KalbarOnline, Pontianak – Perhimpunan Orang Tua Penyandang Thalasemia (POPTI) Indonesia mengukuhkan Lismaryani Sutarmidji sebagai Duta Thalasemia Provinsi Kalbar, Kamis (11/08/2022).
Pengukuhan tersebut sekaligus dirangkai dengan kegiatan Deklarasi Kolaboratif Deteksi Dini Thalasemia di Pendopo Gubernur Kalbar.
Mengawali sambutannya, Lismaryani berucap syukur serta berterimakasih kepada POPTI Pusat yang telah memberi kepercayaan kepadanya untuk menjadi Duta Thalasemia Provinsi Kalbar.
“Saya mengucapkan terimakasih kepada Ketua POPTI Pusat dan Gubernur Kalbar atas amanah yang diberikan kepada saya sebagai Duta Thalasemia Provinsi Kalbar,” ucapnya.
“Insya Allah (setelah ini) kami akan ke 14 kabupaten kota untuk melakukan sosialisasi terutama kepada orang tua anak penyandang thalasemia. Kami siap menggencarkan sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap thalasemia,” ujar Lismaryani.
Lismaryani yang juga merupakan Ketua PKK Provinsi Kalbar itu menilai, bahwa banyak para orang tua di Kalbar yang saat ini masih belum mengetahui tentang thalasemia.
“Kita akan turun dan mensosialisasikan thalasemia (penyakit kelainan darah bawaan, red), seperti gejalanya, pencegahannya dan lainnya. Kalau ada keluarga yang menjadi penyandang thalasemia harus segera di screening. Karena thalasemia bukan penyakit menular akan tetapi keturunan,” jelasnya.
Lebih lanjut Lismaryani mengatakan, upaya yang akan dilakukannya sebagai Duta Thalasemia Provinsi Kalbar akan sejalan dengan gerakan PKK Provinsi Kalbar yang digawanginya saat ini.
“Hal ini juga merupakan tugas kami untuk mensejahterakan masyarakat Kalbar, khususnya bidang kesehatan. Upaya yang dilakukan dengan memberikan informasi dan edukasi terkait penyandang thalasemia,” katanya.
Ia juga menyatakan, salah satu upaya untuk memutus mata rantai penderita thalasemia yakni dengan melakukan edukasi dini, screening pada anak usia 15 tahun dan pranikah untuk mencegah kelahiran thalasemia minor.
“Hal ini tidak lepas dari dukungan semua pihak. (Edukasi) ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan pengetahuan masyarakat tentang penyandang thalasemia. Lalu pengharapan masyarakat bersedia menjadi sahabat thalasemia dengan menjadi pendonor darah tetap,” sampainya.
“Lalu inovasi masuk dalam penghargaan Menpan RB Inovasi SiDoremi pendonor darah tetap, dari sahabat thalasemia untuk penyandang thalasemia” pungkasnya.
Gubernur Kalbar, Sutarmidji dalam kesempatan itu menyampaikan, kegiatan pengukuhan yang dirangkai dengan Deklarasi Kolaboratif Deteksi Dini Thalasemia ini juga salah satu kampanye, agar masyarakat dapat memahami apa itu thalasemia dan bagaimana pencegahan dan bagaimana membantu meringankan beban bagi orang tua yang memiliki anak thalasemia.
“Saya mengajak kita semua untuk mensosialisasikan apa itu thalasemia. Dan bagaimana mencegahnya. Jangan sampai penderita semakin banyak, semakin bertambah. Inilah yang harus kita lakukan, terutama nanti kampanyekan di tingkat SMA dan SMK, supaya mereka memahami dan juga menggugah untuk menjadi pendonor tetap,” kata Sutarmidji.
Lebih jauh, Sutarmidji menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Kalbar akan berkolaborasi aktif dalam membantu penanganan thalasemia di Kalbar.
“Harusnya kalau saya satu orang penderita thalasemia itu dia punya bank donor, berisi orang-orang pendonor paling kurang 20 orang. Target saya 20 orang. Jadi satu orang memiliki 20 pendonor tetap untuk dia. Karena kan golongan darahnya berbeda-beda. Itu sudah terus kita upayakan. Sehingga kapanpun diperlukan kita bisa,” katanya.
“Tadi melalui SiDoremi, bisa dipenuhi kebutuhan darahnya. Kemudian tempat transfusi juga dibuat nyaman, sehingga anak-anak tidak merasa itu menjadi beban bagi dia. Tapi seperti rutinitas sehari-hari saja. Ini bisa membawa kebaikan,” tambahnya.
Sutarmidji berharap agar kedepan harus ada penelitian khusus terhadap thalasemia, karena sejauh ini thalasemia belum bisa disembuhkan.
“Bagaimana bisa Ketua POPTI Pusat bilang belum ada yang bisa sembuh, tapi harapan tidak bisa kita pupus. Saya rasa kalau Allah berkehendak semua bisa terjadi. Yang lebih dari itu juga bisa sembuh termasuk thalasemia,” katanya.
“Saya yakin bisa. Ke depan pasti bisa. Selain pencegahan, jangan sampai ada penambahan penyandang thalasemia baru, terutama kita harus bisa memutus mata rantai thalasemia mayor tadi, dengan sosialisasi. Tapi yang tadi penanganan penting juga,” tuntas Sutarmidji.
Sementara itu, Ketua Pusat Yayasan Thalasemia Indonesia, Ruswandi mengaku sangat senang dengan adanya pengukuhan duta thalasemia di Provinsi Kalbar, mengingat sangat pentingnya akan pencegahan penyakit thalasemia ini.
“Ini adalah provinsi pertama yang mempunyai Duta Thalasemia. Juga ada Duta Thalasemia Kotamadya di Bogor. Kita memerlukan seseorang yang bisa menyebarluaskan, mensosialisasikan apa itu thalasemia. Masih banyak masyarakat yang tidak tau thalasemia itu apa,” ucapnya.
Ruswandi mengungkapkan, yayasannya kini telah mempunyai 60 cabang yang tersebar di 26 provinsi di seluruh Indonesia, dengan jumlah penyandang thalasemia mayor lebih dari 11 ribu orang. Dimana jumlah penyandang ini dikatakannya terus bertambah dari waktu ke waktu.
“Kalau kita bicara masalah darah, kita memerlukan darah setiap tahun 25 juta cc. Kalau kantong darah 250 ribu kantong. Kalau dikalikan dengan Rp 360 ribu, tarifnya dari BPJS, itu sudah melebihi hampir Rp 100 miliar setiap tahun–hanya untuk kantong darah,” katanya.
“Semakin lama semakin banyak, karena program pencegahan kita belum berjalan. Ada dari Kemenkes yang dimulai dari ring 1, yaitu keluarga yang suda ada thalasemia. Sementara untuk masyarakat umum belum ada,” terang Ruswandi.
Berdasarkan riset yang sedang dilakukan pihaknya, bahwa jumlah pembawa sifat atau courier di Indonesia sekitar 6 sampai 10% dari total penduduk.
“Biaya thalasemia mayor ini bukan kecil tapi besar. Dan thalasemia di BPJS sudah masuk 5 besar yang menghabiskan dana. Kita harus mulai membuat target zero thalasemia, kita harus berani, tidak usah takut,” katanya.
“Harus kita mulai, apalagi sudah ada duta thalasemia, harus kita sosialisasikan thalasemia ini kepada masyarakat. Thalasemia ini bisa dicegah, memutus mata rantai kelahiran bayi dengan thalasemia mayor. Saya berharap di Kalbar ini kita bisa memulai membuat target zero thalasemia,” pinta Ruswandi.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua POPTI Provinsi Kalbar, Windy Prihastari menyampaikan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan Gubernur Kalbar selama ini, mulai dari memfasilitasi tempat perawatan bagi penyandang thalasemia yang kini tempat itu sudah dianggap menjadi rumah kedua bagi penyandang dan bukan sebagai rumah sakit.
“Para penyandang thalasemia diberikan ruangan khusus untuk melakukan transfusi darah yang rutin dilakukan setiap bulannya. Kemudian bantuan obat-obatan yang tidak tercover di BPJS, termasuk filter blood untuk penyaring darah supaya anak-anak yang selesai transfusi tidak alergi. Karena biasanya habis transfusi darah mengakibatkan alergi bahkan sampai sesak,” terangnya.
Windy turut berharap, dengan keberadaan duta thalasemia di Provinsi Seribu Sungai ini, maka penyakit dan bahkan jumlah penderita thalasemia bisa ditekan kedepannya.
“Dimana thalasemia ada 3 jenis l, yakni minor, intermedia, mayor. Minor itu dibawa dari gen, dan klinis kita tidak tau kalau misalnya dia thalasemia minor. Tapi jangan sampai menikah sama dengan penyandang thalasemia minor, kemungkinan 50 persen thalasemia mayor,” ungkapnya.
Ia menyebutkan, dari 215 penyandang thalasemia yang ada, memiliki kecenderungan ke thalasemia mayor, karena sudah ditangani transfusi satu bulan atau tiga minggu sekali.
“Layanan anak thalasemia ini, kalau di tempat lain, ada yang sudah terpusat oleh POPTI. Cuma yang dapat inovasi hanya di Kalbar “one day care” jadi setelah transfusi boleh pulang,” katanya.
Windy juga sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Gubernur Kalbar dan POPTI Pusat, bahwa sosialisasi dan edukasi terhadap thalasemia harus gencar dilakukan, bahkan bisa dimulai dari jenjang sekolah dan perguruan tinggi.
“Jadi memang untuk mencegah, bisa di usia pra nikah, ketika bertemu sesama penyandang thalasemia, diberi tahu kemungkinan kedepannya bagaimana. Kalau di Jabar sudah mulai dilakukan skrining sebelum menikah dan harus sudah ada kartunya,” kata Windy. (Jau)
Comment