KalbarOnline, Pontianak – Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Kalbar mengadakan seminar bertema “Peran Milenial dalam Menangkal Penyebaran Radikalisme dan Terorisme di Kalimantan Barat” di Hotel Ibis, Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Selasa (12/07/2022) pagi.
Dalam kesempatan itu, Ketua FKPT Kalbar, Wajidi Sayadi menuturkan, berdasarkan hasil penelitian tahun 2020 menunjukan bahwa para kaum milenial merupakan golongan yang cukup rentan terpapar oleh paham radikalisme, sebab banyak dari mereka yang merupakan pengguna IT dan media online.
Wajidi pun kemudian mengungkapkan adanya 4 ciri dari orang yang telah terpapar paham radikalisme tersebut.
“Ada empat ciri radikalisme yang saya amati, pertama sikap tidak toleran, tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan yang berbeda dari orang lain. Kedua, sikap fanatik, selalu merasa benar sendiri menganggap orang lain salah. Ketiga, sikap eksklusif, membedakan diri dari kebiasaan umat kebanyakan. Terakhir, sikap revolusioner, cenderung menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan,” paparnya.
Wajidi berharap, kaum milenial yang merupakan bagian penting dari komponen bangsa–yang 20-30 tahun mendatang bakal menjadi pemegang estafet kebijakan di berbagai lini kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara–dapat diberikan pemahaman yang benar dan utuh terkait bahaya paham radikalisme.
“Perlu selalu mengedepankan kewaspadaan dan pencegahan agar tidak terpapar radikalisme,” ujarnya.
Dalam kegiatannya tersebut, turut hadir pula beberapa narasumber, diantaranya Kesbangpol Provinsi Kalbar, Hermanus, Kepala Kementerian Agama Kalbar Syahrul Yadi dan mantan Napiter, Noznizi.
Hermanus dalam paparannya menerangkan, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultural. Di tengah perbedaan banyak suku bangsa, Indonesia mengalami tantangan berat di era teknologi informasi. Salah satunya adalah isu radikalisme yang masih mewarnai jagat media sosial.
Ia menilai, gempuran informasi negatif tentang radikalisme dapat merusak sendi-sendi kebangsaan.
“Jika kita tidak siap menghadapi banjir informasi, termasuk konten negatif tentang radikalisme, terorisme dan ekstrimisme, maka itu dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” katanya.
Oleh karenanya, Hermanus juga menekankan, kalau paham radikalisme telah menjadi ancaman nyata bagi generasi muda di Indonesia. Ia menyebut, perlu adanya sikap kritis dan kewaspadaan dari para orang tua jika melihat gelagat yang mencurigakan dari anak-anak yang terpapar doktrin radikalisme.
Selain itu, diharapkan pula adanya kesadaran para generasi muda dalam menangkal radikalisme dengan cara memanfaatkan teknologi informasi untuk menyampaikan pesan-pesan perdamaian.
Lebih jauh lagi, Hermanus menyampaikan data dari Badan Pusat Statistik terkait penduduk Indonesia yang jumlahnya kini didominasi oleh kelompok produktif yaitu anak muda yang masuk kategori generasi milenial dan Z.
Dimana jika hal tersebut tidak diantisipasi dengan baik, maka tentunya bisa menjadi ancaman besar di kemudian hari–apabila para anak muda ini justru terjerembab dalam ideologi radikalisme dan terorisme.
“Saya berharap, guna menangkal virus radikal dan terorisme, juga datang dari tokoh agama yang selalu mengajarkan pentingnya moderasi beragama yang dapat membangun sikap toleran dan rukun, guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa,” ujarnya. (Jau)
Comment