Legislator PKS Sebut Pemabuk Biang Kerok Gangguan Sosial di Masyarakat

KalbarOnline.com – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini sudah dalam keadaan darurat minuman beralkohol (minol). Sehingga, menurutnya munculnya Rancangan Undang-undang (RUU) Larangan Minol sangatlah tepat bagi bangsa Indonesia ini.

IKLANSUMPAHPEMUDA

Bukhori merujuk hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Kemenkes, jumlah remaja yang mengonsumsi minol masih di angka 4,9 persen. Selain itu, menurut data WHO pada 2011 menunjukkan, dari sebanyak 2,5 juta penduduk dunia yang meninggal akibat alkohol, sekitar 9 persen diantaranya adalah penduduk berusia 15-29 tahun atau usia produktif.

“Kita membutuhkan pendekatan yang lebih progresif untuk menyelamatkan masa depan bangsa dari dampak merusak minol. Sebab, model regulasi yang ada saat ini hanya bertumpu pada pendekatan pengendalian semata. Sehingga terbukti gagal bila mengacu pada data yang menunjukkan sekitar 58 persen tindakan kriminal di Indonesia dipicu oleh minuman beralkohol,” ujar Bukhori kepada wartawan, Sabtu (14/11).

“Ironisnya, sekitar 14,4 juta remaja di Indonesia telah teridentifikasi sebagai pengonsumsi minol. Artinya, bonus demografi yang kelak kita peroleh di kemudian hari, juga dibayangi oleh bahaya minuman beralkohol yang mengintai generasi usia produktif kita bila tidak ada perhatian serius yang melarang minuman beralkohol,” tambahnya.

Baca Juga :  Sutarmidji Usulkan Minol dengan Kadar Alkohol 20-55 Persen Dilarang Total

Anggota Komisi VIII DPR ini menilai, sebagai makhluk berakal, secara fitrah, dirinya menolak minuman beralkohol, kecuali dalam keadaan tertentu. Alasannya, minuman yang memabukkan sekurang-kurangnya akan memberikan tiga dampak negatif.

Pertama buruk bagi kesehatan. Minol bisa mengakibatkan kerusakan hati, ginjal, gangguan jantung, bahkan kelemahan kognitif bagi anak di kemudian hari bila dikonsumsi oleh Ibu hamil. Kedua, adalah dampak psikis. “Antara lain, gangguan daya ingat dan kemampuan berbahasa, serta perubahan kepribadian ke arah destruktif,” katanya.

Ketiga adalah dampak sosial. Menurut Bukhori, para pemabuk adalah biang ‘kerok’ terjadinya gangguan sosial di tengah masyarakat seperti tawuran maupun tindak kejahatan lainnya sehingga merugikan orang lain. Lebih lanjut, dia mencermati bahwa regulasi yang sudah ada (eksisting) bersifat parsial dan tidak komprehensif.

Misalnya dalam ketentuan KUHP, pendekatan hukum hanya menyasar pada ranah penjualan dan konsumsi dengan sanksi pidana dan penjara yang lemah. Apalagi, tidak ada klausul yang tegas melarang konsumsi minuman beralkohol di KUHP.

Baca Juga :  Tim Gabungan Pemkot Turun Gerebek, Win One Mendadak "Antos"

Dengan demikian, KUHP dinilai tidak cukup memadai untuk melakukan rekayasa sosial di masyarakat dalam rangka menciptakan generasi yang bebas minuman beralkohol. “Sementara dalam RUU Minol ini, kita mencoba merumuskan aturan yang lebih komprehensif, yakni mulai dari ranah produksi, distribusi atau pengedaran, sampai ranah konsumsi. Kendati demikian, kita juga tetap memperhatikan dengan seksama terkait pengecualian konsumsi minol untuk kepentingan terbatas seperti kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, dan kebutuhan farmasi,” jelasnya.

Bukhori menambahkan, RUU ini adalah investasi moral bagi kebaikan masa depan Indonesia. Harapannya, dengan menekan jumlah peredaran minuman beralkohol di Indonesia melalui peraturan yang memadai.

“Sehingga akan tercipta sumber daya manusia Indonesia yang sehat secara jasmani dan rohani serta kondisi masyarakat yang hidup sejahtera lahir dan batin sebagaimana amanat UUD 1945,” pungkasnya.

Comment