Sekilas Cerita Masjid Jami’ At Taqwa Sekadau

KalbarOnline, Sekadau – Ialah Masjid Jami’ At Taqwa, Masjid yang tak jauh dari lingkungan Keraton Kusuma Negara di Desa Mungguk itu tidak jauh berbeda dengan yang lainnya. Masjid yang terkenal dengan kubah tempayan terbalik itu juga kerap kali dijadikan sebagai tempat orang-orang setempat berhajat, mulai dari ingin dikaruniai anak, jodoh hingga kesehatan.

Menurut Ketua Majid Jami’ At Taqwa, H Ade Busri, tempayan terbalik tersebut memang memiliki makna. Ia menceritakan, tempayan terbalik tersebut yang membuat masjid tersebut unik dibandingkan dengan masjid lainnya.

IKLANSUMPAHPEMUDA

“Itu pertanda bersamaan dengan masuknya Islam. Sebelum Sultan Anum menjadi Raja, masyarakat setiap hari minum tuak, ketika Sultan Anum menjadi Raja, dia mengajak pengikutnya bertaubat,” ujarnya, saat ditemui awak media di Masjid Jami’ At Taqwa, Senin (12/6).

Baca Juga :  Lantik 98 Pejabat Administrator, Bupati Rupinus : Laksanakan Tugas dan Fungsi Dengan Baik

“Tempayan terbalik itu melambangkan kalau masyarakat meninggalkan minuman tuak. Artinya sudah tidak ada lagi minuman tuak di dalam tempayan,” sambungnya.

Sehingga, kata dia, tempayan terbalik itu pada prinsipnya melambangkan pertaubatan masyarakat Kerajaan Sekadau pada zaman dahulu.

Sementara itu, di dalam Masjid tersebut terdapat empat tiang yang masing-masing memiliki nama, yaitu Hanan, Burhan, Manan dan Dayan. Tiang-tiang yang menjadi pilar utama tersebut biasanya dipeluk oleh warga yang memiliki hajat.

“Itu bisa mitos bisa juga fakta, misalnya ada orang yang memiliki hajat anaknya mau kuliah berharap dipermudah ketika penerimaannya. Meminta tetap kepada Allah, kebanyakan memang terkabul,” ceritanya.

Setelah permintaan itu terkabul, kata Ade Busri, mereka kembali lagi untuk mandi. Bahkan, kata dia, yang datang tidak hanya masyarakat Sekadau saja, melainkan dari Sanggau, Sintang bahkan Kapuas Hulu.

Baca Juga :  Bupati Sekadau Lepas Dua Penyandang Disabilitas Ikuti Pelatihan Keterampilan di Makassar

“Kadang minta jodoh, kesehatan dan lain sebagainya. Setelah terkabul, mereka mengembalikan hajat atau bahasa Sekadau itu dikenal dengan ‘mulang hajat’. Masyarakat yang bukan Muslim pun ada juga yang berhajat dan mandi disini,” ucapnya.

Tak hanya itu, kata dia, masjid yang berusia 200 tahun lebih itu juga memiliki mimbar berwarna kuning. Mimbar tersebut, kata dia, sudah ada sejak masjid tersebut berdiri.

“Masjid utama satu lantai. Ada lantai dua, cuma tidak digunakan karena papannya sudah lapuk, kami berencana untuk merehabnya,” pungkasnya. (Mus)

Comment