Positivity Rate Covid-19 di Indonesia Dua Kali Lipat Standar WHO

KalbarOnline.com – Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang telah diperpanjang belum mampu melandaikan angka persebaran Covid-19. Kasus virus korona jenis baru itu masih tinggi. Presiden Joko Widodo mengakui bahwa pelaksanaan PPKM pada 11–25 Januari belum berjalan maksimal.

IKLANSUMPAHPEMUDA

”Kita harus ngomong apa adanya. Ini tidak efektif,” kata Jokowi dalam rapat terbatas di Istana Bogor pada Jumat (29/1) yang dipublikasikan kemarin (31/1).

Tidak efektifnya PPKM, kata presiden, didasari beberapa alasan. Salah satunya, mobilitas masyarakat tetap tinggi. ”Mobilitas juga masih tinggi sehingga mengakibatkan angka kasus Covid-19 di beberapa provinsi masih tinggi.”,” ujarnya.

Presiden menegaskan, esensi PPKM adalah membatasi mobilitas. Namun, yang dilihatnya, implementasi di lapangan tidak tegas dan tidak konsisten. Presiden menginstruksikan petugas betul-betul turun ke lapangan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait dengan penerapan protokol kesehatan.

Pemerintah, lanjut Jokowi, tidak tinggal diam. Intervensi untuk mengendalikan Covid-19 harus tetap dilakukan. Mantan gubernur DKI Jakarta itu menyarankan agar pakar diajak menyusun kebijakan. Terutama epidemiolog. ”Agar kebijakan akhirnya lebih komperhensif,” tuturnya.

Jokowi juga memperingatkan bahwa ekonomi akan turun ketika PPKM digiatkan. Namun, tidak ada masalah bila angka kasus Covid-19 juga turun. ”Saya minta formulanya dikalkulasi. Meski, tidak ada formula yang standar,” ujarnya. Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bulan ini, kata presiden, juga dimaksimalkan.

Sementara itu, kemarin Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto bersama Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo langsung menindaklanjuti instruksi presiden. Mereka menyambangi sejumlah tempat di Jakarta untuk memastikan implementasi protokol kesehatan (prokes) oleh masyarakat. Di antaranya, Pasar Tanah Abang di Jakarta Pusat dan Pasar Bali Mester Jatinegara di Jakarta Timur.

Hadi menjelaskan, TNI bersama Polri terus mengawasi penerapan prokes. ”Baik dengan memberikan edukasi maupun sosialisasi untuk tidak bosan-bosan dan tidak jenuh memakai masker,” katanya.

Dua petinggi TNI dan Polri itu membagikan masker kepada masyarakat. ”Jangan sampai kendur. Sebab, salah satu (cara) untuk terhindar terpapar Covid-19 adalah selalu memakai masker,” tutur Hadi.

Baca Juga :  HIPMI Dukung Vaksinasi Mandiri Bagi Masyarakat Mampu

Baca juga: Epidemiolog Bilang Mobilitas Warga Perlu Dibatasi Seperti Awal Pandemi

Dia menegaskan, operasi penegakan prokes oleh TNI dan Polri tidak berhenti. ”Saat ini TNI dan Polri terus melaksanakan penegakan prokes di seluruh wilayah Indonesia,” tegasnya.

Di bagian lain, pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menuturkan bahwa pembatasan sosial di daerah zona oranye dan merah seharusnya dilakukan di tingkat sedang sampai berat. Sementara pembatasan sosial yang berlangsung saat ini, termasuk di daerah PPKM, cenderung sedang ke longgar atau ringan. Akibatnya, penularan Covid-19 sulit ditekan. ”Apalagi, pembatasan sosialnya tidak jelas,” kritik Yunis.

Menurut dia, banyak indikasi yang bisa menyimpulkan pembatasan sosial saat ini di tingkat sedang cenderung longgar. Salah satunya, jam operasional pusat perbelanjaan sampai malam. Seharusnya pusat perbelanjaan dibuka sampai pukul 18.00 waktu setempat. Kemudian, diberlakukan jam malam untuk menekan risiko penularan.

Baca juga: Rasio Tes Covid-19 di Tanah Air Belum Sesuai Standar WHO

Aturan 25 persen pekerja masuk kantor juga harus diterapkan dengan benar. Kalau perlu, setiap akses menuju pusat perkantoran dijaga atau didirikan checkpoint. Dengan begitu, ketentuan jumlah pekerja yang ngantor maksimal 25 persen benar-benar terwujud. Yang saat ini, kata dia, hampir seperti keadaan normal. ”Seharusnya, kalau 25 persen yang ngantor, 75 persen pekerja di rumah. Tapi, ini masih macet, jalanan penuh,” katanya. Artinya, aturan tersebut belum berjalan efektif.

Yunis menuturkan, pembatasan sosial harus dilakukan dalam tingkat sedang hingga ketat jika ingin berdampak pada penurunan penularan Covid-19. Bahkan, kalau perlu, di zona merah akses orang keluar rumah dipantau. Di titik-titik jalan ada penyekatan untuk memastikan keperluan seseorang keluar rumah. Jika tidak mendesak, orang tersebut diminta kembali ke rumah.

Satgas Penanganan Covid-19 mencatat, angka positivity rate per 31 Januari mencapai 17,51 persen dengan total akumulasi kasus positif nasional 1,078 juta orang. Pertambahan kasus baru sebanyak 12.001 orang. Persentase positif itu dua kali lipat dari standar WHO, yakni 5 persen.

Baca Juga :  ATM Dibobol, BTN Pastikan Tidak Ada Uang yang Hilang

Hingga akhir Januari, jumlah orang yang sudah diperiksa mencapai 6,1 juta orang dengan total 9,2 juta spesimen dan kecepatan tes 22.809 per 1 juta penduduk.

Saat ini Provinsi Jateng adalah provinsi dengan total kasus aktif tertinggi di Indonesia. Yaitu, sekitar 39 ribu kasus aktif. Disusul Jabar dengan 31 ribu kasus dan DKI Jakarta dengan 23 ribuan kasus. Saat ini kasus aktif nasional berada pada angka 175,095 dengan persentase 16,2 persen.

Dampak Ekonomi

Analis pasar modal Hans Kwee menyatakan, memperketat pembatasan mobilitas di Jawa–Bali merupakan pilihan yang sangat sulit. Sebab, perekonomian nasional akan merosot tajam. Pasar saham juga bakal drop. Meski begitu, cara tersebut dinilai efektif untuk meredam pertambahan kasus Covid-19. Langkah itu juga diterapkan di banyak negara. Sebut saja Jepang, Singapura, Vietnam, dan mayoritas negara di Eropa.

Baca juga: Program 100 Hari, Kapolri Listyo Sigit Fokus Benahi Pelayanan Polsek

”Benar-benar ketat. Kantor tidak boleh beroperasi. Mal, sekolah, serta tempat-tempat ibadah dan wisata itu harus tutup semua. Jadi, pergerakan masyarakat benar-benar dibatasi,” jelasnya kepada Jawa Pos.

Menurut Hans, model PPKM saat ini tidak akan efektif menekan persebaran SARS-CoV-2 maupun memulihkan ekonomi nasional. Mengingat, banyak penduduk Indonesia yang bekerja di sektor informal. Artinya, kalau tidak kerja, mereka tidak mendapatkan penghasilan. Dia mencontohkan Jepang, Vietnam, Singapura, dan Tiongkok yang sukses dengan langkah kunci sementara (kuntara) yang kemudian dilonggarkan. ”Karena masyarakat mereka patuh,” katanya.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment