Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Rabu, 05 Agustus 2020 |
KalbarOnline.com – Pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal II (Q2) 2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen.
Kondisi ini merupakan yang pertama sejak kuartal 1 1999 atau era Presiden B.J. Habibie. Saat itu, ekonomi Indonesia tercatat minus 6,13 persen.
“Pertumbuhan kuartal II 2020 ini terkontraksi 5,32 persen. Kalau melacak lagi kepada pertumbuhan ekonomi secara kuartal, kontraksi 5,32 persen merupakan yang terendah sejak kuartal I 1999,” ungkap Kepala BPS Suhariyanto dalam video conference, Rabu (5/8/2020).
Suhariyanto menjabarkan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 juga berbanding terbalik dengan kuartal II 2019 yang masih tumbuh 5,05 persen. Begitu pula jika dibandingkan dengan kuartal I 2020 yang masih tumbuh meski anjlok sebesar 2,97 persen.
“Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 alami kontraksi 5,32 persen dan kumulatif semester I 2020 kontraksi 1,26 persen,” katanya.
Pertumbuhan ekonomi Q2 2020 ini disebabkan oleh kontraksi di berbagai komponennya. Dari komponen pengeluaran misalnya. Konsumsi rumah tangga yang memiliki porsi 57,85 persen dari PDB tumbuh minus 5,51 persen.
Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB) atau indikator investasi yang menyumbang 30,61 persen dari PDB juga minus 8,61 persen. Ekspor yang memegang porsi 15,69 persen PDB tumbuh minus 11,66 persen. Impor dengan porsi 15,52 persen tumbuh minus 16,96 persen.
Konsumsi pemerintah dengan porsi 8,67p persen dari PDB tumbuh minus 6,9 persen. Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) dengan porsi 1,36 persen tumbuh minus 7,76 persen.
Pada Q2 2020, BPS juga mencatat sebagian besar sektor mengalami pertumbuhan negatif. Beberapa yang masih positif antara lain informasi dan komunikasi, jasa keuangan, pertanian, real estate, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan pengadaan air.
Pengumuman BPS ini juga mengonfirmasi kontraksi Q2 2020 lebih dalam dari prediksi Kemenkeu di kisaran minus 3,8 persen. Realisasi ini juga lebih buruk dari batas bawah prediksi Kemenkeu di angka minus 5,1 persen.
Situasi ini sejalan dengan ekonomi di negara lain yang juga mengalami kontraksi pada kuartal II 2020. Uni Eropa misalnya, ekonominya minus hingga 14,4 persen, kemudian, ekonomi Amerika Serikat (AS) pada kuartal II 2020 minus 9,5 persen, Singapura minus 12,6 persen, Korea Selatan minus 2,9 persen, dan Hong Kong minus 9 persen. [rif]
KalbarOnline.com – Pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal II (Q2) 2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen.
Kondisi ini merupakan yang pertama sejak kuartal 1 1999 atau era Presiden B.J. Habibie. Saat itu, ekonomi Indonesia tercatat minus 6,13 persen.
“Pertumbuhan kuartal II 2020 ini terkontraksi 5,32 persen. Kalau melacak lagi kepada pertumbuhan ekonomi secara kuartal, kontraksi 5,32 persen merupakan yang terendah sejak kuartal I 1999,” ungkap Kepala BPS Suhariyanto dalam video conference, Rabu (5/8/2020).
Suhariyanto menjabarkan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 juga berbanding terbalik dengan kuartal II 2019 yang masih tumbuh 5,05 persen. Begitu pula jika dibandingkan dengan kuartal I 2020 yang masih tumbuh meski anjlok sebesar 2,97 persen.
“Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 alami kontraksi 5,32 persen dan kumulatif semester I 2020 kontraksi 1,26 persen,” katanya.
Pertumbuhan ekonomi Q2 2020 ini disebabkan oleh kontraksi di berbagai komponennya. Dari komponen pengeluaran misalnya. Konsumsi rumah tangga yang memiliki porsi 57,85 persen dari PDB tumbuh minus 5,51 persen.
Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB) atau indikator investasi yang menyumbang 30,61 persen dari PDB juga minus 8,61 persen. Ekspor yang memegang porsi 15,69 persen PDB tumbuh minus 11,66 persen. Impor dengan porsi 15,52 persen tumbuh minus 16,96 persen.
Konsumsi pemerintah dengan porsi 8,67p persen dari PDB tumbuh minus 6,9 persen. Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) dengan porsi 1,36 persen tumbuh minus 7,76 persen.
Pada Q2 2020, BPS juga mencatat sebagian besar sektor mengalami pertumbuhan negatif. Beberapa yang masih positif antara lain informasi dan komunikasi, jasa keuangan, pertanian, real estate, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan pengadaan air.
Pengumuman BPS ini juga mengonfirmasi kontraksi Q2 2020 lebih dalam dari prediksi Kemenkeu di kisaran minus 3,8 persen. Realisasi ini juga lebih buruk dari batas bawah prediksi Kemenkeu di angka minus 5,1 persen.
Situasi ini sejalan dengan ekonomi di negara lain yang juga mengalami kontraksi pada kuartal II 2020. Uni Eropa misalnya, ekonominya minus hingga 14,4 persen, kemudian, ekonomi Amerika Serikat (AS) pada kuartal II 2020 minus 9,5 persen, Singapura minus 12,6 persen, Korea Selatan minus 2,9 persen, dan Hong Kong minus 9 persen. [rif]
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini