Pontianak    

Harisson: Pegawai Tak Tetap yang Kini Jadi Sekda Kalbar

Oleh : Redaksi KalbarOnline
Jumat, 14 Januari 2022
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

Harisson: Pegawai Tak Tetap yang Kini Jadi Sekda Kalbar

Dokter teladan, pintu masuk jadi dokter PNS

KalbarOnline, Pontianak – Harisson terpilih sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Harisson yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar itu akan dilantik Gubernur Kalbar Sutarmidji pagi ini, Jumat, 14 Januari 2022.

Harisson sendiri, namanya terus berseliweran hampir dua tahun belakangan ini. Terutama saat virus Covid-19 mulai masuk ke Kalbar. Hari-hari namanya selalu menghiasi hampir semua headline media cetak, siber, dan media elektronik, atau media lainnya. Jika bukan nama Gubernur Sutarmidji. Maka Harisson gantinya. Pernyataannya jadi yang paling ditunggu-tunggu wartawan. Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas Hulu itu dilantik sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kalbar pada 25 Juni 2019 lalu oleh Gubernur berdasarkan hasil open bidding.

Siapa sangka, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya yang mengawali karir di pemerintahan sebagai dokter pegawai tidak tetap (PTT) ini membuktikan diri bisa menjadi top manager birokrasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalbar.

Saat itu, tahun 1992. Pria kelahiran 9 Agustus 1966 itu, baru saja menamatkan kuliahnya. Lalu bekerja di klinik di Rumah Sakit Tanggerang. Dua tahun berselang, tahun 1994, Harisson hijrah ke Kalbar. Proses hijrahnya Harisson ke Kalbar pun tanpa disengaja. Semua berawal dari pertemuannya dengan seorang teman lama yang merupakan pengusaha kelapa sawit. Dari pertemuan itu, Harisson diminta menjadi dokter di kebun milik temannya itu di Kecamatan Meliau, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalbar.

“Karena pada waktu itu tidak ada dokter di perusahan tersebut, hingga saya pun berangkat ke Kalbar pada tahun 1994. Saat itu saya ke Kalbar menggunakan kapal, karena tidak memiliki uang yang cukup,” kata Harisson, Kamis, 13 Januari 2022.

Dua tahun bekerja sebagai dokter di kebun temannya itu, Harisson pun melamar sebagai dokter pegawai tidak tetap (PTT). Dari sinilah karirnya di pemerintahan dimulai.

“Dulu dokter itu harus melaksanakan wajib kerja sarjana. Jadi saya melamar PTT pada tahun 1995 dan ditempatkan di Puskesmas Teluk Batang,” kata Harisson.

Karena saat itu dokter masih sedikit, wilayah kerja Puskesmas Teluk Batang yang saat itu merupakan wilayah Kabupaten Ketapang itu meliputi tiga kecamatan lain yakni Kecamatan Teluk Melano, Kecamatan Simpang Hilir dan Kecamatan Seponti. Berkat kerja keras selama tiga tahun menjalani karir sebagai dokter pegawai tak tetap, Harisson pun dianugerahi sebagai dokter teladan nomor dua se-Kalbar, tahun 1998.

“Teladan satunya itu Pak Handanu (Kadiskes Kota Pontianak saat ini). Dokter teladan saat itu diangkat menjadi dokter pegawai negeri sipil (PNS) pada tahun 1998. Pak Handanu saat itu sudah PNS, sementara saya masih PTT. Karena Pak Handanu sudah PNS, maka nilainya tinggi dan menjadi dokter teladan satu, jadi saya teladan dua,” kelakarnya.

Diangkat menjadi dokter PNS tahun 1998, Harisson pun ditempatkan di Rumah Sakit dr. Achmad Diponegoro Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu selama dua tahun hingga tahun 2000.

Lalu pada tahun 2000 hingga tahun 2001, Harisson bertugas sebagai dokter Puskesmas Bunut Hilir. Kemudian tahun 2001 hingga tahun 2003, dipindahkan ke Puskesmas Semitau. Dari Puskesmas Semitau tahun 2003 hingga 2006 bertugas sebagai dokter di Puskesmas Kedamin, hingga akhirnya diangkat menjadi Direktur RS Achmad Diponegoro Kapuas Hulu tahun 2006 hingga 2010. Kemudian menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kapuas Hulu pada 2010 hingga 2019 sebelum akhirnya menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar.

Simak terus kisah menarik Harisson yang dirangkum KalbarOnline di halaman berikutnya

Sederet kisah tak terlupakan semasa bertugas sebagai dokter

Namun, dari setiap perpindahan tugasnya dari satu puskesmas ke puskesmas lain itu, selalu ada kisah menarik. Harisson punya sederet kisah yang tak terlupakan. Seperti saat dirinya bertugas di Puskesmas Kedamin, yang wilayah kerjanya mencakup Tanjung Rokan yang merupakan daerah perhuluan. Untuk menjangkaunya, harus melewati arung jeram. Meski terkendala geografis, daerah itu, kata Harisson, wajib dikunjungi.

Jika pukul enam pagi berangkat, maka pukul empat sore baru akan sampai ke daerah tersebut. Jika tanpa singgah. Tapi, yang namanya dokter, tetap harus singgah di sepanjang perjalanan untuk memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat di setiap daerah yang dilalui.

Melewati arung jeram itu, kata Harisson, harus menggunakan perahu panjang tidak bisa menggunakan perahu fiber. Sebab, akan banyak menghantam batu. Kemudian harus membawa peralatan seperti kompor dan lainnya.

“Kita pernah salah perhitungan waktu. Salah perhitungannya karena saat itu waktu sudah hampir sore. Sementara saat itu kami masih memberikan pelayanan kesehatan masyarakat di Desa Beringin, lalu staf saya bilang masih bisa lanjut ke Tanjung Rokan, sehingga kami putuskan untuk lanjut perjalanan. Tidak tahunya saat itu hujan dan gelap, lalu mesin perahu mati. Itu di tengah sungai. Walaupun dangkal akan tetapi arusnya deras karena daerah perhuluan. Terpaksa kita turun dari perahu mencari tempat yang bisa kami inap. Ketemu langkau warga. Kami pun terpaksa menginap di langkau tersebut, banyak nyamuk dan yang kita takutkan itu binatang liar,” ceritanya.

Selain itu, Harisson juga memiliki cerita menarik saat bertugas di Kabupaten Ketapang. Saat itu, cerita Harisson, ada yang namanya dokter terbang. Dia bersama dua orang lain ditugaskan berkunjung ke suatu daerah bernama Beginci. Berdasarkan pencarian di mesin pencari, Beginci merupakan satu daerah di Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang.

“Jadi naik persawat baling-baling satu dengan seorang pilot bule ke daerah Beginci. Dengan pesawat itu kita juga membawa obat-obatan, bahan makanan dan lainnya. Di sana, kita dilepas, disuruh memberikan pelayanan di sana. Setelah memberikan pelayanan, ternyata pesawat yang mengantar kita itu tidak menjemput balik,” kata Harisson.

Namun saat itu Harisson tetap tenang. Tak putus akal. Dia bersama dua orang lain yang ditugaskan ke Beginci itu lantas mencari radio untuk berkomunikasi di gereja dan permukiman warga setempat.

“Lalu saya meminta tolong menggunakan radio. Tidak tahunya, ternyata saya masuk ke frekuensi komunikasi pilot dan operator penerbangan. Pihak yang berwenang dari frekuensi itu pun marah, mereka minta frekuensinya jangan diganggu. Sementara kita harus menginformasikan bahwa kami harus dijemput. Pihak berwenang itu pun akan mengabarkan pilot pesawat yang mengantar kami untuk kembali menjemput kami, tapi mereka meminta kami agar jangan komunikasi di frekuensi mereka. Tapi ternyata kami tidak dijemput. Akhirnya kami pulang jalan kaki, ketemu permukiman, kami minta tolong diantar warga menggunakan perahu, jalan kaki lagi, naik perahu lagi, begitu seterusnya sampai di Ketapang. itu hanya untuk memberikan pelayanan kesehatan ke masyarakat,” ceritanya.

