Mempawah    

Mengenal Lebih Dekat ‘Tundang’, Kesenian Asli Kalimantan Barat

Oleh : Jauhari Fatria
Senin, 21 Januari 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline,

Mempawah – Tundang merupakan akronim atau

kependekan dari ‘pantun dan gendang’ yang merupakan kesenian tradisional asli Kalimantan

Barat. Tak ada catatan khusus dari mana asal-muasal munculnya Tundang, apakah

dari Melayu kepulauan atau Melayu pesisir.

Namun dari berbagai literasi yang berhasil

KalbarOnline himpun, tundang merupakan karya seni yang pertama

kali pada tahun 1992 oleh Eddy Ibrahim yang merupakan pimpinan grup Tundang

Mayang Sanggar Pusaka yang bermarkas di Desa Sungai Burung, Kecamatan

Segedong, Kabupaten Mempawah.

Di Kabupaten Mempawah sendiri hanya ada 3

sanggar yang mengasuh kesenian Tundang ini.

Tundang Mayang Sanggar Pusaka pimpinan Eddy

Ibrahim, Tundang Musdatun pimpinan Basuni yang berada di Desa Sungai Burung, Kecamatan

Segedong serta Tundang Sanggar Bintang Akilah, Desa Parit Bugis, Kecamatan Segedong

yang dipimpin Abdul Gani Mahdi.

Kesenian Tundang sejatinya merupakan seni

yang disampaikan lewat lisan dalam bentuk pantun diiringi dengan gendang dan

alat musik lainnya seperti beduk, biola, gong dan gentongan.

Kesenian tundang ini pada dasarnya memang harus

menggunakan alat musik tradisional dan pada saat penampilan, pantun yang diiramakan

menjadi sebuah lirik lagu atau syair biasanya sesuai dengan keadaan ataupun

suasana di sekitar.

Satu diantara 3 sanggar Tundang tersebut,

KalbarOnline berkesempatan mendatangi Tundang Sanggar Bintang Akilah yang berada

di Desa Parit Bugis, Kecamatan Segedong. Sanggar ini diketahui sampai sekarang masih

dalam pengembangan Dinas Pariwisata Kabupaten Mempawah.

Pimpinan Tundang Sanggar Bintang Akilah,

Abdul Gani Mahdi mengatakan bahwa lagu yang dinyanyikan boleh berupa suasana

ataupun kondisi dimana saat tampil.

“Jadi kalau mau tampil di suatu tempat

ataupun acara, kita boleh berpantun seperti dimana bumi dipijak disitulah langit

dijunjung,” ujar Gani dengan logat Melayunya yang sangat kental.

Tundang Sanggar Bintang Akilah sendiri

berdiri sejak tahun 2007, namun sebelum mendapatkan Sanggar secara resmi, Tundang

Bintang Akilah sudah terbentuk sebelumnya yaitu pada tahun 2001.

“Sebenarnye Tundang ini sudah saya dirikan

pada tahun 2001,tapi belum dapat sanggar secara resmi. Setelah enam tahun berdirinya

Tundang ini, barulah di tahun 2007 Sanggar diresmikan dan bernama Sanggar Bintang

Akilah,” jelasnya.

Pemberian nama Bintang Akilah sendiri, dikatakan

Gani, sarat akan makna. Akilah sendiri yang merupakan singkatan dari ‘amanahku

indah lambang anugerah’, sedangkan bintang sendiri bermakna cahaya yang indah.

Sehinga makna dari Bintang Akilah dapat disimpulkan

sebagai amanahku indah lambang anugerah yang bercahaya seperti bintang yang tak

pernah padam.

“Bintang Akilah itu sebenarnya ada maknanya,

amanahku indah lambang anugerah. Sehingga saya berharap generasi muda agar

selalu memegang amanah sebagai lambang anugerah serta bercahaya seperti bintang,”

pungkasnya.

Kesenian ini juga mendapat dukungan dari

Pemerintah Desa setempat. Kepala Desa Parit Bugis, Husein M. Nasir menyatakan

sangat mendukung penuh semua kegiatan kesenian yang ada di desanya satu

diantaranya adalah kesenian Tundang ini.

Hal tersebut diakui pula oleh pimpinan Tundang

Sanggar Bintang Akilah, Gani. Dirinya tak lupa mengucapkan terima kasihnya kepada

Kades Parit Bugis.

Dukungan dari Pemerintah Desa, diungkap

Gani, diberikan melalui bantuan finansial terhadap seluruh kesenian yang ada di

Desa Parit Bugis.

Beruntungnya kesenian tradisional ini

mendapat perhatian pemerintah dengan harapan kesenian asli Kalbar ini tak

hilang ditelan zaman. (Fai)

Artikel Selanjutnya
Camat Muara Pawan Upayakan Renovasi RTLH Milik Warga Tanjung Pasar
Minggu, 20 Januari 2019
Artikel Sebelumnya
Kantor BKPSDM Ketapang Terbakar
Minggu, 20 Januari 2019

Berita terkait