KalbarOnline, Nasional – Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing menyebut, citra gemoy yang dibangun calon presiden Prabowo Subianto luntur di debat perdana pilpres 2024.
Tampil emosional saat adu gagasan, menurut Emrus, Prabowo menunjukkan karakter aslinya sebagai calon pemimpin.
“Terlihat ada ketidaksinkronan antara branding gemoy dengan perilaku kemarin ketika debat. Perangai Prabowo semalam mengonfirmasi bahwa itu (karakter emosional) aslinya dia sebelum muncul citra gemoy,” kata Emrus kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Gemoy berarti menggemaskan. Julukan itu lekat pada Prabowo karena kerap spontan berjoget atau menari ketika menghadapi keadaan “sulit”. Salah satu aksi joget yang viral ialah saat Prabowo berhadapan dengan jurnalis Najwa Shihab dalam adu gagasan ala Mata Najwa di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, pertengahan September lalu.
Citra Prabowo sebagai sosok yang menggemaskan tak muncul di pilpres 2019. Ketika itu, Prabowo dikenal publik sebagai sosok yang tegas dan cenderung emosional. Dalam salah satu momen kampanye, Prabowo bahkan pernah terekam menggebrak podium saat sedang berorasi.
Menurut Emrus, citra gemoy hanya mitos yang dimainkan Prabowo untuk menutupi perangai aslinya.
“Strategi ini gagal, padahal aslinya bukan begitu (gemoy). Harusnya, menurut saya, pencitraan itu harus sejalan dengan perilaku sehari-hari dia, sehingga, (tidak) terlihat kontradiktif,” ucap Emrus.
Debat perdana pilpres 2024 digelar di halaman Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (12/12/2023) lalu. Selama dua jam beradu gagasan dengan capres Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, Prabowo memang terekam berulang kali menanggapi argumentasi lawan politiknya secara emosional.
Salah satunya ialah ketika dalam salah satu sesi debat Anies mengkritik partai politik yang kerap mendapat persepsi buruk dari masyarakat. Kinerja parpol yang melempem, kata Anies, turut menyebabkan demokrasi memburuk. Ia juga menyinggung lemahnya peran oposisi.
Saat menanggapi, Prabowo menyebut Anies berlebihan. Ia lantas menyinggung bagaimana Anies sukses menjadi Gubernur DKI Jakarta lantaran disokong Partai Gerindra lewat proses yang demokratis. Ada peran parpol di situ.
“Mas Anies, Mas Anies. Anda itu berlebihan. Jika oposisi ditekan oleh Jokowi, kalau Jokowi itu otoriter, Anda tidak mungkin jadi Gubernur DKI. Anda ingat, saya yang membawa Anda jadi Gubernur,” ucap Prabowo.
Anies menyerang balik dengan menyebut Prabowo tak tahan berlama-lama jadi oposisi. Ia bahkan mengungkap salah satu pembicaraannya dengan Prabowo. Menurut Anies, Prabowo tak betah jadi oposisi lantaran bisnisnya tak bisa berkembang.
Emrus memperhatikan perseteruan Prabowo dengan Anies pada sesi itu. Secara khusus, ia menyinggung momen saat Prabowo mulai menanggapi dengan sapaan Mas Anies. Menurut Emrus ada kesan Prabowo meremehkan Anies karena merasa berjasa besar dalam perjalanan karier politik Anies.
“Dalam perdebatan itu kan terucap kata, ‘Mas Anies, Mas Anies!’ Itu memiliki makna superior. Pada forum perdebatan formal apa pun, latar belakang itu harus egaliter dan tidak boleh (kandidat) itu memposisikan superior dibanding orang lain,” tegas Emrus.
Tak hanya ketika berdebat dengan Anies, emosi Prabowo juga sempat terpantik saat menanggapi pertanyaan Ganjar soal dugaan terlibat dalam kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Prabowo berdalih serangan semacam itu hanya dipakai lawan politik untuk menjatuhkan pamornya.
Emrus meyakini, terkuaknya sisi emosional Prabowo di debat perdana bakal punya dampak elektoral.
“Menurut saya, itu (performa debat Prabowo) tidak akan direspons positif, dari sisi persepsi publik,” tukas Emrus. (Indri)
Comment