“Kita apa boleh buat. Terima saja jalan kaki dan membawa barang-barang. Bertemu penduduk kita meminta tolong. Bayangkan, dulu susah untuk berkomunikasi, transportasi tidak bagus, tetapi kita harus tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat. Syukur sekarang sudah semakin maju,” katanya.

Simak terus kisah menarik Harisson yang dirangkum KalbarOnline di halaman berikutnya

Pernah tangani tindakan operasi sesar

Lalu antara tahun 2003-2006, di samping bertugas sebagai dokter di Puskesmas Kedamin, Harisson juga bertugas sebagai dokter di RS Achmad Diponegoro Putussibau. Karena saat itu, kata Harisson, dokter masih terbatas. Termasuk dokter spesialis yang saat itu, kadang ada, kadang tidak. Jika dokter spesialis tak bertugas atau sedang kosong rotasi, maka dokter umum yang harus meng-handle. Termasuk menangani persalinan. Meski begitu, Harisson punya bekal. Tak sembarang. Dia mengaku pernah diajarkan tentang Sectio caesarea (SC) atau biasa disebut operasi sesar.

Di medio ini, Harisson mengaku pernah beberapa kali menangani proses persalinan. Namun ada satu cerita tak terlupakan. Saat itu dirinya sedang bertugas di RS Achmad Diponegoro Putussibau, lantaran dokter spesialis sedang kosong rotasi. Di mana, Harisson yang notabene dokter umum, menangani tindakan operasi sesar terhadap seorang ibu yang hendak melahirkan.

Harisson pun berkisah. Dulu di daerahnya bertugas, jika ada ibu-ibu yang hendak melahirkan di kampung-kampung, tetapi tidak berhasil atau mengalami partus macet (distosia) atau persalinan macet yakni kondisi ketika ada hambatan selama proses melahirkan berlangsung sehingga memakan waktu yang lebih lama, maka pasien harus dirujuk ke rumah sakit daerah (kabupaten). Dalam hal ini RS Achmad Diponegoro. Dalam kondisi partus macet ini, kata Harisson, dokter akan memutuskan harus mendapatkan tindakan lebih lanjut dalam hal ini operasi sesar.

“Jika waktu masih aman dan bayi tidak menunjukkan tanda bahaya, serta masa partusnya masih lama, maka bisa dirujuk lagi ke Sintang atau Singkawang. Akan tetapi yang datang itu sudah dalam keadaan inpartu atau benar-benar mau melahirkan, tetapi partus macet dan bayinya gawat janin, maka tidak ada lain, kita harus melakukan pertolongan di situ. Maka itu saya melakukan pertolongan persalinan dengan melakukan sectio. Jadi dokter umum waktu itu di RS Achmad Diponegoro melakukan tindakan operasi sesar,” kenangnya.

Harisson pun kembali bertemu dengan ibu yang dioperasinya itu di satu momen saat melakukan kunjungan ke kecamatan, saat setelah menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas Hulu.

“Jadi setelah saya menjadi Kepala Dinas Kesehatan saat kunjungan ke kecamatan, ada ibu-ibu menggandeng anaknya yang masih kelas 1 SD. Lalu ibu itu tanya ke saya, Pak Harisson masih ingat tidak dengan saya. Ibu itu bilang, anak yang digandengnya itu adalah anak yang saya tolong saat ibu itu melahirkan. Ibu itu bilang, kalau saya yang mengoperasinya. Ibu itu bilang, untuk mengenang saya, anaknya diberi nama Harisson. Saya pun senang. Karena anak dan ibu itu yang tadinya jika kita tidak tolong, bisa meninggal, ternyata sekarang ibunya sudah sehat dan anaknya sudah sekolah,” kenangnya lagi.

Simak terus kisah menarik Harisson yang dirangkum KalbarOnline di halaman berikutnya

Harisson muda ternyata seorang aktivis

Saat masih berstatus sebagai mahasiswa, Harisson muda ternyata seorang aktivis. Dia aktif di berbagai kepengurusan organisasi. Mulai dari pengurus Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya di tahun 1987, menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya tahun 1989-1990, menjadi Ketua Senat Mahasiswa Universitas Sriwijaya tahun 1990-1991. Termasuk menjadi pengurus Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) HMI Cabang Palembang.

“Pada masa saya itu adalah pertama kali dibentuk senat universitas. Adanya senat karena waktu itu sering terjadi mahasiswa yang kita tidak tahu dari fakultas mana membuat pernyataan yang mengatasnamakan mahasiswa Universitas Sriwijaya. Padahal hanya satu dua mahasiswa. Maka dibuatlah senat mahasiswa universitas. Jadi orang-orang di senat mahasiswa universitas inilah yang boleh membuat pertanyaan,” kata Harisson.

Saat berkarir di pemerintahan, Harisson juga pernah mengemban amanah sebagai Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kapuas Hulu, Ketua PMI Cabang Kapuas Hulu, Pengurus MABM Kapuas Hulu, termasuk pengurus Muhammadiyah Kapuas Hulu. Ketika menjadi Kadis Kesehatan Provinsi Kalbar, Harisson diamanhkan menjadi salah satu Anggota Dewan Pembina Yayasan Rumah Sakit Islam Indonesia (YARSI) Pontianak.

Pegang teguh prinsip kerja ikhlas dan tuntas

Selama berkarir di pemerintahan, Harisson selalu memegang teguh prinsip kerja ikhlas dan tuntas. Harisson punya prinsip. Jika diberikan tugas oleh atasan, tapi ragu-ragu atau sulit untuk dikerjakan, maka jangan langsung menyerah. Menurutnya, jika ada niat, pasti ada jalan.

“Jangan langsung menyerah, kerjakan dulu, sebab sesuatu yang tidak mungkin, itu bisa menjadi mungkin kalau kita ada niat dan mau mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Di mana ada niat, pasti ada jalan,” kata Harisson.

“Jadi kalau diberikan tugas oleh pimpinan, tapi kita ragu-ragu dan kita pikir ini akan susah untuk dilaksanakan, jangan kita bilang ke pimpinan bahwa ini susah dilaksanakan. Akan tetapi kerjakan dulu, maka pasti akan ada jalan. Sebab prinsipnya sesuatu yang tidak mungkin itu akan menjadi mungkin jika kita memiliki niat dan usaha atau kerja keras,” katanya lagi.

Memenuhi syarat, beranikan diri ikut seleksi Sekda

Harisson yang merupakan pegawai dengan jenjang pangkat golongan IV D atau Pembina Utama Madya merasa memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi Sekretaris Daerah. Hal itulah yang membuatnya memberanikan diri mengikuti seleksi jabatan paling puncak dalam pola karier PNS di daerah.

“Ada kesempatan untuk meningkatkan karir saya. Jadi saya ikut (seleksi Sekda). Karena pangkat saya cukup, pengalaman cukup, saya sudah mengabdi di daerah, saya sudah mengabdi di provinsi, maka saya memberanikan diri untuk ikut seleksi (Sekda),” tutupnya.

Artikel Selanjutnya
KPK Tetapkan Bupati Penajam Paser Utara Tersangka, Bakal Telusuri Aliran Dana Suap ke PD
Jumat, 14 Januari 2022
Artikel Sebelumnya
Harisson: Pegawai Tak Tetap yang Kini Jadi Sekda Kalbar
Jumat, 14 Januari 2022

Berita terkait