Daftar Rival Terbesar Ganda Campuran Indonesia Menurut Richard Mainaky

KalbarOnline.com – Melalui sentuhan tangan dingin dan kejeliannya, Richard Mainaky sukses memoles dan melahirkan banyak ganda campuran Indonesia berkelas dunia.

IKLANSUMPAHPEMUDA

Tantangan jelas tidak akan pernah mudah. Sebab, setiap pasangan terbaik Indonesia akan selalu berhadapan dengan lawan-lawan yang sangat berat dari berbagai negara. Dan itu berlangsung intens dari waktu ke waktu.

Kepada wartawan KalbarOnline.com Gugun Gumilar Richard mendefinisikan setiap era puncak ganda campuran Indonesia. Tentu saja, ini sepanjang perjalanannya sebagai pelatih. Richard juga memetakan siapa saja yang menjadi rival terberat bagi pasangan-pasangan Indonesia.

Era Tri Kusharjanto/Minarti Timur

Kali pertama saya jadi pelatih ganda campuran, ya menangani mereka. Sebenarnya mereka sudah ada sejak pelatih Ibu Imelda Wiguna, jadi saya tinggal meneruskan saja. Mereka juga ganda campuran pertama yang meraih medali di Olimpiade. Bisa dibilang, kejayaan ganda campuran Indonesia dimulai dari mereka.

Minarti Timur memeluk Tri Kusharjanto setelah mengalahkan ganda Inggris Simon Archer/Joanne Goode pada semifinal Olimpiade Sydney 2000. (Robyn Beck/AFP)

1. Kim Dong-moon/Gil Young-ah (Korea Selatan)

Yang spesial itu Kim Dong-moon. Dia dua kali dapat medali emas Olimpiade, baik di ganda campuran maupun ganda putra. Raihan di nomor ganda putra dicapai bersama Park Joo-bong edisi 1992, sementara prestasi di ganda campuran digapai pada 1996 dengan pasangan Gil Young-ah.

Belum lagi juga menyebut gelar di kejuaraan lainnya dengan pasangan yang berbeda. Tapi menurut saya, penampilan terbaik Kim ya saat bersama Park dan Gil Young-ah. Kim pemain yang komplet, kuat, dengan smes mematikan. Jadi dia cocok dipasangkan dengan siapa saja.

Pemain Korea Selatan Kim Dong Moon memeluk Gil Young-Ah setelah mereka meraih emas Olimpiade Atlanta 1996. (Toshifumi Kitamura/AFP).

2. Liu Yong/Ge Fei (Tiongkok)

Selain Kim/Gil, pasangan Liu/Ge Fei juga jadi lawan terberat Trikus/Minarti. Terutama Ge Fei, dia pemain spesialis ganda. Saat di ganda putri, Ge Fei dua kali beruntun meraih medali emas Olimpiade, yakni pada Olimpiade 1996 dan 2000.

Liu Yong/Ge Fei mengalahkan Trikus/Minarti dengan skor 15-10, 15-2 pada final All England 1997. (Martin Hayhow/AFP)

Era Nova Widianto/Liliyana Natsir

Saat main di PON 2004, Nova dicoba dengan Jo Novita. Nova sedang lowong karena Vita Marissa harus menjalani operasi. Pada PON 2004 itu, Duet Nova/Jo Novita lalu menghadapi Liliyana Natsir/Ronny. Saya lihat, sebagai pemain mix, Butet galak banget, simpel, dan bagus mainnya. Saya tanya ke Nova apakah dia mau berpasangan dengan Butet? Dia mengatakan mau.

Setelah berpasangan, saya kaget mereka cepat sekali bisa juara dunia. Langsung juara dunia pada 2005. Setelah dipompa terus, mereka akhirnya menjadi juara dunia lagi pada 2007.

Baca Juga :  Indonesia Lega karena Jadwal Bulu Tangkis Internasional Sudah Dirilis
Nova Widianto dan Liliyana Natsir saat meraih perak Olimpiade Beijing 2008. (AFP Photo)

1. Zhang Jun/Gao Ling (Tiongkok)

Mereka yang mengubur harapan Indonesia meraih emas Olimpiade pertama di ganda campuran. Waktu itu Trikus/Minarti kalah oleh mereka di final. Pasangan ini juga dapat medali emas Olimpiade back-to-back pada 2000 dan 2004.

Zhang/Gao juga menjadi juara IBF World Championships 2001. Selain itu, Gao Ling eksis juga di sektor ganda putri. Namun, prestasi tertinggi pemain asal Tiongkok itu tercatat di nomor ganda campuran.

Zhang Jun (kiri) dan Gao Ling merayakan kemenangan pada semifinal Piala Sudirman 2005. (Goh Chai Hin/AFP)

2. Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen (Denmark)

Mereka pasangan yang sudah kenyang pengalaman, pemain yang sangat senior dan disegani di Eropa. Mereka sudah banyak menjadi juara di level super series. Nielsen/Pedersen juga sangat sering menyulitkan pasangan ganda campuran Indonesia.

Joachim Fischer Nielsen (kanan) mendapatkan perawatan dari tim medis. Bersama Christinna Pedersen, Nielsen berlaga pada Kejuaraan Dunia 2017. (Andy Buchanan/AFP)

Era Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir

Banyak kenangan manis dan bersejarah yang saya dapat ketika melatih pasangan ini. Dari mereka, banyak lahir gelar-gelar bergengsi. Tapi yang paling berkesan bagi saya adalah ketika mereka juara dunia dua kali, tiga kali beruntun juara All England, dan puncaknya meraih emas Olimpiade Rio 2016. Saya berterima kasih kepada mereka karena bisa mengangkat kembali nama besar ganda campuran Indonesia di tingkat dunia.

Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir meraih emas Olimpiade Rio 2016. (Goh Chai Hin/AFP)

1. Zhang Nan/Zhao Yunlei (Tiongkok)

Ketika bertemu dengan pasangan Tiongkok tersebut, Owi/Butet sulit meraih kemenangan. Mereka lawan yang paling sulit. Sebanyak 19 pertemuan dalam kurun waktu 2010 sampai 2016, Owi/Butet hanya diberi kesempatan meraih enam kali kemenangan. Untung saja, pada pertemuan terakhir di semifinal Olimpiade Rio 2016, mereka bisa menang.

Zhang/Zhao pemain yang sangat komplet karena memiliki pengalaman, ketenangan, dan bagus secara permainan. Saya pernah bilang ke Owi/Butet, kalau mau mengalahkan mereka, ya harus siap secara teknis dan nonteknis. Kalau masih bermain ragu-ragu, berat juga untuk mengalahkan mereka.

Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir mengalahkan Zhang Nan/Zhao Yunlei pada semifinal Olimpiade Rio 2016. (Jim Watson/AFP)

2. Xu Chen/Ma Jin (Tiongkok)

Pasangan Tiongkok ini menjadi lawan tersulit kedua bagi Owi/Butet. Dalam lima pertemuan terakhir, Owi/Butet memang mampu memenangi empat laga di antaranya. Namun dari rekor head-to-head, mereka masih kalah. Dari 19 pertemuan, Xu/Ma unggul tipis 10-9. Xu Chen/Ma Jin ini pasangan yang bisa saling menutupi kelemahan masing-masing.

Baca Juga :  Pahlawan Indonesia saat Juara Dunia Beregu Junior Akan Segera Debut
Xu Chen/Ma Jin berhadapan dengan pasangan Malaysia Chan Peng Soon/Goh Liu Ying pada semifinal Olimpiade Rio 2016. (Jim Watson/AFP)

3. Praveen Jordan/Debby Susanto (Indonesia)

Jika dilihat dari posturnya, Debby memang kecil, tapi dia selalu ulet dan tidak pernah menyerah. Itu membuat bakatnya mudah dibentuk. Jadi tak ada istilah bakat tidak bisa dibentuk. Debby selalu ingin melakukan yang saya minta. Terbukti tidak hanya mampu bermain keras, tetapi dia juga mampu bermain dengan baik di depan net.

Praveen pemain yang dahsyat dan punya karakter unik. Dengan karakter unik itu, saya yakin ada potensi luar biasa. Selain itu dia punya postur dan karisma. Bila berada dalam kondisi bagus, dia sangat ditakuti di lapangan. Makanya saya berani dan yakin kepada pasangan ini.

Praveen Jordan dan Debby Susanto saat berlaga di perempat final Olimpiade Rio 2016. (Ainur Rohman/Jawa Pos).

Era Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti

Setelah Debby (Susanto) pensiun, saya akhirnya pilih Melati. Tidak mudah untuk menemukan partner yang bisa membangkitkan prestasi di sektor ganda. Namun, bersama Melati, Praveen kini setidaknya memiliki potensi untuk kembali bersaing di level elite.

Praveen diharapkan bisa menyeimbangkan bakat dan konsistensinya. Pasangan ini kembali membangkitkan harapan. Bahwa kini, Indonesia telah memiliki pengganti pasangan legendaris di sektor ganda campuran setelah Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.

Praveen Jordan dan Melati Daeva Oktavianti merayakan keberhasilan mereka menjadi juara All England 2020. (BWF)

1. Zheng Siwei/Huang Yaqiong (Tiongkok)

Meski baru diduetkan pada akhir 2017, pasangan ini tak butuh waktu lama untuk beradaptasi, sampai akhirnya memborong gelar di sepanjang turnamen 2019. Mereka masih ganda campuran nomor satu dunia dan masih yang terbaik.

Huang Yaqiong bersama Zheng Siwei saat berlaga di final China Open 2019. (STR/AFP)

2. Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai (Thailand)

Tidak heran mereka sekarang berada di tiga besar dunia. Sapsiree adalah pemain yang sangat menentukan. Gerakan lincahnya di depan, bisa membatasi pergerakan lawan. Dechapol mampu mengubah sebagian besar peluang yang ada menjadi poin. Dengan pukulan keras, mereka secara teratur mampu meruntuhkan pertahanan pasangan lawan. Mereka punya kecepatan menyerang yang bagus.

Dechapol Puavaranukroh dan Sapsiree Taerattanachai saat berhadapan dengan Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti di final All England 2020. (Oli Scarff/AFP)

3. Wang Yilyu/Huang Dongping (Tiongkok)

Pasangan ini sama seperti pasangan nomor satu dunia (Zheng Siwei/Huang Yaqiong). Solid, sama-sama mengerti, polanya juga sudah matang, dan selalu percaya diri setiap pertandingan. Mereka adalah pasangan yang sangat komplet.

Wang Yilyu/Huang Dongping saat menjadi juara Thailand Open 2019. (Chalinee Thirasupa / AFP)

Comment