Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : adminkalbaronline |
| Jumat, 21 Oktober 2022 |
KalbarOnline, Pontianak - Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Barat (Kalbar), Hary Agung Tjahyadi mengungkapkan, bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengenai penanganan kasus Gangguan Ginjal Akut (GGA) atau Acute Kidney Injury misterius pada anak.
Koordinasi itu juga termasuk soal pelaporan atau ekspose berapa jumlah kasus yang terjadi di provinsi ini–yang hanya dikeluarkan satu pintu oleh Kemenkes RI.
“Sejauh ini di Kalbar kalau suspek (diduga) kemungkinan ada. Namun untuk menegakkan diagnosa harus melewati pemeriksaan laboratorium (di pusat), sampai saat ini kami belum mendapatkan laporan. Dan memang sebelum dilaporkan harus dipilah apakah kasus itu masuk suspek atau tidak,” ungkapnya, Jumat (21/10/2022).
Hary lantas menjabarkan, bahwa alur pelaporan kasus GGA misterius pada anak tersebut mirip seperti pemeriksaan Covid-19 di awal pandemi lalu, semuanya harus dilakukan berjenjang hingga ke pemerintah pusat.
“Jadi misalnya rumah sakit (RS) menyampaikan bahwa mereka menemukan suspek (GGA), mereka harus melaporkan ke tim surveilans, lalu tim surveilans melakukan penyelidikan epidemiologi,” terangnya.
Penyelidikan epidemiologi yang dimaksud adalah dengan melihat apakah sebelum pasien masuk ke RS atau dikirim ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes), si pasien memiliki riwayat mengkonsumsi obat-obatan. Setelah diketahui, maka obat-obatan yang sempat diminum itu akan dikirim fotonya ke tim pusat. Termasuk sampel darah pasien yang bersangkutan juga dikirim ke pusat.
“Nanti yang mengeluarkan hasil lab-nya itu bahwa Kalbar ditemukan kasus GGA hanya satu pintu dari Kemenkes. RS hanya bisa menyampaikan (hasil) tersebut kalau sudah keluar hasil laboratorium dari Kemenkes,” jelasnya.
Pada intinya kata dia, Kemenkes yang terlebih dahulu menyampaikan temuan kasus untuk seluruh wilayah di Indonesia.
“Baru RS yang menyampaikan, atau RS bisa menyampaikan kalau ditemukan suspek, tapi tidak boleh menegakkan diagnosa,” tambahnya.
Untuk itu lah, pihaknya akan terus memantapkan pola pelaporannya. Meski harus berjenjang, tapi tetap harus cepat. Termasuk informasi-informasi mengenai tindakan jika ditemukan pasien suspek juga harus secara cepat dikoordinasikan dengan Kemenkes.
Sementara ini dikatakan Hary, pusat rujukan yang sudah ditetapkan pemerintah adalah Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo atau RSCM.
“Hal lain, teman-teman di Fasyankes baik Puskesmas, RS, kemudian Fasyankes lainnya, tata kelola manajemen klinis sudah disampaikan secara berjenjang. Dari provinsi, kabupaten/kota, Puskesmas, Rumah Sakit, termasuk (RS) swasta untuk memperhatikan betul tata laksana dan manajemen klinis (gangguan ginjal akut),” paparnya.
Dengan memperhatikan hal itu menurut Hary, ketika tidak memungkinkan dilakukan tindakan di satu Fasyankes, maka harus segera dilakukan rujukan secara berjenjang. Terutama diharapkan untuk dirujuk ke RS yang memiliki kemampuan tenaga kesehatan berkaitan dengan urologi, dan Fasyankes atau RS yang mempunyai layanan PICU (Pediatric Intensive Care Unit) atau HCU (High Care Unit).
“Jadi pelayanan-pelayanan yang intensif untuk anak-anak. Dengan demikian (nakes bisa) berusaha mengurangi risiko kematian,” ucapnya.
Dari informasi yang ia terima sejauh ini, Kemenkes juga sudah membeli penawar atau antidotum dari luar negeri untuk pasien GGA yang dirawat. Obat itu juga akan dibagikan kepada RS yang melakukan perawatan.
“Kalau ada kasus, kemudian kita pada kesempatan pertama, kalau kasus ini kan mau pagi, siang, malam kita lapor (ke Kemenkes). Secepatnya akan dibantu obat-obatan yang sementara ini dinilai sebagai yang efektif menangani kasus, tidak keluar kencing atau anuria itu,” pungkasnya. (Jau)
KalbarOnline, Pontianak - Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Barat (Kalbar), Hary Agung Tjahyadi mengungkapkan, bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengenai penanganan kasus Gangguan Ginjal Akut (GGA) atau Acute Kidney Injury misterius pada anak.
Koordinasi itu juga termasuk soal pelaporan atau ekspose berapa jumlah kasus yang terjadi di provinsi ini–yang hanya dikeluarkan satu pintu oleh Kemenkes RI.
“Sejauh ini di Kalbar kalau suspek (diduga) kemungkinan ada. Namun untuk menegakkan diagnosa harus melewati pemeriksaan laboratorium (di pusat), sampai saat ini kami belum mendapatkan laporan. Dan memang sebelum dilaporkan harus dipilah apakah kasus itu masuk suspek atau tidak,” ungkapnya, Jumat (21/10/2022).
Hary lantas menjabarkan, bahwa alur pelaporan kasus GGA misterius pada anak tersebut mirip seperti pemeriksaan Covid-19 di awal pandemi lalu, semuanya harus dilakukan berjenjang hingga ke pemerintah pusat.
“Jadi misalnya rumah sakit (RS) menyampaikan bahwa mereka menemukan suspek (GGA), mereka harus melaporkan ke tim surveilans, lalu tim surveilans melakukan penyelidikan epidemiologi,” terangnya.
Penyelidikan epidemiologi yang dimaksud adalah dengan melihat apakah sebelum pasien masuk ke RS atau dikirim ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes), si pasien memiliki riwayat mengkonsumsi obat-obatan. Setelah diketahui, maka obat-obatan yang sempat diminum itu akan dikirim fotonya ke tim pusat. Termasuk sampel darah pasien yang bersangkutan juga dikirim ke pusat.
“Nanti yang mengeluarkan hasil lab-nya itu bahwa Kalbar ditemukan kasus GGA hanya satu pintu dari Kemenkes. RS hanya bisa menyampaikan (hasil) tersebut kalau sudah keluar hasil laboratorium dari Kemenkes,” jelasnya.
Pada intinya kata dia, Kemenkes yang terlebih dahulu menyampaikan temuan kasus untuk seluruh wilayah di Indonesia.
“Baru RS yang menyampaikan, atau RS bisa menyampaikan kalau ditemukan suspek, tapi tidak boleh menegakkan diagnosa,” tambahnya.
Untuk itu lah, pihaknya akan terus memantapkan pola pelaporannya. Meski harus berjenjang, tapi tetap harus cepat. Termasuk informasi-informasi mengenai tindakan jika ditemukan pasien suspek juga harus secara cepat dikoordinasikan dengan Kemenkes.
Sementara ini dikatakan Hary, pusat rujukan yang sudah ditetapkan pemerintah adalah Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo atau RSCM.
“Hal lain, teman-teman di Fasyankes baik Puskesmas, RS, kemudian Fasyankes lainnya, tata kelola manajemen klinis sudah disampaikan secara berjenjang. Dari provinsi, kabupaten/kota, Puskesmas, Rumah Sakit, termasuk (RS) swasta untuk memperhatikan betul tata laksana dan manajemen klinis (gangguan ginjal akut),” paparnya.
Dengan memperhatikan hal itu menurut Hary, ketika tidak memungkinkan dilakukan tindakan di satu Fasyankes, maka harus segera dilakukan rujukan secara berjenjang. Terutama diharapkan untuk dirujuk ke RS yang memiliki kemampuan tenaga kesehatan berkaitan dengan urologi, dan Fasyankes atau RS yang mempunyai layanan PICU (Pediatric Intensive Care Unit) atau HCU (High Care Unit).
“Jadi pelayanan-pelayanan yang intensif untuk anak-anak. Dengan demikian (nakes bisa) berusaha mengurangi risiko kematian,” ucapnya.
Dari informasi yang ia terima sejauh ini, Kemenkes juga sudah membeli penawar atau antidotum dari luar negeri untuk pasien GGA yang dirawat. Obat itu juga akan dibagikan kepada RS yang melakukan perawatan.
“Kalau ada kasus, kemudian kita pada kesempatan pertama, kalau kasus ini kan mau pagi, siang, malam kita lapor (ke Kemenkes). Secepatnya akan dibantu obat-obatan yang sementara ini dinilai sebagai yang efektif menangani kasus, tidak keluar kencing atau anuria itu,” pungkasnya. (Jau)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini