Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : adminkalbaronline |
| Rabu, 26 November 2025 |
KALBARONLINE.com - Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PP TPPO).
Pembentukan tersebut berlangsung dalam rapat koordinasi pencegahan dan penanganan TPPO yang digelar di Balai Petitih, Kantor Gubernur Kalbar, Rabu (26/11/2025), yang ditandai dengan pembacaan deklarasi dan komitmen bersama penanganan TPPO tahun 2025.
Gugus tugas tersebut melibatkan berbagai unsur, mulai dari Pemprov Kalbar, pemerintah kabupaten/kota, DP3A, Polda Kalbar, BP3MI, Kejaksaan Tinggi, hingga instansi terkait lainnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Kalbar, Herkulana Mekarryani mengungkapkan, bahwa sepanjang tahun 2025 pihaknya telah menangani pemulangan hampir seratus korban TPPO di Kalbar.
Ia menyebut, dari sata itu, rata-rata korban merupakan perempuan dan anak. Banyak di antaranya mengalami kondisi kesehatan memprihatinkan saat dipulangkan, seperti tunarungu hingga stroke.
Ia juga mengungkap munculnya beragam modus baru terkait TPPO yang menyasar masyarakat Kalbar. Selain modus lama berupa tawaran bekerja sebagai asisten rumah tangga, para pelaku kini menggunakan modus yang lebih variatif.
“Modus saat ini adalah untuk sebagai tim olahraga sepak bola, kemudian penerjemah (bahasa) Mandarin, kemudian sebagai penyanyi, jadi penyanyi di kafe dengan gaji yang tinggi, kemudian magang dan penerjemah bahasa,” ungkapnya Herkulana.
Ia melanjutkan, bahwa korban tergiur untuk bekerja di luar negeri, terutama Malaysia, karena dijanjikan upah yang cukup besar. Mulai dari Rp 30 juta hingga Rp 150 juta.
“Dibidang IT dijanjikan Rp 150 juta perbulan, nah penyanyi itu bisa lebih dari itu. Tau-taunya sudah sampai di Malaysia yang bersangkutan dibawa ke Kamboja,” ungkapnya.
DPPPA Kalbar juga mencatat, sejumlah wilayah perbatasan menjadi titik rawan terjadinya kasus TPPO. “Data menunjukkan Kabupaten Sanggau, Sambas, Kapuas Hulu dan Bengkayang sebagai daerah paling rawan,” jelas Herkulana.
Untuk memperkuat pencegahan, DPPPA bersama lima pemerintah kabupaten itu telah melakukan pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO. Langkah ini juga didukung Polda Kalbar untuk menindaklanjuti laporan masyarakat dan juga BP3MI.
“Kolaborasi dengan Polda Kalbar dan provost membuat penanganan kasus lebih cepat. Kami juga bekerja sama dengan BP3MI karena hampir setiap minggu menerima deportasi pekerja migran bermasalah dari Malaysia,” terangnya.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Politik Pemprov Kalbar, Natalia Karyawati yang mewakili Gubernur Kalbar, Ria Norsan, menyampaikan bahwa kasus perdagangan orang tidak terlepas dari faktor ekonomi dan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.
“Kalau kita melihat akar dari permasalahan, tentu perekonomian dan juga tingkat pendidikan masyarakat yang rendah,” ungkap Natalia.
“Untuk itu, pemerintah terus berupaya, melalui visi dan misi gubernur maupun wakil gubernur meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan yang berkelanjutan. Sehingga pemerintah berupaya membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya,” tambahnya.
Natalia mengatakan, pemerintah provinsi terus berupaya untuk menekan kasus TPPO, salah satunya bersinergi dengan aparat penegak hukum dalam menindak tegas pelaku maupun sindikat perdagangan orang.
“Untuk penanganannya, kita terus meningkatkan kerja sama dengan kepolisian agar dapat menindak tegas pelaku-pelaku ataupun sindikat. Karena di sini kuncinya adalah sinergi dan kolaborasi kita dengan berbagai pihak stakeholder yang ada di Provinsi Kalimantan Barat,” pungkasnya. (Lid)
KALBARONLINE.com - Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PP TPPO).
Pembentukan tersebut berlangsung dalam rapat koordinasi pencegahan dan penanganan TPPO yang digelar di Balai Petitih, Kantor Gubernur Kalbar, Rabu (26/11/2025), yang ditandai dengan pembacaan deklarasi dan komitmen bersama penanganan TPPO tahun 2025.
Gugus tugas tersebut melibatkan berbagai unsur, mulai dari Pemprov Kalbar, pemerintah kabupaten/kota, DP3A, Polda Kalbar, BP3MI, Kejaksaan Tinggi, hingga instansi terkait lainnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Kalbar, Herkulana Mekarryani mengungkapkan, bahwa sepanjang tahun 2025 pihaknya telah menangani pemulangan hampir seratus korban TPPO di Kalbar.
Ia menyebut, dari sata itu, rata-rata korban merupakan perempuan dan anak. Banyak di antaranya mengalami kondisi kesehatan memprihatinkan saat dipulangkan, seperti tunarungu hingga stroke.
Ia juga mengungkap munculnya beragam modus baru terkait TPPO yang menyasar masyarakat Kalbar. Selain modus lama berupa tawaran bekerja sebagai asisten rumah tangga, para pelaku kini menggunakan modus yang lebih variatif.
“Modus saat ini adalah untuk sebagai tim olahraga sepak bola, kemudian penerjemah (bahasa) Mandarin, kemudian sebagai penyanyi, jadi penyanyi di kafe dengan gaji yang tinggi, kemudian magang dan penerjemah bahasa,” ungkapnya Herkulana.
Ia melanjutkan, bahwa korban tergiur untuk bekerja di luar negeri, terutama Malaysia, karena dijanjikan upah yang cukup besar. Mulai dari Rp 30 juta hingga Rp 150 juta.
“Dibidang IT dijanjikan Rp 150 juta perbulan, nah penyanyi itu bisa lebih dari itu. Tau-taunya sudah sampai di Malaysia yang bersangkutan dibawa ke Kamboja,” ungkapnya.
DPPPA Kalbar juga mencatat, sejumlah wilayah perbatasan menjadi titik rawan terjadinya kasus TPPO. “Data menunjukkan Kabupaten Sanggau, Sambas, Kapuas Hulu dan Bengkayang sebagai daerah paling rawan,” jelas Herkulana.
Untuk memperkuat pencegahan, DPPPA bersama lima pemerintah kabupaten itu telah melakukan pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO. Langkah ini juga didukung Polda Kalbar untuk menindaklanjuti laporan masyarakat dan juga BP3MI.
“Kolaborasi dengan Polda Kalbar dan provost membuat penanganan kasus lebih cepat. Kami juga bekerja sama dengan BP3MI karena hampir setiap minggu menerima deportasi pekerja migran bermasalah dari Malaysia,” terangnya.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Politik Pemprov Kalbar, Natalia Karyawati yang mewakili Gubernur Kalbar, Ria Norsan, menyampaikan bahwa kasus perdagangan orang tidak terlepas dari faktor ekonomi dan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.
“Kalau kita melihat akar dari permasalahan, tentu perekonomian dan juga tingkat pendidikan masyarakat yang rendah,” ungkap Natalia.
“Untuk itu, pemerintah terus berupaya, melalui visi dan misi gubernur maupun wakil gubernur meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan yang berkelanjutan. Sehingga pemerintah berupaya membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya,” tambahnya.
Natalia mengatakan, pemerintah provinsi terus berupaya untuk menekan kasus TPPO, salah satunya bersinergi dengan aparat penegak hukum dalam menindak tegas pelaku maupun sindikat perdagangan orang.
“Untuk penanganannya, kita terus meningkatkan kerja sama dengan kepolisian agar dapat menindak tegas pelaku-pelaku ataupun sindikat. Karena di sini kuncinya adalah sinergi dan kolaborasi kita dengan berbagai pihak stakeholder yang ada di Provinsi Kalimantan Barat,” pungkasnya. (Lid)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini