Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Rabu, 06 Januari 2021 |
KalbarOnline.com — Meskipun gejolak politik mengiringi transisi demokrasi seringkali dilalui dengan pengorbanan yang tidak kecil, nyatanya fase krusial dalam perjalanan demokratisasi Indonesia. Membangun institusi politik yang demokratis, kebijakan pembangunan ekonomi yang tepat, dan menjaga wibawa negara melalui penegakan hukum adalah usaha-usaha yang terus ditempuh untuk menuju demokrasi yang terkonsolidasi.
Demikian hal itu diungkapkan oleh Prof Ali Munhanif, Peneliti Senior PPIM UIN Jakarta, saat dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Ilmu Politik di Auditorium Harun Nasution, Rabu (6/1/2021). Acara pengukuhan dilakukan dalam Sidang Senat Terbuka dengan protokol kesehatan dan dihadiri oleh kalangan terbatas. Ali Munhanif dalam kesempatan tersebut berpidato ilmiah dengan judul “Negara, Demokrasi dan Politik Sentimen Primordial di Era Digital: Meneguhkan NKRI sebagai Civil State”.
Orasi tersebut memperlihatkan pandangan kritis Ali dan sejumlah prediksinya mengenai masa depan Indonesia dalam menghadapi tantangan sosial dan politik serta hubungan antara negara dan agama. Meski sukses melalui fase kritis transisi politik, Dekan FISIP UIN Jakarta ini memprediksikan bangsa Indonesia tetap akan melalui tantangan bernegara yang tidak mudah.
“Pertumbuhan pesat gerakan-gerakan sosial yang mengusung berbagai ideologi—khususnya agama, identitas primordial, liberalisme atau lainnya—menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan dan daya tahan demokrasi itu sendiri,” ungkap alumni Pesantren Pabelan, Jawa Tengah, ini sebagaimana dilansir dari situs PPIM UIN Jakarta.
Meski demikian, menurut Ali, tentu saja tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian gerakan sosial kemasyarakatan menempuh strategi damai dengan memobilisasi kekuatan sumberdayanya untuk kepentingan kemajuan dan kesejahteraan bersama. Namun tidak sedikit dari gerakan itu menempuh jalan yang intoleran, radikal, bahkan berorientasi pada kekerasan.
Kondisi ini diyakini tetap menjadi batu sandungan yang berpotensi menciptakan instabilitas sosial dan politik yang berkepanjangan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal, kenyataannya bahwa, secara konstitusional dan kelembagaan, masalah hubungan antara agama dan negara, sejatinya telah lama selesai.
Doktor alumni McGill University ini menyebut pentingnya peran tokoh agama dan civil society dalam menciptakan stabilitas politik nasional dan memastikan Indonesia menuju cita-citanya sebagai negara sipil (civil state). Kebijakan politik yang baik dan sumbangan pemikiran para tokoh pemimpin Islam akan menciptakan transformasi besar (great transformation) politik agama di Indonesia dewasa ini.
“Jika kebijakan-kebijakan itu tidak dilakukan dengan baik, Indonesia akan terjebak pada predikat negara lemah (low state),” ungkap Ali. (ind)
KalbarOnline.com — Meskipun gejolak politik mengiringi transisi demokrasi seringkali dilalui dengan pengorbanan yang tidak kecil, nyatanya fase krusial dalam perjalanan demokratisasi Indonesia. Membangun institusi politik yang demokratis, kebijakan pembangunan ekonomi yang tepat, dan menjaga wibawa negara melalui penegakan hukum adalah usaha-usaha yang terus ditempuh untuk menuju demokrasi yang terkonsolidasi.
Demikian hal itu diungkapkan oleh Prof Ali Munhanif, Peneliti Senior PPIM UIN Jakarta, saat dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Ilmu Politik di Auditorium Harun Nasution, Rabu (6/1/2021). Acara pengukuhan dilakukan dalam Sidang Senat Terbuka dengan protokol kesehatan dan dihadiri oleh kalangan terbatas. Ali Munhanif dalam kesempatan tersebut berpidato ilmiah dengan judul “Negara, Demokrasi dan Politik Sentimen Primordial di Era Digital: Meneguhkan NKRI sebagai Civil State”.
Orasi tersebut memperlihatkan pandangan kritis Ali dan sejumlah prediksinya mengenai masa depan Indonesia dalam menghadapi tantangan sosial dan politik serta hubungan antara negara dan agama. Meski sukses melalui fase kritis transisi politik, Dekan FISIP UIN Jakarta ini memprediksikan bangsa Indonesia tetap akan melalui tantangan bernegara yang tidak mudah.
“Pertumbuhan pesat gerakan-gerakan sosial yang mengusung berbagai ideologi—khususnya agama, identitas primordial, liberalisme atau lainnya—menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan dan daya tahan demokrasi itu sendiri,” ungkap alumni Pesantren Pabelan, Jawa Tengah, ini sebagaimana dilansir dari situs PPIM UIN Jakarta.
Meski demikian, menurut Ali, tentu saja tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian gerakan sosial kemasyarakatan menempuh strategi damai dengan memobilisasi kekuatan sumberdayanya untuk kepentingan kemajuan dan kesejahteraan bersama. Namun tidak sedikit dari gerakan itu menempuh jalan yang intoleran, radikal, bahkan berorientasi pada kekerasan.
Kondisi ini diyakini tetap menjadi batu sandungan yang berpotensi menciptakan instabilitas sosial dan politik yang berkepanjangan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal, kenyataannya bahwa, secara konstitusional dan kelembagaan, masalah hubungan antara agama dan negara, sejatinya telah lama selesai.
Doktor alumni McGill University ini menyebut pentingnya peran tokoh agama dan civil society dalam menciptakan stabilitas politik nasional dan memastikan Indonesia menuju cita-citanya sebagai negara sipil (civil state). Kebijakan politik yang baik dan sumbangan pemikiran para tokoh pemimpin Islam akan menciptakan transformasi besar (great transformation) politik agama di Indonesia dewasa ini.
“Jika kebijakan-kebijakan itu tidak dilakukan dengan baik, Indonesia akan terjebak pada predikat negara lemah (low state),” ungkap Ali. (ind)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini