KalbarOnline, Sintang – Wakil Bupati Sintang, Askiman menghadiri pelaksanaan upacara adat menoet di Dusun Obak Desa Nyangkom, Kecamatan Kayan Hilir, Sintang, Sabtu (23/12).
Enam bilah mandau dan sebatang besi baja disusun berjejer di setiap gigi tangga. Masyarakat membentuk sebuah kayu bulat menjadi tangga dengan tujuh pijakan. Perancah tersebut disusun di atas taburan beras.
Di sisi lain ada sebuah tempayan beras besar yang ditutup dengan asesoris berupa tiang kayu, di hiasi dengan burung-burungan dari kayu yang diukir serta di cat dengan warna kuning, hijau, putih dan merah.
Di sudut lain tampak sejumlah sesajen mulai dari berbagai daging rebus, hingga darah ayam yang di taruh di dalam piring keramik. Ada seikat daun-daunan dengan sehelai bulu ayam, yang ditaruh di dalam sebuah mangkuk berisi air. Kesemuanya itu ditampilkan di sebuah panggung yang dibangun di samping rumah.
Lalu datanglah tiga orang wanita tua mengapit seorang wanita muda. Mereka bertudungkan sehelai kain batik dengan sebuah tombak menjadi penyangganya. Seorang pemuka adat menghamburkan beras ke kaki mereka sambil mengucap mantra.
Lalu ia mengibaskan ikatan daun sambil memerciki mereka dengan melantunkan mantra atau doa. Lalu wanita-wanita itu mengayunkan kaki sebanyak tujuh langkah di antara bilah-bilah mandau, di hamparan beras sejajar dengan anak tangga.
Sebait doa dalam bentuk syair dilantunkan oleh salah seorang pemuka adat pada setiap langkah mereka. usai tujuh langkah itu, si wanita muda melangkah sekali lagi ke atas gong dengan dituntun oleh seorang pria. Sambil berjabat tangan mereka menggigit besi baja dan di olesi dengan darah ayam.
Itulah salah satu cuplikan prosesi adat Menoet, acara ‘mengunduh mantu’ sebagaimana tradisi orang Dayak subsuku Kebahant Ulak. Menoet bertujuan untuk mengenalkan rumah tangga keluarga mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan,mengenalkan rumah tangga mertua kepada menantu perempuannya. Adat menoet dilakukan satu kali seumur hidup.
Ada beberapa tahapan yang dilakukan pada prosesi menoet. Nyiai bowas –menabur beras, betopas – mengipasi orang dengna dedaunan, niti bamank tanggak gigi 7 – berjalan di 7 anak tangga, nongak ketukau – pergi ke ketukau, tamak laman –masuk ke bilik, nyolok tepayant bowas –memasukkan tangan ke tempayan tempat menyimpan beras, ke dopo awak besumant beapi –ke dapur, begugo-kedua mempelai menerima restu dari para kerabat.
Cuplikan di atas adalah prosesi nyiai bowas hingga niti bamank tanggak gigi 7. Pada malam hari sebelumnya, keluarga yang mengadakan menoet melakukan bilang icit, yaitu menerangkan garis keturunan keluarga penyelenggara, menjelaskan dan memperkenalkan segala kaum kerabat kepada menantu yang baru datang ke rumah.
Setelah itu lanjut pada prosesi nongah ketukau. Menantu perempuan diantar oleh suami dan mertuanya ke lumbung padi keluarga yang disebut Ketukau. Di situ si perempuan madai padi, mengambil padi untuk di jemur.
Lalu ia keluar sambil menarik sehelai kain batik yang ditaruh di sisi pintu Ketukau. Lalu pada saat ia menjulurkan tangan ke dalam tempayan beras, biasanya ia akan mendapati ada beberapa keping uang logam, ia mengambil itu untuk menjadi miliknya.
Begitulah seterusnya si menantu perempuan di bawa ke setiap sudut rumah agar mengetahui kebiasan dan tata kelola rumah tangga keluarga suami dan mertuanya.
Pada acara menoet yang dilakukan oleh keluarga Gunadi menyambut istrinya, Veri ini acara kemudian dilanjutkan dengan acara membuka tepayant pemali.
Pada kesempatan ini, Wabup Askiman diminta untuk membuka salah satu tempayan tersebut sebagai salah seorang tokoh adat sekaligus tokoh masyarakat. lalu setelah dibuka, Askiman menyiramkan air tuak di dalam tempayan dengna sekeping uang perak atau sekeping uang koin.
Akhirnya ia mengambil air tuak, hasil fermentasi beras ketan, untuk diminum dan dibagikan kepada para hadirin yang hadir.
Adapun ancah biah atau sesembahan pada pelaksanaan adat Menoet antara lain; satu buah tempayan bangku naet penguwong semengat, seekor babi dengan ukuran 1 enti atau sekitar 30 kilogram, seekor ayam kampung, tuak pemali, beras 8 kulak atau 8 gantang – satu gantang setara dengan 2,5 kilogram.
Ada 4 helai kain batik, bosi atau besi baja, beras amo disimpan di dalam mangkuk dituutp dengan kain, dedauan untuk betopas, tawak atau gong, uang koin, sangkoh atau tombak, kayu gawongk – kayu bulat yang dijadikan tangga dengan 7 anak tangga atau 7 gigi, dan terakhir ada isau atau aprang sebanyak 7 buah.
Pada kesempatan ini, Wabup menjelaskan bahwa kegiatan ini juga bertujuan untuk melestarikan adat tradisi sebagaimana diwariskan oleh para tetua adat. Di Kecamatan Kayan Hilir ada 13 kampung yang didiami oleh masyarakat subsuku Kebahant. Masing-masing kampung, perwakilannya hadir pada acara ini.
“Dengan kegiatan seperti ini kaum muda kita ajdi mengerti adat istiadatnya sebagaimana adanya. Jadi mereka semakin mengenal jati dirinya sebagai orang Kebahant Ulak,” ujarnya. (Sg/Hms)
Comment