Pontianak    

Penggeledahan Sporadis dalam Penanganan Hibah Mujahidin, Kejar Target Kajati Baru?

Oleh : Redaksi KalbarOnline
Senin, 10 November 2025
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KALBARONLINE.com – Aroma “show of force” dalam aksi penggeledahan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar pada Kamis (06/11/2025) terkait hibah Pemprov Kalbar kepada Yayasan Mujahidin terasa pekat—seiring banyaknya sejumlah tanya terhadap fakta-fakta yang disodorkan ke awak media.

Siaran pers resmi yang ditulis dan dirilis oleh Plh Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Kalbar, Rudy Astanto ke sejumlah kantor media terkait penggeledahan ini, pun tak membuat hal ini semakin fokus dan terang.

Sebaliknya, “bongkar susun” yang dilakukan penyidik dari siang hingga menginjak malam itu justru terkesan sporadis dan tak tepat sasaran, gagah namun tak begitu efektif—sehingga memunculkan dugaan sekadar aksi kejar target dari Kajati baru.

Seperti diketahui, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalbar, Emilwan Ridwan, baru saja dilantik pada Kamis 23 Oktober lalu, oleh Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin—menggantikan Ahelya Abustam yang naik pangkat jadi Sesjamdatun Kejagung RI.

Dalam seremonial pelantikan yang digelar di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta itu, ST Burhanuddin secara tegas mewajibkan kepada para kajati yang baru dilantik—termasuk Emilwan Ridwan—untuk memproduksi penanganan kasus sebanyak-banyaknya, utamanya kasus korupsi, sebagai credit point.

“Ingat, saya selaku Jaksa Agung akan mengevaluasi satuan kerja kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri yang minim atau bahkan tidak ada produk penanganan perkara tindak pidana korupsi, tunjukkan bahwa saudara sekalian mampu memimpin dengan kinerja penanganan perkara tindak pidana korupsi, utamanya adalah jumlah dan kualitas penyidikan,” jelasnya.

Baca: Penuhi Panggilan Kejati Kalbar, Sutarmidji: Semoga Cepat Selesai, Kasihan Anak-anak Mau Tenang Sekolah

Tiki-taka Seputar Penanganan Hibah Hingga Penggeledahan

Sejak awal, pemberian hibah Pemprov Kalbar kepada Yayasan Mujahidin ini telah menjadi sorotan masyarakat luas ketika mulai “dipersoalkan” oleh Kejati Kalbar. Bukan hanya soal keterkaitannya dengan salah satu simbol keagamaannya, namun juga lantaran melibatkan mantan orang nomor satu di Kalbar, Sutarmidji.

Berdasarkan catatan media, penanganan hibah ini mengemuka jelang Sutarmidji lengser dari jabatannya sebagai Gubernur Kalbar (periode 2018 – 2023)—hingga menjelang pemilihan kepala daerah 2024. Banyak dinamika yang mengiringi penanganan hibah ini, mulai dari proses dan hasil perhitungan kerugian negara, penetapan tersangka atau pihak-pihak yang dinilai berperan dalam pemberian hibah oleh Pemprov Kalbar kepada Yayasan Mujahidin ini, bahkan apa yang menjadi fokus penanganan hukumnya, masih samar. Kalau tidak bisa dibilang ditutupi.

Seiring berjalannya waktu, sejumlah media pun terus berupaya mencecar bagaimana perkembangan penanganan hibah ini. Kendati sejumlah saksi berulang kali dipanggil ke Kantor Kejati Kalbar, namun lagi-lagi, bagian penerangan hukum Kejati Kalbar tetap terkesan irit dalam memberikan keterangan. Hingga pelan-pelan penyelidikan atas hibah ini mengarah pada proses hukum yang lebih formal, sampai akhirnya Kejati Kalbar menerbitkan surat penyidikan dan melakukan penggeledahan, tanpa penjelasan detail kepada publik.

Meski sempat timbul dan tenggelam, tiba-tiba saja publik dikejutkan kembali dengan aksi penggeledahan yang dilakukan kemarin di lima lokasi berbeda, di antaranya di Kantor Yayasan Mujahidin Pontianak. Rumah saksi berinisial I, di Jalan Putri Daranante, Gang Andayani 1, Kelurahan Sungai Bangkong. Rumah saksi berinisial AR, di Jalan Sui. Raya Dalam, Komplek Puri Akcaya, Desa Sungai Raya, Kecamatan Sungai Raya. Rumah saksi berinisial MR, di Jalan Jalan Prof Dr Hamka, Gang Nilam 6, Kecamatan Pontianak Kota, dan di rumah saksi berinisial J di wilayah Saigon.

Kegiatan penggeledahan tersebut berlangsung setengah senyap, hampir tak satupun wartawan yang diberitahu. Hingga tak lama muncul rilis resmi yang ditulis Plh Kasi Penkum Kejati Kalbar, Rudy Astanto, dan tersebar ke grup-grup WA wartawan.

Sayangnya rilis tersebut tak juga menjawab secara lengkap muara dari penanganan hibah tersebut. Misalnya, apakah Kejati Kalbar telah menetapkan penanganan hibah ini sebagai dugaan tindak pidana korupsi, apakah sudah ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, dan berapa potensi kerugian negara yang dijadikan dasar diterbitkannya surat penyidikan. Selain itu, publik juga mempertanyakan apakah Kejati Kalbar benar-benar telah mengantongi dua alat bukti permulaan yang kuat dan sah sebelum melakukan penggeledahan.

Selain itu, di dalam rilis berita penggeledahan, pada alinea kedua, pihak kejaksaan tak menyebut adanya surat izin dari pengadilan. Yang tercantum hanya Surat Perintah Penggeledahan Kajati Kalbar dan Surat Penyidikan Kejati Kalbar.

Padahal, jika merujuk Pasal 33 ayat (1) KUHAP, disebutkan bahwa “Penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah dengan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat...”, di mana pengecualian hanya berlaku jika kejaksaan menilai hal itu urgen, semisal terdapat kondisi tertentu dan mendesak sehingga harus segera dilakukan penggeledahan. Pertanyaannya, keadaan mendesak atau kondisi tertentu apa yang dimaksud dalam penggeledahan ini? Mengingat sejauh ini, bangunan Yayasan Masjid Mujahidin masih berdiri kokoh, dan orang-orang yang beberapa kali diperiksa selama ini juga dinilai kooperatif. Dengan kata lain, kejaksaan dinilai tidak dalam situasi yang mengindikasikan keadaan darurat yang membenarkan penggeledahan tanpa izin pengadilan.

Poin selanjutnya, di dalam rilis (alinea keempat) tercantum narasi bahwa Pemprov Kalbar telah menyalurkan dana hibah lebih dari Rp 22 miliar kepada Yayasan Mujahidin yang kemudian dialihkan kepada “Yayasan Pendidikan Mujahidin”. Berdasarkan catatan media, objek yang sejak awal menjadi bahan penyelidikan Kejati Kalbar ialah Yayasan Mujahidin, dan tidak pernah ditemukan nama yayasan lain di luar itu—termasuk tidak adanya entitas bernama Yayasan Pendidikan Mujahidin. Andai pun benar terdapat yayasan lain dengan nama tersebut, pertanyaan mendasarnya ialah, siapa ketua dan pengurusnya, serta apakah yayasan itu memiliki pengesahan badan hukum dari Kementerian Hukum dan HAM sebagaimana dipersyaratkan UU Yayasan?

Baca: Paham Dalam 10 Menit, Begini Alur Hibah Pemprov Kalbar untuk Yayasan Mujahidin

[caption id="attachment_229115" align="aligncenter" width="720"] Siaran pers resmi Kejati Kalbar terkait pelaksanaan penggeledahan dalam kegiatan penyidikan
dugaan tindak pidana korupsi bantuan dana hibah Mujahidin. (Foto: Tangkapan layar)[/caption]

Jawaban Kejati yang Tidak Memuat Substansi

Guna mendapatkan kejelasan dan klarifikasi secara untuk terhadap beberapa poin yang terus mengambang di mata publik tersebut, KALBARONLINE.com lalu mendatangi Kantor Kejati Kalbar di Jalan Ahmad Yani Pontianak, pada Jumat (07/11/2025), dan menemui Plh Kasi Penkum Kejati Kalbar, Rudy Astanto.

“Pertanyaanmu itu sudah terlalu substansi pokok perkara. Kerugian negara, ya pasti tentunya ada, tapi belum kami (bisa) sampaikan,” jawab Rudy.

Sebagai informasi, bahwa sebelumnya Rudy enggan mengindahkan konfirmasi tertulis dari media ini melalui seluler. Ia hanya akan menerima wawancara jika wartawan hadir di Kantor Kejati Kalbar. Kendati telah bertatap muka, mantan Kacabjari Entikong itu tetap saja berputar pada dalih “kerahasiaan” substansi perkara.

“Penggeledahan itu bagian dari upaya paksa dalam rangkaian penyidikan, ini kan belum ditetapkan tersangka kan, masih umum kan, tapi nanti ketika kami menetapkan tersangka berarti sudah ada kerugiannya,” kata dia.

Saat disinggung soal apakah Kejati Kalbar benar-benar menemukan adanya yayasan lain dengan nama Yayasan Pendidikan Mujahidin sebagai aspek hukum dalam kajian dan fokus penyidikan.

“Saya tidak tahu, yang dirilis itukan, yang kita dapat yayasan ya Yayasan Pendidikan Mujahidin,” ucap Rudy sekenanya.

Pada rilis resmi yang beredar, Kejati Kalbar memuat empat lokasi penggeledahan. Namun kepada KALBARONLINE.com, Rudy menyebutkan ada lima lokasi.

“Lima titik, (satu lagi) di daerah Saigon. (Rumah saksi) inisialnya J,” singkatnya.

Secara umum, Rudy menambahkan, bahwa proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah dari Pemprov Kalbar kepada Yayasan Pendidikan Mujahidin ini akan terus bergulir. Ia menjamin bahwa Kejati Kalbar akan bekerja secara profesional dan tidak serampangan.

“Intinya kita selaku penyidik dalam mengungkap perkara Mujahidin ini tetap profesional, akuntabel, ya kita mengedepankan kehati-hatian, kita tidak serampangan dalam hal melakukan penyidikan,” pungkasnya. (Red)

Artikel Selanjutnya
Samapta Polres Ketapang Sigap Bantu Warga dan Atur Lalu Lintas di Tengah Banjir Kota
Minggu, 09 November 2025
Artikel Sebelumnya
Penggeledahan Sporadis dalam Penanganan Hibah Mujahidin, Kejar Target Kajati Baru?
Minggu, 09 November 2025

Berita terkait