Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Kamis, 27 Agustus 2020 |
KalbarOnline.com – Indonesia telah 75 tahun menapaki kemerdekaan, terbebas dari belenggu penjajah. Berbagai kemajuan fisik seperti infrastruktur dan ekonomi telah dicapai. Namun, bangsa Indonesia masih terbelenggu penjajahan produk adiktif seperti nikotin pada rokok.
Ketua Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Hasbullah Thabrany menyatakan, titah politik Presiden Joko Widodo untuk mengamandemen PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan wajib diapresiasi. Sebagai payung hukum pengendalian tembakau untuk melindungi konsumen. Namun, sayang, titah politik itu kini mandek. Banyak dugaan patgulipat antarkementerian dan atas intervensi industri rokok (besar).
Komnas PT sering menyoroti hal itu. Baru-baru ini bersama YLKI dan jaringan pengendalian tembakau.
”Revisi PP 109/2012 ini mendesak. Mengingat, beban penyakit tidak menular karena konsumsi produksi tembakau semakin tinggi. Misalnya, stroke, serangan jantung, dan kanker paru-paru,” katanya.
Salah satu hal yang harus direvisi dalam PP 109/2012, mengenai perluasan pictoral health warning (PHW/peringatan kesehatan bergambar) menjadi 90 persen. Perluasan peringatan itu sangat pantas untuk kondisi Indonesia sekarang.
Harus dipahami, revisi harus dilakukan dalam rangka melindungi masyarakat dari dampak negatif konsumsi produk tembakau pada kesehatan.
Komnas PT berharap pemerintah meneguhkan motivasi untuk merevisi PP tersebut demi kesehatan masyarakat. Terutama anak-anak.
Di masa pandemi, aktivitas merokok meningkatkan potensi persebaran virus. Mengingat, biasanya, aktivitas merokok melibatkan banyak orang. Selain itu, merokok menambah berat beban keluarga karena krisis.
Yang tak kalah penting adalah menaikkan cukai rokok. Seharusnya, hal itu menjadi salah satu kebijakan fundamental dalam menyikapi krisis ekonomi karena pandemi Covid-19. Pendapatan dari cukai rokok dapat dimanfaatkan bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan penanganan Covid-19.
Jika cukai rokok dinaikkan, kesehatan masyarakat juga lebih terjamin. Sebab, sebagaimana diketahui, risiko kematian karena Covid-19 akibat komorbid menjadi lebih tinggi. (*)
KalbarOnline.com – Indonesia telah 75 tahun menapaki kemerdekaan, terbebas dari belenggu penjajah. Berbagai kemajuan fisik seperti infrastruktur dan ekonomi telah dicapai. Namun, bangsa Indonesia masih terbelenggu penjajahan produk adiktif seperti nikotin pada rokok.
Ketua Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Hasbullah Thabrany menyatakan, titah politik Presiden Joko Widodo untuk mengamandemen PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan wajib diapresiasi. Sebagai payung hukum pengendalian tembakau untuk melindungi konsumen. Namun, sayang, titah politik itu kini mandek. Banyak dugaan patgulipat antarkementerian dan atas intervensi industri rokok (besar).
Komnas PT sering menyoroti hal itu. Baru-baru ini bersama YLKI dan jaringan pengendalian tembakau.
”Revisi PP 109/2012 ini mendesak. Mengingat, beban penyakit tidak menular karena konsumsi produksi tembakau semakin tinggi. Misalnya, stroke, serangan jantung, dan kanker paru-paru,” katanya.
Salah satu hal yang harus direvisi dalam PP 109/2012, mengenai perluasan pictoral health warning (PHW/peringatan kesehatan bergambar) menjadi 90 persen. Perluasan peringatan itu sangat pantas untuk kondisi Indonesia sekarang.
Harus dipahami, revisi harus dilakukan dalam rangka melindungi masyarakat dari dampak negatif konsumsi produk tembakau pada kesehatan.
Komnas PT berharap pemerintah meneguhkan motivasi untuk merevisi PP tersebut demi kesehatan masyarakat. Terutama anak-anak.
Di masa pandemi, aktivitas merokok meningkatkan potensi persebaran virus. Mengingat, biasanya, aktivitas merokok melibatkan banyak orang. Selain itu, merokok menambah berat beban keluarga karena krisis.
Yang tak kalah penting adalah menaikkan cukai rokok. Seharusnya, hal itu menjadi salah satu kebijakan fundamental dalam menyikapi krisis ekonomi karena pandemi Covid-19. Pendapatan dari cukai rokok dapat dimanfaatkan bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan penanganan Covid-19.
Jika cukai rokok dinaikkan, kesehatan masyarakat juga lebih terjamin. Sebab, sebagaimana diketahui, risiko kematian karena Covid-19 akibat komorbid menjadi lebih tinggi. (*)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini