegawaian KPPU harus diselesaikan dulu dalam regulasi atau Undang-undang.
“Prinsipnya kita mendukung perubahan status kepegawaian KPPU tapi harus diclearkan terlebih dahulu tingkatan regulasinya (UU) seperti apa,” ujar Arwani.
Lebih lanjut, Politisi PPP itu mengingatkan perubahan status menjadi ASN juga harus dilihat dari kebutuhan. Sebab, saat ini PPPK atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja ( PPPK atau P3K) yang sudah ada regulasinya hingga saat ini belum direalisasikan menjadi ASN.
“Pemerintah belum merealisasikan yang sudah diatur UU, misalnya P3K yang sudah dilakukan selekesi ratusan ribuyang lulus tapi hingga sekarang belum diurus. Regulasinya harus diselesaikan dulu dengan melihat kebutuhannya seperti apa,” tandasnya.
KalbarOnline.com – Sejumlah Pegawai Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2019 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli).
Kuasa hukum pegawai KPPU Misbahudin Gasma mengatakan, gugatan itu semata-mata ingin memperkuat lembaga KPPU dengan mengubah status karyawan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Dalam Pasal 34 ayat 1 Komisioner diangkat melalui Keputusan Presiden (Kepres), sementara Pasal 34 ayat 4 karyawan diangkat melalui Komisioner sehingga antara pasal ini bertentangan, lalu berdampak pada tidak terintegrasinya dengan sistem kelembagaan ASN,” kata Misbahudin dalam keterangannya pada KalbarOnline.com.
Selain itu, lanjut Misbahudin, pegawai KPPU saat ini juga tidak berwenang dalam mengurusi anggaran. Sementara, PNS yang diperbantukan di KPPU dalam waktu dekat akan dipanggil kembali ke instansi pemerintah sebelumnya.
“PNS yang diperbantukan juga akan dipanggil ini akan terjadi kekosongan di sini (KPPU). Tak hanya itu, adanya tuntutan status pegawai juga sebagai langkah untuk adanya kepastian hukum,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arwani Thomafi mengatakan, perubahan status kepegawaian KPPU harus diselesaikan dulu dalam regulasi atau Undang-undang.
“Prinsipnya kita mendukung perubahan status kepegawaian KPPU tapi harus diclearkan terlebih dahulu tingkatan regulasinya (UU) seperti apa,” ujar Arwani.
Lebih lanjut, Politisi PPP itu mengingatkan perubahan status menjadi ASN juga harus dilihat dari kebutuhan. Sebab, saat ini PPPK atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja ( PPPK atau P3K) yang sudah ada regulasinya hingga saat ini belum direalisasikan menjadi ASN.
“Pemerintah belum merealisasikan yang sudah diatur UU, misalnya P3K yang sudah dilakukan selekesi ratusan ribuyang lulus tapi hingga sekarang belum diurus. Regulasinya harus diselesaikan dulu dengan melihat kebutuhannya seperti apa,” tandasnya.
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini