Pontianak    

Cegah Sengketa Lahan, Wali Kota Edi Kamtono Ingatkan Warga Segera Urus Sertifikat Tanah

Oleh : adminkalbaronline
Selasa, 14 Oktober 2025
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KALBARONLINE.com - Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono mengimbau masyarakat yang memiliki sertifikat tanah agar segera melaporkannya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk dilakukan pengecekan dan balik batas.

Hal itu disampaikannya lantaran masih maraknya tumpang tindih kepemilikan lahan yang terjadi di Kota Pontianak. Seperti baru-baru ini terjadi pada lahan di Jalan Aloevera, Pontianak, yang baru saja diselesaikan secara mufakat setelah melalui proses mediasi yang difasilitasi oleh Pemerintah Kota Pontianak.

“Saya mohon warga Kota Pontianak yang memiliki sertifikat untuk segera melaporkan ke BPN dan melakukan balik batas. Jangan biarkan lahan bertahun-tahun tidak diurus hingga dianggap tanah terlantar,” katanya.

Edi menjelaskan, pemkot akan berkoordinasi dengan BPN untuk membentuk tim pemetaan permasalahan pertanahan di Kota Pontianak. Menurutnya, banyak kasus muncul karena adanya pihak-pihak yang memanfaatkan lahan kosong dan mengklaimnya sebagai milik sendiri.

“Kejadian seperti ini sering terjadi. Ada yang menggarap tanah orang lain karena dianggap kosong. Nanti saat diusir malah minta ganti rugi,” jelasnya.

Ia menambahkan, sebagian kasus dapat diselesaikan melalui musyawarah, namun ada pula yang harus ditempuh lewat jalur hukum. Pemerintah kota, lanjut Edi, siap menindaklanjuti setiap laporan warga dengan mengundang pihak terkait untuk mencari data kepemilikan yang sah.

“Kalau masyarakat melapor ke Pemkot, kami bisa menindaklanjuti dan mencari data. Bahkan tanah milik Pemkot pun ada yang saat ini diduduki masyarakat sejak lama. Untuk itu saya sarankan masyarakat yang memiliki tanah agar segera mendaftarkannya ke BPN, apalagi sekarang sudah ada sertifikat digital,” paparnya.

Edi juga mengingatkan agar warga berhati-hati terhadap keaslian dokumen tanah. Ia menyebut pernah menemukan surat tanah palsu yang dapat dikenali dari ketidaksesuaian ejaan maupun tahun penerbitan materai.

“Misalnya surat diterbitkan tahun 1960-an tapi ejaannya sudah ejaan baru, atau materainya tidak sesuai tahun. Itu bisa jadi indikasi surat palsu,” ungkapnya. (Lid)

Artikel Selanjutnya
Arif Joni Serap Aspirasi Masyarakat Paguyuban Jawa Pontianak, Siap Perjuangkan Penambahan Gamelan
Selasa, 14 Oktober 2025
Artikel Sebelumnya
Kadisporapar Kalbar Catatkan 10 HAKI, Lindungi Karya dan Inovasi Daerah
Selasa, 14 Oktober 2025

Berita terkait