Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Jumat, 02 Oktober 2020 |
KalbarOnline.com – Hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok diprediksi belum bisa berdamai dalam waktu dekat. Bahkan bisa berlangsung lebih lama hingga beberapa dekade dan tetap dalam situasi perang dingin.
“AS dan Tiongkok memiliki nilai-nilai yang bertentangan dan pada akhirnya akan tergelincir ke dalam perang dingin baru dalam beberapa dekade mendatang,” kata seorang analis Tiongkok dari Fitch Solutions, Darren Tay.
“Dengan perang dingin baru, akan ada perjuangan habis-habisan, mungkin generasi yang panjang, ekonomi global, militer dan ideologis,” tambahnya seperti dilansir dari CNBC, Kamis (1/10).
Menurut Darren, situasi tersebut dapat menyebabkan percabangan sebagian besar dunia menjadi blok pro-AS dan blok pro-Tiongkok. Dan, sejumlah negara terjebak di antaranya.
“Perpecahan antara dua ekonomi terbesar dunia kemungkinan akan memaksa negara-negara Asia Tenggara untuk memihak, meski mereka ingin menjadi pragmatis dan tetap bersahabat dengan kedua negara selama mungkin,” ungkapnya.
“Berada di Asia, tarikan dari gravitasi Tiongkok dalam hal ukuran dan pengaruhnya akan sulit untuk ditolak,” kata Darren dalam seminar virtual Asia Macroeconomic Quarterly Update.
Darren menjelaskan apa yang dia maksud dengan perselisihan ideologis antara AS dan Tiongkok. Dia merujuk pada memo Partai Komunis Tiongkok yang diedarkan pada 2013 yang mengidentifikasi demokrasi konstitusional dan kebebasan pers sebagai ancaman terhadap otoritas partai. Dia menunjukkan bahwa itu yang dianggap Barat sebagai nilai-nilai universal.
Dia mengatakan sektor teknologi telah menjadi medan pertempuran bagi AS dan Tiongkok, dan kemungkinan akan melihat perpecahan terbesar jika hubungan tidak membaik.
Dalam beberapa bulan terakhir, Washington semakin mempersulit Huawei untuk membeli semikonduktor yang dibutuhkan untuk memproduksi produknya. Pemerintahan Trump juga telah mencoba untuk menghapus aplikasi berbagi video dari Tiongkok yakni TikTok dari toko aplikasi AS, meski pengadilan AS akhirnya memblokir perintah itu untuk sementara.
Hanya saja, langkah-langkah kebijakan luar negeri yang agresif seperti daftar hitam dan larangan oleh kedua belah pihak tidak akan menjadi satu-satunya hal yang merusak hubungan keduanya.
“Sangat mudah untuk membayangkan konsumen Amerika yang tidak mempercayai perusahaan teknologi Tiongkok untuk berhati-hati dalam menjaga privasi mereka, dan untuk konsumen Tiongkok terkait dengan perusahaan teknologi AS,” katanya.
Kondisi saling boikot itu sangat mungkin terjadi jika hubungan AS-Tiongkok terus memburuk dan muncul semakin banyak ketidakpercayaan. Tidak hanya antara pemerintah tetapi antara rakyat dari dua kekuatan besar dunia tersebut.
Konsumen dari kedua belah pihak tampaknya sudah memboikot produk satu sama lain. Itu karena nasionalisme meningkat setelah pandemi virus Korona muncul. Sebuah laporan dari Deutsche Bank Research pada Mei mengatakan bahwa sebuah survei menemukan 41 persen orang Amerika tidak akan membeli produk Made in China lagi. Sementara 35 persen orang Tiongkok tidak akan membeli barang Made in USA.
KalbarOnline.com – Hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok diprediksi belum bisa berdamai dalam waktu dekat. Bahkan bisa berlangsung lebih lama hingga beberapa dekade dan tetap dalam situasi perang dingin.
“AS dan Tiongkok memiliki nilai-nilai yang bertentangan dan pada akhirnya akan tergelincir ke dalam perang dingin baru dalam beberapa dekade mendatang,” kata seorang analis Tiongkok dari Fitch Solutions, Darren Tay.
“Dengan perang dingin baru, akan ada perjuangan habis-habisan, mungkin generasi yang panjang, ekonomi global, militer dan ideologis,” tambahnya seperti dilansir dari CNBC, Kamis (1/10).
Menurut Darren, situasi tersebut dapat menyebabkan percabangan sebagian besar dunia menjadi blok pro-AS dan blok pro-Tiongkok. Dan, sejumlah negara terjebak di antaranya.
“Perpecahan antara dua ekonomi terbesar dunia kemungkinan akan memaksa negara-negara Asia Tenggara untuk memihak, meski mereka ingin menjadi pragmatis dan tetap bersahabat dengan kedua negara selama mungkin,” ungkapnya.
“Berada di Asia, tarikan dari gravitasi Tiongkok dalam hal ukuran dan pengaruhnya akan sulit untuk ditolak,” kata Darren dalam seminar virtual Asia Macroeconomic Quarterly Update.
Darren menjelaskan apa yang dia maksud dengan perselisihan ideologis antara AS dan Tiongkok. Dia merujuk pada memo Partai Komunis Tiongkok yang diedarkan pada 2013 yang mengidentifikasi demokrasi konstitusional dan kebebasan pers sebagai ancaman terhadap otoritas partai. Dia menunjukkan bahwa itu yang dianggap Barat sebagai nilai-nilai universal.
Dia mengatakan sektor teknologi telah menjadi medan pertempuran bagi AS dan Tiongkok, dan kemungkinan akan melihat perpecahan terbesar jika hubungan tidak membaik.
Dalam beberapa bulan terakhir, Washington semakin mempersulit Huawei untuk membeli semikonduktor yang dibutuhkan untuk memproduksi produknya. Pemerintahan Trump juga telah mencoba untuk menghapus aplikasi berbagi video dari Tiongkok yakni TikTok dari toko aplikasi AS, meski pengadilan AS akhirnya memblokir perintah itu untuk sementara.
Hanya saja, langkah-langkah kebijakan luar negeri yang agresif seperti daftar hitam dan larangan oleh kedua belah pihak tidak akan menjadi satu-satunya hal yang merusak hubungan keduanya.
“Sangat mudah untuk membayangkan konsumen Amerika yang tidak mempercayai perusahaan teknologi Tiongkok untuk berhati-hati dalam menjaga privasi mereka, dan untuk konsumen Tiongkok terkait dengan perusahaan teknologi AS,” katanya.
Kondisi saling boikot itu sangat mungkin terjadi jika hubungan AS-Tiongkok terus memburuk dan muncul semakin banyak ketidakpercayaan. Tidak hanya antara pemerintah tetapi antara rakyat dari dua kekuatan besar dunia tersebut.
Konsumen dari kedua belah pihak tampaknya sudah memboikot produk satu sama lain. Itu karena nasionalisme meningkat setelah pandemi virus Korona muncul. Sebuah laporan dari Deutsche Bank Research pada Mei mengatakan bahwa sebuah survei menemukan 41 persen orang Amerika tidak akan membeli produk Made in China lagi. Sementara 35 persen orang Tiongkok tidak akan membeli barang Made in USA.
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini