Nasional    

Kumpulan Sajak Kiki Sulistyo

Oleh : Redaksi KalbarOnline
Minggu, 23 Agustus 2020
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar


Perahu Mentaram

perahu dikayuh di langit kota

Mentaram, udara asam menyala

tajam derit pintu membangunkan

burung-burung piatu, kehilangan ibu,

pohon-pohon yang tenggelam dalam

hutan beton dan hujan karbon

ibadah belanja, sembahyang komuni

di kedai-kedai kopi, riuh musik menitik

menjadi bintik surga di pipi remaja

berpendar sampai ketinggian, sampai

bintang-bintang muram, perlahan padam

perahu karam ketika tersaput sinar bulan

karam di atap gedung perkantoran, suram

seperti nisan bagi malam, Mentaram, makam

para pejalan, para petani, pengungsi, dan

seorang pengayuh perahu yang kini sendiri

meniru bunyi burung, nyanyi murung

dalam sangkar besi

2020


Kijang Mentaram

setelah jembatan, jalan akan jembar

hutan dengan kijang-kijang jantan

terhampar di hadapan, ini Mentaram

dalam demam berkepanjangan

antara beringin dan pohon-pohon asam

bayang-bayang penindasan menyusun

ruang, seorang panjak melihat jejak prajurit

seperti tajam derit, membuka pintu penjara

lalu sebuah puri basah oleh jerit seorang putri

orang-orang Belanda mencari Negarakertagama

sebelum proklamasi dan peta provinsi digaris

di atas tulang-tulang agraris, udara pun amis

seorang militer tua dengan kacamata hitam

seperti kamp kerja paksa, bicara, ”kota ini

terus berkembang, masyarakat sejahtera,

piala adipura melapangkan jalan menuju surga”

demam masih panjang, jembatan sudah hilang

kijang-kijang mengeras di seragam dinas…

2020


Madu Sumbawa

madu Sumbawa, serupa emas likuida

emas bulan cemas akan kehilangan

ketika kecil bara api memijat kulit kaki

setelah dewasa bara yang sama menyala

di lisannya

Sumbawa yang manis, dari sabana kuda-kuda

melesat ke udara, angin pelabuhan mengurapi

rambutnya, ketika remaja nyanyi burung gili

mempertinggi tiang lazuardi; di sini dilepaskannya

bunyi serupa, agar bagiku terbuka pintu diwana.

dari pintu itu kulihat lebah-lebah mengarungi

cakrawala, menyimpan kelenjarnya dalam tabung dunia,

lalu menetas ciuman, yang di dalamnya jarum cahaya

membutakan lidah, membatukan lisan yang ingin

benar melafal cinta.

2020


KIKI SULISTYO

lahir di Kota Ampenan, Lombok. Meraih Kusala Sastra Khatulistiwa 2017 untuk kumpulan puisi Di Ampenan, Apalagi yang Kau Cari? (Basabasi, 2017) dan Buku Puisi Terbaik Tempo 2018 untuk Rawi Tanah Bakarti (Diva Press, 2018). Kumpulan puisinya yang terbaru berjudul Dinding Diwani (Diva Press, 2020).

Artikel Selanjutnya
Penjelasan City Mall Ketapang Setelah 23 Karyawannya Positif Covid-19
Minggu, 23 Agustus 2020
Artikel Sebelumnya
Menyalip Dua Rider di Tikungan Terakhir, Oliveira Juara Superdramatis
Minggu, 23 Agustus 2020

Berita terkait