KalbarOnline.com – Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf angkat bicara terkait pemanggilan Polda Metro Jaya untuk pemeriksaan terhadap Jubir Persaudaraan Alumni (PA) 212, Haikal Hassan.
Adapun Haikal Hassan dipolisikan karena dituduh menyebarkan berita bohong dan penodaan agama terkait pengalaman pribadinya mimpi bertemu Nabi Muhammad SAW saat menyampaikan sambutan di prosesi pemakaman enam anggota FPI yang meninggal dunia. ’’Apa yang salah dengan mimpi bertemu Rasulullah? Itu adalah anugerah bagi muslim yang memperolehnya,’’ ujar Bukhori kepada wartawan, Selasa (29/12).
Anggota Komisi VIII DPR RI itu justru menilai pelaporan Haikal Hassan sangat bermuatan politis karena posisinya sebagai ulama yang sejauh ini sangat kritis terhadap pemerintah Joko Widodo (Jokowi). Ia juga menganggap tindakan pelaporan tersebut sebagai upaya kriminalisasi tokoh agama. ’’Laporan tersebut sangat janggal, bahkan terkesan mengada-ada. Ini mencoba menggunakan segala daya dan upaya untuk membungkam suara-suara kritis,’’ katanya.
Lebih lanjut, Bukhori mengharapkan Polda Metro Jaya bersikap profesional dan adil dalam mengusut kasus ini. Ia mendorong supaya lembaga di bawah pimpinan Irjen Pol Fadil Imran tersebut bisa lebih selektif dan proporsional dalam menerima laporan dari masyarakat, khususnya menyangkut aduan yang sebenarnya bisa diselesaikan tanpa harus melalui mekanisme hukum.
’’Bangsa kita tidak boleh menjadi bangsa yang cengeng di mana setiap perbedaan pikiran diselesaikan dengan aduan dan laporan ke polisi. Jika tren ini dibiarkan, kita akan kehilangan kehangatan bercakap sebagai warga negara. Sebab, dibalik silang argumen yang kita rawat selalu terbuka ruang jerat pidana yang bisa dimanfaatkan oleh mereka yang lemah mental dan pikiran,’’ ungkapnya.
Bukhori menyatakan, kasus itu jelas telah menghina akal sehat publik bahkan institusi negara (Polri). Banyak masyarakat yang memandang ini sebagai sebuah lelucon akhir tahun 2020 yang menggelikan.
’’Ke depan saya berharap bangsa kita bisa beranjak pada taraf percakapan intelektual yang lebih beradab. Segala bentuk perbedaan argumen harus dilawan dengan argumen, bukan dengan sentimen. Sebab, negara demokrasi memberikan fasilitas diskusi untuk mewujudkan toleransi, bukan laporan ke polisi,’’ ungkapnya. (*)
Saksikan video menarik berikut ini:
Comment