KalbarOnline, Pontianak – Dalam rangka merayakan ulang tahun Lasminingrat ke-169, Google mengubah tampilan utama pada mesin pencariannya, pada Rabu tanggal 2 Maret 2023. Lasminingrat sendiri merupakan salah satu penulis dan cendekiawan Sunda yang jadi pelopor kemajuan perempuan di Indonesia dan pendiri Sakola Kautamaan Istri.
Perempuan bernama lengkap Raden Ayu Lasminingrat ini lahir dari pasangan Raden Ayu Ria dan Raden Haji Muhamad Musa pada 29 Maret 1854 di Garut, wilayah Hindia Belanda kala itu. Lasminingrat meninggal pada tanggal 10 April 1948 di umur 94 tahun di Garut, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
Istri dari Raden Adipati Aria Wiratanudatar VII ini dikenal atas kiprahnya dalam memperjuangkan emansipasi wanita, pelopor pendidikan dan juga aktivis perempuan Sunda.
Ayahnya, Raden Haji Muhamad Musa merupakan seorang pelopor sastra cetak dan cendekiawan Sunda. Namun karena harus melanjutkan pendidikannya di Sumedang, Lasminingrat berpisah dari keluarganya. Ia lalu diasuh oleh teman ayahnya, Levyson Norman yang kemudian membantu mengajarkan bahasa Belanda kepada Lasminingrat.
Lasminingrat menjadi wanita Indonesia pertama yang fasih menulis dan membaca bahasa Belanda. Bermodal kemahiran menulis dan berbahasa Belanda, Lasminingrat bercita-cita memajukan kesetaraan bagi seluruh perempuan Indonesia.
Ia pun lalu memanfaatkan kemampuan literasinya untuk mengadaptasi dongeng Eropa ke dalam bahasa Sunda. Ia mulai mendidik anak-anak Indonesia pada tahun 1879, di bawah bimbingan ayahnya.
Lasminingrat dikenal gemar membacakan buku-buku adaptasi dengan keras, dan mengajar pendidikan moral dasar dan psikologi. Salah satu jasanya adalah menyekolahkan anak-anak pribumi Indonesia dan mengenalkan mereka pada budaya internasional.
Lasminingrat pun terus berkontribusi dengan menerjemahkan buku-buku lain ke dalam bahasa Sunda. Warnasari jilid 1 dan 2 merupakan bukunya yang terkenal luas di seluruh Indonesia.
Pada tahun 1907, Lasminingrat kemudian mendirikan Sakola Kautamaan Istri yang menjadi sebuah lingkungan belajar yang mempromosikan pemberdayaan perempuan melalui membaca dan menulis. Sekolah ini terus berkembang menjadi 200 siswa dan 5 kelas, hingga Pemerintah Hindia Belanda pun mengakuinya pada tahun 1911.
Pada tahun 1934, sekolah Lasminingrat dibuka juga di kota-kota lain, seperti Wetan Garut, Cikajang dan Bayongbong.
Semasa hidupnya, Lasminingrat punya peran besar dalam pemberdayaan perempuan Indonesia. Sehingga tidak heran, jika Lasminingrat kini dikenal sebagai salah satu pelopor pendidikan perempuan. (Jau)
Comment