Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Selasa, 14 November 2017 |
Kritik arahan Mensos RI, Siti: Pahlawan tetaplah manusia biasa
KalbarOnline, Sintang – Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Sintang, Siti Musrikah mengatakan bahwa terkadang dalam menentukan sosok pahlawan itu tidak mudah, terlebih lagi gelar Pahlawan Nasional.
Namun ia mengatakan kurang sependapat saat mendengar arahan dari Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa.
Mensos menyatakan, persyaratan pahlawan nasional itu sedemikian lengkapnya dan tidak ada cacat celanya.
Menurutnya secara logika bahwa seorang pahlawan masihlah tetap seorang manusia.
Sah-sah saja seorang pahlawan mempunyai sisi buruk, namun dalam artian sisi buruk tersebut tidak secara dominan.
Menurutnya satu diantara contoh tersebut ialah ketika perancang lambang negara Republik Indonesia asal Kalimantan Barat yaitu Sultan Hamid II yang tidak bisa diangkat menjadi pahlawan karena diduga terlibat Westerling.
Meskipun memang saat Westerling dikejar oleh tentara Indonesia memang larinya ke rumah Sultan Hamid II, tetapi pada pembelaannya, memang tidak terbukti kemudian ada keterlibatan Sultan Hamid II dengan Westerling.
“Kita lihat sisi positifnya, sah-sah saja Westerling larinya ke rumah beliau, karena beliau jugakan pendidikan militer di Breda, Belanda. Biasanya antara senior dan junior pasti ada ikatan almamater. Tetapi bukan untuk hal-hal jahat. Mungkin saat Westerling lari ia cuma memikirkan ada seniornya yaitu Sultan Hamid II,” tuturnya seperti dilansir dari Tribun Pontianak.
Oleh karenanya, jika harus tidak punya cacat cela, ia menyinggung bagaimana dengan tokoh-tokoh lainnya ada yang sedikit tersangkut permasalahan.
Orde saat itu menyebutnya salah, tapi orde berikutnya bisa sah-sah saja.
“Jadi mengharapkan jika pahlawan itu sempurna tidak mungkin. Manusia pasti ada titik salahnya, tapi bukan itu yang dominan. Karena itu makanya Sultan Hamid II menyampaikan kepada orang yang dipercaya dititipkan arsip perancangan lambang negara. Jangan serahkan arsip ini ke negara sebelum negara mengakui bahwa ini hasil rancanganku,” tukasnya.
Oleh karena itu, ia berharap negara harusnya menghargai karya anak bangsa.
Apalagi Sultan Hamid II juga sangat berjasa terhadap NKRI di saat menjabat Ketua BFO.
“Saat itu kan Sultan Hamid II Ketua BFO atau Kalimantan, namun ia menyerahkan Kalimantan menjadi negara kesatuan. Tapi negara tidak berpikir seperti itu. Makanya perjuangan agar Sultan Hamid II menjadi pahlawan nasional belum sesuai sampai saat ini,” tandasnya. (Sg)
Kritik arahan Mensos RI, Siti: Pahlawan tetaplah manusia biasa
KalbarOnline, Sintang – Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Sintang, Siti Musrikah mengatakan bahwa terkadang dalam menentukan sosok pahlawan itu tidak mudah, terlebih lagi gelar Pahlawan Nasional.
Namun ia mengatakan kurang sependapat saat mendengar arahan dari Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa.
Mensos menyatakan, persyaratan pahlawan nasional itu sedemikian lengkapnya dan tidak ada cacat celanya.
Menurutnya secara logika bahwa seorang pahlawan masihlah tetap seorang manusia.
Sah-sah saja seorang pahlawan mempunyai sisi buruk, namun dalam artian sisi buruk tersebut tidak secara dominan.
Menurutnya satu diantara contoh tersebut ialah ketika perancang lambang negara Republik Indonesia asal Kalimantan Barat yaitu Sultan Hamid II yang tidak bisa diangkat menjadi pahlawan karena diduga terlibat Westerling.
Meskipun memang saat Westerling dikejar oleh tentara Indonesia memang larinya ke rumah Sultan Hamid II, tetapi pada pembelaannya, memang tidak terbukti kemudian ada keterlibatan Sultan Hamid II dengan Westerling.
“Kita lihat sisi positifnya, sah-sah saja Westerling larinya ke rumah beliau, karena beliau jugakan pendidikan militer di Breda, Belanda. Biasanya antara senior dan junior pasti ada ikatan almamater. Tetapi bukan untuk hal-hal jahat. Mungkin saat Westerling lari ia cuma memikirkan ada seniornya yaitu Sultan Hamid II,” tuturnya seperti dilansir dari Tribun Pontianak.
Oleh karenanya, jika harus tidak punya cacat cela, ia menyinggung bagaimana dengan tokoh-tokoh lainnya ada yang sedikit tersangkut permasalahan.
Orde saat itu menyebutnya salah, tapi orde berikutnya bisa sah-sah saja.
“Jadi mengharapkan jika pahlawan itu sempurna tidak mungkin. Manusia pasti ada titik salahnya, tapi bukan itu yang dominan. Karena itu makanya Sultan Hamid II menyampaikan kepada orang yang dipercaya dititipkan arsip perancangan lambang negara. Jangan serahkan arsip ini ke negara sebelum negara mengakui bahwa ini hasil rancanganku,” tukasnya.
Oleh karena itu, ia berharap negara harusnya menghargai karya anak bangsa.
Apalagi Sultan Hamid II juga sangat berjasa terhadap NKRI di saat menjabat Ketua BFO.
“Saat itu kan Sultan Hamid II Ketua BFO atau Kalimantan, namun ia menyerahkan Kalimantan menjadi negara kesatuan. Tapi negara tidak berpikir seperti itu. Makanya perjuangan agar Sultan Hamid II menjadi pahlawan nasional belum sesuai sampai saat ini,” tandasnya. (Sg)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini