Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Kamis, 19 November 2020 |
KalbarOnline.com – Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto alias BW mengkritik perubahan struktur KPK. Menurut BW, perubahan struktur organisasi di KPK berdasarkan pada Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja tidak membuat kinerja lembaga antirasuah responsif untuk melakukan kerja pemberantasan korupsi.
’’Struktur baru ini tidak berpijak pada struktur pada Organisasi Manajemen Modern. Mindset dari pimpinan atau pembuat struktur tidak sungguh-sungguh ingin membuat KPK punya kemampuan sebagai trigger mechanism, handal dan responsif untuk taklukan korupsi,’’ kata BW dalam keterangannya, Kamis (19/11).
Terlebih kini, pimpinan KPK dibantu staf khusus, tidak dipungkiri membuat celah masuknya pihak yang kredibelitasnya tidak pernah diuji. BW memandang, hal ini bisa menyebabkan nepotisme di KPK. ’’Sangat mungkin pihak yang dimasukkan adalah bagian dari jaringan kroni dan nepotismenya. Korupsi justru dapat terjadi pada lembaga antikorupsi,’’ ujar BW.
Menurut BW, staf khusus dinilai tidak ada dalam tradisi KPK dan dibanyak kasus bisa menimbulkan kekacauan. Dia menilai, Pimpinan KPK secara sengaja tengah menyiapkan potensi kekacauan yang justru dapat memicu korupsi baru.
’’Struktur yang gemuk dan tidak kaya fungsi ini membuat rentan kendali pengawasan makin luas. Sehingga menimbulkan kerumitan dan kesulitan, serta sekaligus potensial memunculkan kerawanan terjadinya fraud dan korupsi,’’ tegas BW.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengakui adanya perubahan struktur organisasi di internal KPK. Perubahan struktur di lembaga antirasuah itu diklaim sesuai dengan strategi yang akan dikembangkan di KPK.
’’KPK kini mengembangkan pemberantasan korupsi dengan tiga metode, yaitu pertama penindakan, kedua pencegahan dan ketiga pendidikan sosialisasi dan kampanye,’’ ujar Ghufron, Rabu (18/11).
Pimpinan KPK berlatar belakang akademisi itu menegaskan, pemberantasan korupsi tidak bisa lagi ditangani hanya sebagai kejahatan personal. Melainkan, kejahatan korupsi saat ini sudah sistemik yang perlu penanganan komprehensif.
Melalui Perkom Nomor 7 Tahun 2020 ini, KPK menambah 19 posisi dan jabatan yang tidak tercantum pada perkom sebelumnya, Perkom Nomor 03 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK.
Sembilan belas posisi dan jabatan baru itu di antaranya Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, Direktorat Jejaring Pendidikan, Direktorat Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi. Kemudian, Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat, Direktorat Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi, Sekretariat Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat.
Sementara itu, ada tiga jabatan dan posisi yang dihapus melalui Perkom Nomor 7 Tahun 2020 yaitu Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat, Direkorat Pengawasan Internal dan Unit Kerja Pusat Edukasi Antikorupsi atau Anticorruption Learning Center (ACLC).
Perkom ini juga mengubah nomenklatur sejumlah jabatan, misalnya Deputi Bidang Penindakan menjadi Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, serta Deputi Bidang Pencegahan menjadi Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring. Penambahan, pengurangan dan perubahan nomenklatur tersebut terlihat dari Pasal 6 Perkom Nomor 7 Tahun 2020. (*)
Saksikan video menarik berikut ini:
KalbarOnline.com – Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto alias BW mengkritik perubahan struktur KPK. Menurut BW, perubahan struktur organisasi di KPK berdasarkan pada Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja tidak membuat kinerja lembaga antirasuah responsif untuk melakukan kerja pemberantasan korupsi.
’’Struktur baru ini tidak berpijak pada struktur pada Organisasi Manajemen Modern. Mindset dari pimpinan atau pembuat struktur tidak sungguh-sungguh ingin membuat KPK punya kemampuan sebagai trigger mechanism, handal dan responsif untuk taklukan korupsi,’’ kata BW dalam keterangannya, Kamis (19/11).
Terlebih kini, pimpinan KPK dibantu staf khusus, tidak dipungkiri membuat celah masuknya pihak yang kredibelitasnya tidak pernah diuji. BW memandang, hal ini bisa menyebabkan nepotisme di KPK. ’’Sangat mungkin pihak yang dimasukkan adalah bagian dari jaringan kroni dan nepotismenya. Korupsi justru dapat terjadi pada lembaga antikorupsi,’’ ujar BW.
Menurut BW, staf khusus dinilai tidak ada dalam tradisi KPK dan dibanyak kasus bisa menimbulkan kekacauan. Dia menilai, Pimpinan KPK secara sengaja tengah menyiapkan potensi kekacauan yang justru dapat memicu korupsi baru.
’’Struktur yang gemuk dan tidak kaya fungsi ini membuat rentan kendali pengawasan makin luas. Sehingga menimbulkan kerumitan dan kesulitan, serta sekaligus potensial memunculkan kerawanan terjadinya fraud dan korupsi,’’ tegas BW.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengakui adanya perubahan struktur organisasi di internal KPK. Perubahan struktur di lembaga antirasuah itu diklaim sesuai dengan strategi yang akan dikembangkan di KPK.
’’KPK kini mengembangkan pemberantasan korupsi dengan tiga metode, yaitu pertama penindakan, kedua pencegahan dan ketiga pendidikan sosialisasi dan kampanye,’’ ujar Ghufron, Rabu (18/11).
Pimpinan KPK berlatar belakang akademisi itu menegaskan, pemberantasan korupsi tidak bisa lagi ditangani hanya sebagai kejahatan personal. Melainkan, kejahatan korupsi saat ini sudah sistemik yang perlu penanganan komprehensif.
Melalui Perkom Nomor 7 Tahun 2020 ini, KPK menambah 19 posisi dan jabatan yang tidak tercantum pada perkom sebelumnya, Perkom Nomor 03 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK.
Sembilan belas posisi dan jabatan baru itu di antaranya Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, Direktorat Jejaring Pendidikan, Direktorat Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi. Kemudian, Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat, Direktorat Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi, Sekretariat Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat.
Sementara itu, ada tiga jabatan dan posisi yang dihapus melalui Perkom Nomor 7 Tahun 2020 yaitu Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat, Direkorat Pengawasan Internal dan Unit Kerja Pusat Edukasi Antikorupsi atau Anticorruption Learning Center (ACLC).
Perkom ini juga mengubah nomenklatur sejumlah jabatan, misalnya Deputi Bidang Penindakan menjadi Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, serta Deputi Bidang Pencegahan menjadi Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring. Penambahan, pengurangan dan perubahan nomenklatur tersebut terlihat dari Pasal 6 Perkom Nomor 7 Tahun 2020. (*)
Saksikan video menarik berikut ini:
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini