Dampak Bagi Kebhinekaan Indonesia
KalbarOnline, Pontianak – Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Tito Karnavian memberikan kuliah umum di Universitas Tanjungpura Pontianak (Untan, Senin (6/3).
Kuliah umum dengan tema ‘Perkembangan Demokratisasi dan Globalisasi serta Dampaknya Bagi Kebhinekaan di Indonesia’. Rektor Untan Prof. Thamrin Usman, DEA selaku tuan rumah, turut menghadirkan para Rektor Perguruan Tinggi se-wilayah Kalimantan, nampak hadir Rektor Universitas Palangka Raya Prof. Dr. Ferdinand, M.S., Rektor Universitas Lambung Mangkurat Prof.Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc, Rektor Universita Borneo Tarakan Dr. Bambang Widigdo, M.Sc, Rektor Universitas Mulawarman Prof. Dr. H. Masjaya, M.Si, Mahasiswa Untan dan perwakilan dari Perguruan Tinggi di Kalbar, selain itu juga turut hadir Gubernur Kalbar Cornelis, MH, Pangdam XII/Tpr Mayjen (TNI) Andika Perkasa, lengkap hadir Forkopimda Provinsi dan Kota Pontianak, perwakilan Dikti se- Kalimantan serta para Tokoh Masyarakat.
Baca Juga: Mahasiswa Hukum Untan Pertanyakan Beberapa Hal Terkait Kondisi Nasional, Ini Jawaban Kapolri
Sementara itu, pejabat Mabes Polri yang turut hadir As SDM Kapolri Irjen (Pol) Drs. Arief Sulistyanto, M.Si, Kakorlantas Polri Irjen (Pol) Drs. Royke Lumowa, MM, Kadivhumas Polri Irjen (Pol) Drs. Boy Rafli Amar, dan Kapusjarah Polri Brigjen (Pol) Drs. Dadang Hartanto.
Jenderal Tito mengulas tentang perkembangan demokrasi yang mengarah ke demokrasi liberal yang bermakna kebebasan. Kondisi ini menurut Tito harus diantisipasi.
“Hal tersebut perlu kita antisipasi dengan memahami nilai-nilai luhur bangsa yang terdapat dalam pilar bangsa Indonesia yang termuat dalam Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI,” ujar Kapolri di depan mahasiswa.
Baca Juga: Usai Berikan Kuliah Umum, Kapolri Tinjau Bhakti Kesehatan Polri 2017
Masalah kebhinekaan ini, lanjutnya, perlu terus di update, perlu terus di refresh karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang unik, mungkin tidak ada lagi saat ini bangsa lain yang seberagam Bangsa Indonesia.
Keberagaman itu menunjukan Kebhinekaan, misalnya Singkawang yang mewakili Kalbar keamanannya harus tetap terjaga karena cukup sensitif, karena berhubungan dengan keagamaan, masalah ras, momentum yang dianggap sebagai ritual dijadikan modal tahunan tapi sepanjang ritual terus berjalan sampai kapannpun menunjukkan suatu simbol Kebhinekaan dan keragaman di Kalbar tetap terjaga itu poin penting.
Baca Juga: Berikan Kuliah Umum di Auditorium Untan, Kapolri: NKRI Rawan Terjadi Perpecahan
“Kenapa kebinekaan perlu diangkat, karena bangsa kita (Indonesia) adalah bangsa yang sangat beragam, yang penuh dengan perbedaan itu mengandung potensi konflik dari sisi manajemen konflik, teori manajemen konflik mengatakan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan masing-masing berbeda satu dengan lainnya, kelompok manusia tekecil ada dua orang kalau satu orang itu bukan kelompok , kelompok terkecil terkuat adalah hubungan darah tapi dalam praktek sudah bergabung lagi unsur lagi perbedaan agama, suku makin mudah mencabik bangsa ini, padahal bangsa ini didirikan diatas semua perbedaan itu,” tuturnya.
“Kita melihat bahwa dalam manajemen konflik, kalau kita ingin membuat suatu kelompok menjadi solid maka teori adalah bagaimana bisa mengidentifikasi apa saja perbedaan kepentingan dalam kelompok itu dan apa saja persamaan kepentingan, moment inters , jika kita membuat solid maka kepetingan yang sama bisa dinaikan ekspos secara besar-besaran berbagai kegiatan sebaliknya jika ingin membuat solid semua perbedaan kepentingan direduksi, kurangi, direndahkan, di hilangkan minimalisir, sehingga yang terjadi adalah kita menyanyikan lagu Indonesia raya salah satu teknik untuk membuat kita solid dalam satu ruangan ini dalam satu bangsa,” paparnya.
Baca Juga: Lakukan Kunjungan Kerja di Pontianak, Berikut Agenda Kapolri
Sebaliknya, lanjutnya, jika ingin membuat komunitas menjadi solid maka semua perbedaan disatukan, kalau ingin memecah maka semua perbedaan kepentingan di ekspolitasi dan kemudian persamaannya jangan sampai dimunculkan direduksi.
Kita melihat bahwa dengan kebinekaan kita ini yang sangat beragam, Indonesia dari 1928 semua sudah mengeluarkan deklarasi untuk menyatukan dalam satu kesatuan jauh dari sebelum merdeka Indonesia berbangsa satu, berbahasa satu, bertanah air satu Indonesia dan 1945 di deklarasi kita memiliki persamaan yaitu kepentingan kesamaan ingin merdeka, sehingga kita merasa bersatu diatas semua perbedaan semenjak Indonesia berdiri, 71 tahun menjelang 72 kita bisa survive karena kita mampu menyatukan diri diatas semua perbedaan dibawah ideologi pancasila dan kerangka NKRI dan konsep Bhineka tunggal Ika dan Konstitusi UUD 1945.
“Persoalan menjadi masalah sekarang apakah Kebhinekaan ini dapat kita jaga dan bagaimana menjaganya, karena kalau tidak dijaga maka semuanya empat pilar NKRI mungkin hanya tinggal nama, Negara Kesatuan Indonesia ini harus dikelola,” tukasnya.
Tantangan saat ini sangat dinamis, karena itu harus terus mengupdate perkembangan informasi, untuk mengidentifikasi apa saja potensi yang dapat merobek Kebhinekaan, dan tetap berusaha untuk mengatasinya.
“Yang pertama tantangan internal, dan kedua tantangan eksternal, tantangan internal yang paling utama, setelah 71 tahun Indonesia merdeka, kita, melihat bahwa struktur demografi masyarat kita masih berbentuk piramida, dimana ada high class kecil, middle class kecil atau sedang, dan low classnya masih sangat besar,” ungkapnya.
Ia menuturkan, kampus sebagai wadah berkumpulnya kaum intelektual diharapkan memberikan sumbangan pemikiran dan inovasi dalam mempercepat kemajuan bangsa. Mahasiswa harus dapat melahirkan terobosan kreatif yang dapat mendukung pembangunan nasional
“Adik-adik mahasiswa harus dapat menjadi agent of change dengan memberikan pemikiran yang cerdas untuk memberikan kontribusi positif untuk kemajuan bangsa,” tandasnya.
“Mari kita jaga NKRI kita, kita tidak ingin bangsa kita menjadi bangsa yang terpecah-pecah. Polri siap bekerja sama dengan adik mahasiswa, sehingga energinya mendapat saluran yang positif,” pungkas Tito. (Fai)
Comment