Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Kamis, 01 Oktober 2020 |
KalbarOnline.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyesalkan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang secara terus-menerus melakukan pemotongan hukum terhadap terpidana korupsi. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menilai, jika hal itu tetap diteruskan maka pemberantasan kasus korupsi akan semakin suram.
“Jika Mahkamah Agung tetap mempertahankan tren vonis ringan kepada terdakwa kasus korupsi, nasib pemberantasan korupsi di masa mendatang akan semakin suram,” kata Kurnia dalam keterangannya, Kamis (1/10).
ICW mencatat, rata-rata hukuman pelaku korupsi sepanjang 2019 hanya tidak lebih dari tiga tahun. Bahkan, pemulihan kerugian yang ditumbulkan akibat tindak pidana korupsi tidak sampai sepuluh persen.
“Data kami mencatat rata-rata koruptor sepanjang 2019 hanya dihukum 2 tahun 7 bulan penjara. Pemulihan kerugian negara jika ditotal, akibat korupsi pada sepanjang tahun 2019 adalah Rp 12 triliun. Akan tetapi pidana tambahan berupa uang pengganti yang dijatuhkan majelis hakim hanya Rp 750 M,” ucap Kurnia.
Dia menjelaskan, sebanyak 1.125 terdakwa kasus korupsi disidangkan sepanjang 2019. Sekitar 842 orang divonis ringan nol sampai 4 tahun. Sedangkan yang vonis berat dengan kurungan di atas 10 tahun hanya 9 orang.
“Belum lagi vonis bebas atau lepas yang berjumlah 54 orang, putusan hakim kerap kali ringan kepada terdakwa korupsi memiliki implikasi serius bagi keadilan,” cetus Kurnia.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyerahkan penilaian kepada publik terkait masifnya pemotongan hukuman koruptor oleh Mahkamah Agung (MA). Terbaru, mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum dipangkas hukumannya dari 14 tahun menjadi 8 tahun penjara.
Anas Urbaningrum merupakan koruptor ke-23 yang hukumannya dikurangi pada upaya hukum Peninjauan Kembali (PK). Majelis Hakim, mengabulkan langkah hukum PK terhadap Anas.
“Biar masyarakat saja yang menilai makna rasa keadilan dan semangat pemberantasan korupsi dalam putusan-putusan peninjauan kembali tersebut,” kata Nawawi dikonfirmasi, Kamis (1/10).
Pimpinan KPK berlatar belakang hakim ini menegaskan, lembaga antirasuah telah bekerja sesuai kemampuan. Menurutnya, KPK tidak bisa berbuat apa-apa lagi setelah upaya hukum PK.
“PK adalah upaya hukum luar biasa, tak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan KPK,” cetus Nawawi.
Hanya saja, KPK berharap MA segera menyerahkan salinan putusan terhadap koruptor yang hukumannya telah dikurangi pada upaya hukum PK. Sebab, 22 salinan putusan terhadap koruptor lainnya hingga kini pun belum diserahkan oleh MA.
“Hal yang diharapkan dari Mahkamah Agung sekarang ini hanyalah agar salinan-salinan putusan dari perkara tersebut bisa segera diperoleh KPK,” tandas Nawawi.
KalbarOnline.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyesalkan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang secara terus-menerus melakukan pemotongan hukum terhadap terpidana korupsi. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menilai, jika hal itu tetap diteruskan maka pemberantasan kasus korupsi akan semakin suram.
“Jika Mahkamah Agung tetap mempertahankan tren vonis ringan kepada terdakwa kasus korupsi, nasib pemberantasan korupsi di masa mendatang akan semakin suram,” kata Kurnia dalam keterangannya, Kamis (1/10).
ICW mencatat, rata-rata hukuman pelaku korupsi sepanjang 2019 hanya tidak lebih dari tiga tahun. Bahkan, pemulihan kerugian yang ditumbulkan akibat tindak pidana korupsi tidak sampai sepuluh persen.
“Data kami mencatat rata-rata koruptor sepanjang 2019 hanya dihukum 2 tahun 7 bulan penjara. Pemulihan kerugian negara jika ditotal, akibat korupsi pada sepanjang tahun 2019 adalah Rp 12 triliun. Akan tetapi pidana tambahan berupa uang pengganti yang dijatuhkan majelis hakim hanya Rp 750 M,” ucap Kurnia.
Dia menjelaskan, sebanyak 1.125 terdakwa kasus korupsi disidangkan sepanjang 2019. Sekitar 842 orang divonis ringan nol sampai 4 tahun. Sedangkan yang vonis berat dengan kurungan di atas 10 tahun hanya 9 orang.
“Belum lagi vonis bebas atau lepas yang berjumlah 54 orang, putusan hakim kerap kali ringan kepada terdakwa korupsi memiliki implikasi serius bagi keadilan,” cetus Kurnia.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyerahkan penilaian kepada publik terkait masifnya pemotongan hukuman koruptor oleh Mahkamah Agung (MA). Terbaru, mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum dipangkas hukumannya dari 14 tahun menjadi 8 tahun penjara.
Anas Urbaningrum merupakan koruptor ke-23 yang hukumannya dikurangi pada upaya hukum Peninjauan Kembali (PK). Majelis Hakim, mengabulkan langkah hukum PK terhadap Anas.
“Biar masyarakat saja yang menilai makna rasa keadilan dan semangat pemberantasan korupsi dalam putusan-putusan peninjauan kembali tersebut,” kata Nawawi dikonfirmasi, Kamis (1/10).
Pimpinan KPK berlatar belakang hakim ini menegaskan, lembaga antirasuah telah bekerja sesuai kemampuan. Menurutnya, KPK tidak bisa berbuat apa-apa lagi setelah upaya hukum PK.
“PK adalah upaya hukum luar biasa, tak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan KPK,” cetus Nawawi.
Hanya saja, KPK berharap MA segera menyerahkan salinan putusan terhadap koruptor yang hukumannya telah dikurangi pada upaya hukum PK. Sebab, 22 salinan putusan terhadap koruptor lainnya hingga kini pun belum diserahkan oleh MA.
“Hal yang diharapkan dari Mahkamah Agung sekarang ini hanyalah agar salinan-salinan putusan dari perkara tersebut bisa segera diperoleh KPK,” tandas Nawawi.
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini