KalbarOnline, Jakarta – Tak bisa dipungkiri lagi, bahwa lahirnya fasilitas bank digital telah membawa perubahan besar bagi peningkatan kinerja harian masyarakat. Dimana ia menawarkan kemudahan akses untuk membuka rekening baru, mengelola tabungan, hingga melakukan berbagai macam transaksi perbankan tanpa perlu datang ke bank atau kantor cabang.
Namun begitu, di tengah penggunaannya yang terus meningkat, resiko keamanan data masih menjadi salah satu kekhawatiran sendiri, baik dari pengguna pribadi maupun pelaku industri.
Salah satunya, resiko identity fraud, dimana riset pada tahun 2021 menunjukkan sebanyak 1 dari 11 konsumen di Indonesia mempercayai bahwa identitas mereka telah dicuri dan digunakan oleh orang yang tidak berhak untuk membuka rekening perbankan atau jasa keuangan lainnya.
Disisi lain, konsumen khususnya generasi digital savvy (melek digital) terus menuntut layanan digital yang mudah digunakan dan cepat diakses tanpa proses yang berlama-lama.
Penyedia identitas digital terdepan di Indonesia, VIDA, menangkap betul isu yang dihadapi. Sati Rasuanto selaku Co-Founder dan CEO VIDA menjelaskan, sebagai pelaku industri jasa keuangan, perbankan tentunya mengetahui pentingnya trust dari nasabah sebagai salah satu faktor yang menentukan peningkatan penggunaan layanannya.
Untuk itu, Sati menekankan, proses verifikasi nasabah menjadi sangat krusial, terlebih pada bank dan jasa keuangan digital, dimana semua prosesnya kini dapat dilakukan tanpa tatap muka dan dukungan kantor cabang.
“Dengan adanya inovasi teknologi, keamanan dan user experience yang seamless dapat berjalan beriringan sehingga mendorong hadirnya digital trust, atau kepercayaan pengguna dan meningkatkan penggunaan platform digital,” ujarnya.
Selain alasan regulasi, riset yang sama juga menunjukkan, sebagian besar masyarakat Indonesia (71%) menyadari bahwa pembuktian identitas perlu dilakukan untuk melindungi mereka. Akan tetapi, berbagai survey nasabah di Eropa dan AS menunjukkan bahwa proses verifikasi yang terlalu lama akan mendorong calon nasabah baru yang digital savvy meninggalkan proses.
“Sebagai contoh, sebanyak 24% konsumen Gen Z di Eropa meninggalkan proses onboarding atau pada proses verifikasi bank digital karena durasi yang terlalu lama. Lebih dari 20% nasabah di Amerika Serikat juga menyatakan menunggu proses verifikasi identitas juga menjadi penyebab dari batalnya pengajuan nasabah di aplikasi perbankan,” paparnya.
Sebagai partner bisnis terpercaya tentunya, VIDA menghadirkan layanan identitas digital berbasis sertifikat elektronik yang ditujukan untuk melindungi identitas digital pengguna dan mengembangkan bisnis para mitra secara cepat dan efisien, melalui verifikasi identitas, tanda tangan elektronik tersertifikasi, hingga layanan otentikasi lainnya.
“Dengan sertifikat elektronik, VIDA mendorong hadirnya layanan verifikasi identitas yang tak hanya aman, namun juga mudah digunakan, dengan proses yang efisien sehingga dapat mendorong tumbuhnya bisnis. Hal ini sejalan dengan value yang VIDA bawa–sejak kami berdiri yakni speed, scale, dan secure,” jelas Sati.
Lebih lanjut, ia mengatakan, penggunaan verifikasi identitas secara online atau e-KYC ini telah hadir sebelum datangnya bank digital, yang bermula dengan penerapan prinsip “Know Your Consumer”, yang ditujukan untuk mencegah resiko kejahatan, seperti pencucian uang atau pendanaan terorisme.
“Lahirnya proses verifikasi identitas secara online atau e-KYC ini adalah kelanjutan dari konsep KYC tatap muka tersebut, yang kini telah diakui oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, dan juga didorong oleh Pemerintah melalui UU ITE sejak 2008,” terangnya.
Lebih jauh, berdasarkan UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 1 Ayat 9, Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas, dan menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE).
“PSrE seperti VIDA dapat memberikan jaminan keamanan selama proses e-KYC dengan memberikan dan melakukan audit terhadap sertifikat elektronik, sekaligus menerbitkan, memverifikasi, memvalidasi identitas digital, serta menjadi penjamin keaslian identitas digital,” ungkap Sati.
“Secara sederhana, sertifikat elektronik adalah sertifikat yang dapat membuktikan identitas seseorang dan dapat memvalidasi tanda tangan elektronik, sehingga informasi yang ditandatangani secara elektronik dijamin dalam berbagai aspek,” tambahnya.
Adapun sertifikat elektronik juga merupakan upaya untuk meningkatkan keamanan bagi platform digital secara signifikan, dimana secara khusus dalam aspek kerahasiaan, keaslian, integritas dan nirsangkal (non-repudiation), yang salah satunya dilakukan dengan implementasi end-to-end encryption yang dilakukan VIDA bagi seluruh transmisi data, sehingga kerahasiaan data pengguna dapat dijaga dan hanya digunakan sesuai kebutuhan penggunanya.
Dalam menjalankan peran sebagai pihak terpercaya (trusted entity) yang menjamin kepemilikan sertifikat elektronik secara unik yang diklaim oleh pengguna, VIDA mengadopsi praktik, lisensi, dan teknologi keamanan siber dalam prosesnya. Salah satunya yakni Public Key Infrastructure, yakni metode kriptografi untuk pengamanan data nirsangkal, biometric berupa pengenalan wajah yang merujuk pada data kependudukan dari Kemendagri, liveness detection berbasis kecerdasan buatan, dan keamanan jaringan sebagai solusi keamanan identitas yang komprehensif melalui sertifikat elektronik yang diterbitkan.
“Algoritma pengenalan wajah VIDA telah diakui lembaga NIST dari US sebagai top global face recognition dengan akurasi >99.2%. Selain menjadi PSrE di Indonesia yang diakui Kementerian Kominfo, VIDA juga mengikuti best practices industri seperti PCI-DSS, ISO 27001 dan patuh pada aturan perlindungan data pribadi di Indonesia dan Eropa (GDPR),” terangnya.
Ia menyampaikan, kesadaraan industri jasa keuangan terhadap pentingnya perlindungan data sudah mulai terlihat dengan mulai banyaknya pemain industri yang mengimplementasikan infrastruktur keamanan yang lebih dalam.
Sebagai teknologi antisipatif, implementasi sertifikat elektronik diharapkan dapat terus mendorong kepercayaan pengguna sekaligus pertumbuhan ekonomi digital. Hal ini penting, menurutnya, mengingat tingginya transaksi bank digital selama pandemi, dimana data rekapitulasi Bank Indonesia menunjukkan transaksi perbankan digital masyarakat Indonesia mencapai Rp 39,841 triliun pada 2021 atau naik 45,46% dibanding 2020.
“Dengan transaksi bank digital yang meningkat, kami harap perlindungan data nasabah terutama dalam proses verifikasi akan terus menjadi perhatian utama bagi industri jasa keuangan agar pertumbuhan bank digital dapat terus berlanjut,” tutup Sati. (Rilis/Jau)
Comment