KalbarOnline.com – Anggota DPR RI Fadli Zon ikut mengomentari informasi terkait perbedaan data tentang jumlah dokter meninggal akibat Covid-19, antara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Dalam unggahan lewat akunnya di Twitter, Fadli Zon secara tegas lebih percaya data IDI yang menyebut sudah 100 orang dokter yang meninggal dibanding data Kemenkes yang konon baru 30 orang. “Saya lebih percaya data IDI ketimbang data (katanya) @KemenkesRI,’ tulis @fadlizon seperti dikutip Fajar.co.id (Jawa Pos Group), Selasa (8/9).
Menurut Wakil ketua umum Partai Gerindra ini, masalah data jumlah dokter meninggal ini penting dan serius untuk disikapi. “Ini soal serius, IDI mengatakan dokter yang gugur ada 100, @KemenkesRI 30. Perlu segera klarifikasi Menkes,” tegas Fadli.
Dia pun menyampaikan pandangan bahwa sejak awal pihak Kemenkes sering memberikan informasi yang tidak jelas. “Dari awal Menkes bicara tak jelas dan misleading sehingga kita tak siap antisipasi Covid-19,” pungkas Fadli.
Kelelahan
Diketahui, nasib para dokter yang harus gugur satu persatu menghadapi pasien Covid-19. Tak hanya tertular, mereka juga kelelahan atau burnout. Jumlah yang semakin menipis tersebut membuat dokter dan tenaga kesehatan lainnya kewalahan menangani lonjakan pasien. Lalu apa yang membuat dokter kelelahan?
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB menjelaskan faktor Burnout atau kelelahan dialami para dokter dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurutnya para dokter bisa tertular atau terinfeksi karena 3 hal yaitu jumlah virusnya, lingkungan, hingga daya tahan tubuh.
“Infeksi itu terjadi karena 3 hal. Pertama yakni jumlah virusnya, atau transmisi lokal dan antar manusia cukup tinggi di masyarakat kita. Kedua adalah lingkungan, ventilasi yang tak baik dan sebagainya. Ketiga, adalah daya tahan tubuh,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Jumat (4/9).
Menurut dr. Ari, kelelahan di tempat bekerja juga dipengaruhi oleh faktor stres. Lalu semakin parah jika berhubungan dengan penyakit komorbid. “Memang komorbid itu faktor juga, tapi yang utama itu adalah kelelahan.
Banyak dokter kami, alumni kami, Beliau sehat selama ini tetapi menjadi korban. Situasi ini begitu merisaukan kami semua kalangan medis,” jelasnya.
Hasilkan Satu Dokter Butuh Belasan Tahun
Ketika rumah sakit atau pasien kekurangan alat medis dan obat, barangkali masih bisa mengimpor dari negara lain. Akan tetapi jika Indonesia sudah kekurangan SDM yakni dokter dan tenaga kesehatan, waktu untuk memproduksi mereka begitu lama.
“Ada juga yang bilang kami ini penjaga terakhir. Ada 105 dokter meninggal dan tiap hari 1 dokter. Tentu masalah SDM jadi masalah buat kita. Sebab butuh bertahun-tahun produksi satu dokter. Harus belasan tahun untuk menghasilkan dokter. Sekolahnya 5,5 tahun, belum internship, lalu ambil spesialis, bisa 11 tahun. Negara sudah butuh dokter,” tukasnya.
Menurut dr. Ari, harus ada pengaturan beban kerja buat para dokter. Bukan hanya jumlah dokter yang ditambah, tetapi yang menjadi catatan adalah jumlah kasus yang harus dikurangi. Masyarakat diminta sadar untuk tidak abai protokol kesehatan.
“Yang penting juga jumlah kasus harus dikurangi. Bagaimana pencegahan harus intensif dilakukan. Masif dilakukan. Jumlah kami makin terbatas, ini lebih parah dari Maret dan April situasinya,” jelasnya.
Comment