Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Rabu, 23 September 2020 |
KalbarOnline.com – Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) Indonesia, Laksamana Madya TNI Amarulla Octavian mengatakan, diperlukan pembenahan internal dalam memahami pentingnya kesadaran penguasaan wilayah maritim. Karena hal itu bukan sekedar kawasan laut saja, namun juga ruang udara di atasnya.
“Kita menyebutnya MDA atau Maritime Domain Awareness yang awalnya dikembangkan oleh militer Amerika Serikat (AS), ” ujar Amarulla pada saat menjadi pembicara di webinar bertajuk “Paradigma Baru Maritime Domain Awareness Indonesia” yang digelar dalam rangka memperingati Hari Maritim Nasional 2020, Rabu (23/9).
Pada acara itu, hadir juga Dirut PT. Pendidikan Maritim dan Logistik Indonesia Chiefy Adi Kusmargono, Direktur Nasional Maritime Institute Siswanto Rusdi, dan Dosen Departemen Sejarah Universitas Indonesia (UI) Bondan Kanumoyoso.
Amarulla menjelaskan, MDA itu pada intinya adalah aktivitas militer mengumpulkan informasi dan intelijen dari berbagai sumber yang selanjutnya diolah untuk menghasilkan operasi demi kepentingan pengamanan maritimnya. Karena lewat MDA pula, militer AS bisa melakukan operasi-operasinya demi mengamankan kepentingan politik mereka di seluruh dunia.
“Indonesia sendiri memiliki wilayah lautan yang luas. Laut juga menjadi tempat pertemuan kepentingan antar berbagai pihak, baik dalam wadah kerjasama maupun konflik,” ujar Amarulla.
Namun, yang menjadi masalahnya adalah bangsa Indonesia masih kurang lengkap dalam memahami situasi dan kondisi soal kemaritiman.
“Karena itu dibutuhkan kesadaran untuk melakukan pembenahan internal dalam kehidupan mendasar Bangsa Indonesia untuk mengakui jatidiri sebagai Bangsa Maritim,” kata Amarulla.
Lebih lanjut, Amarulla mengatakan, selama ini memang MDA identik dengan penggunaan teknologi yang terkait dengan penginderaan dan pertukaran informasi. Namun aslinya, ada sisi lain yaitu MDA membutuhkan ”pembenahan” yang bersifat non-fisik.
Karena itulah, Amarulla mengusulkan lahirnya paradigma baru MDA, yang semula ditujukan semata menjamin keamanan dari segala bentuk ancaman keamanan maritim, menjadi ditujukan juga untuk keselamatan dan perlindungan.
“Jadi keselamatan bernavigasi dan perlindungan ekosistem kelautan juga harus menjadi fokus MDA. Sebagai satu kesatuan yang utuh mulai dari ruang laut hingga ruang udara di atas laut,” pungkasnya.
Sementara itu, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa laut adalah halaman depan NKRI. Doktrin Indonesia sebagai poros maritim dunia telah mendorong bagaimana paradigma negara kelautan tersebut selain memiliki akar historis, dan kultural yang kuat.
“Ini juga membuka ruang bagi kepemimpinan Indonesia bagi dunia melalui pendayagunaan seluruh faktor geopolitik sebagai negara maritim-kepulauan terbesar di dunia,” ujar Hasto yang juga merupakan mahasiswa program doktoral Universitas Pertahanan.
Menurut Hasto, sudah tepat bangsa ini terus menggelorakan semangat Jalesveva Jayamahe (Jaya di laut, Jaya di Laut). Sebab, sudah saatnya Indonesia sebagai titik temu dan sintesa peradaban dunia mengedepankan konsepsi kedaulatan politik dan ekonomi dengan mendayagunakan seluruh sumber daya maritim.
KalbarOnline.com – Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) Indonesia, Laksamana Madya TNI Amarulla Octavian mengatakan, diperlukan pembenahan internal dalam memahami pentingnya kesadaran penguasaan wilayah maritim. Karena hal itu bukan sekedar kawasan laut saja, namun juga ruang udara di atasnya.
“Kita menyebutnya MDA atau Maritime Domain Awareness yang awalnya dikembangkan oleh militer Amerika Serikat (AS), ” ujar Amarulla pada saat menjadi pembicara di webinar bertajuk “Paradigma Baru Maritime Domain Awareness Indonesia” yang digelar dalam rangka memperingati Hari Maritim Nasional 2020, Rabu (23/9).
Pada acara itu, hadir juga Dirut PT. Pendidikan Maritim dan Logistik Indonesia Chiefy Adi Kusmargono, Direktur Nasional Maritime Institute Siswanto Rusdi, dan Dosen Departemen Sejarah Universitas Indonesia (UI) Bondan Kanumoyoso.
Amarulla menjelaskan, MDA itu pada intinya adalah aktivitas militer mengumpulkan informasi dan intelijen dari berbagai sumber yang selanjutnya diolah untuk menghasilkan operasi demi kepentingan pengamanan maritimnya. Karena lewat MDA pula, militer AS bisa melakukan operasi-operasinya demi mengamankan kepentingan politik mereka di seluruh dunia.
“Indonesia sendiri memiliki wilayah lautan yang luas. Laut juga menjadi tempat pertemuan kepentingan antar berbagai pihak, baik dalam wadah kerjasama maupun konflik,” ujar Amarulla.
Namun, yang menjadi masalahnya adalah bangsa Indonesia masih kurang lengkap dalam memahami situasi dan kondisi soal kemaritiman.
“Karena itu dibutuhkan kesadaran untuk melakukan pembenahan internal dalam kehidupan mendasar Bangsa Indonesia untuk mengakui jatidiri sebagai Bangsa Maritim,” kata Amarulla.
Lebih lanjut, Amarulla mengatakan, selama ini memang MDA identik dengan penggunaan teknologi yang terkait dengan penginderaan dan pertukaran informasi. Namun aslinya, ada sisi lain yaitu MDA membutuhkan ”pembenahan” yang bersifat non-fisik.
Karena itulah, Amarulla mengusulkan lahirnya paradigma baru MDA, yang semula ditujukan semata menjamin keamanan dari segala bentuk ancaman keamanan maritim, menjadi ditujukan juga untuk keselamatan dan perlindungan.
“Jadi keselamatan bernavigasi dan perlindungan ekosistem kelautan juga harus menjadi fokus MDA. Sebagai satu kesatuan yang utuh mulai dari ruang laut hingga ruang udara di atas laut,” pungkasnya.
Sementara itu, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa laut adalah halaman depan NKRI. Doktrin Indonesia sebagai poros maritim dunia telah mendorong bagaimana paradigma negara kelautan tersebut selain memiliki akar historis, dan kultural yang kuat.
“Ini juga membuka ruang bagi kepemimpinan Indonesia bagi dunia melalui pendayagunaan seluruh faktor geopolitik sebagai negara maritim-kepulauan terbesar di dunia,” ujar Hasto yang juga merupakan mahasiswa program doktoral Universitas Pertahanan.
Menurut Hasto, sudah tepat bangsa ini terus menggelorakan semangat Jalesveva Jayamahe (Jaya di laut, Jaya di Laut). Sebab, sudah saatnya Indonesia sebagai titik temu dan sintesa peradaban dunia mengedepankan konsepsi kedaulatan politik dan ekonomi dengan mendayagunakan seluruh sumber daya maritim.
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini