Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Rabu, 31 Oktober 2018 |
KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengultimatum Pemerintah Kabupaten Melawi agar tak kembali terlambat mengesahkan APBD. Sutarmidji berang lantaran hal ini bukan kali pertama terjadi di Kabupaten Melawi.
Hal ini disampaikannya saat memberi sambutan pada pembukaan seminar bedah RAPBD Kota Pontianak tahun anggaran 2019 yang berlangsung di aula Keriang Bandong, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalbar, Rabu (31/10/2018).
Orang nomor satu di Bumi Tanjungpura ini bahkan menegaskan akan
meminta izin Kemendagri untuk mengambil alih penyusunan APBD Melawi apabila pengesahan
APBD kembali molor.
“Saya sudah sampaikan kepada Bupati dan pimpinan DPRD Melawi
tahun ini adalah tahun terakhir ditoleransi. Apabila terjadi lagi, saya tak
akan biarkan Bupati Melawi membuat Peraturan Bupati (Perbup) tentang APBD. Selama
ini juga tidak pas, kalau itu terjadi
lagi, kita yang susun APBD itu dan mereka tinggal melaksanakan, tentu saya akan
meminta izin, diskresinya seperti itu.Karena yang dirugikan itu masyarakat Melawi.
Bayangkan APBD disahkan bulan Mei, jadi dari Januari-Mei itu tentu tak ada
pembangunan, yang rugi tentu masyarakat. Saya tak mau itu, pokoknya mereka
(Pemerintah Melawi) harus sahkan APBD di tahun berjalan,” tegasnya.
Bupati, kata dia, boleh mengeluarkan Perbup apabila sudah
memasukkan rancangan APBD dengan tepat waktu. Misalnya, dicontohkan Sutarmidji,
pada bulan Oktober ini eksekutif telah menyampaikan rancangan APBD 2019 lalu
tak dibahas oleh DPRD, dalam hal ini Perbup boleh dikeluarkan.
“Tapi kalau Bupati tak mengajukan dan Dewan tak bahas, yang
salah Bupatinya. Kalau Bupati sudah mengajukan tapi tak dibahas Dewan, yang
salah adalah Dewan dan Bupati bisa mengeluarkan Perbup. Tapi kalau sebaliknya,
Bupati tak pernah mengajukan maka yang salah adalah Bupati,” tegasnya lagi.
Mengenai APBD Provinsi Kalbar sendiri, Sutarmidji menargetkan
akhir Novermber sudah harus rampung dan disahkan.
Atensi Gubernur Sutarmidji terkait adanya daerah tingkat dua
di Kalbar yang kerap kali molor dalam pengesahan APBD lantas mendapat tanggapan
langsung dari Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri RI, Syarifuddin.
Syarifuddin mengatakan bahwa hal tersebut sudah secara tegas
diatur melalui Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“APBD itu harus disetujui bersama oleh eksekutif dan
legislatif, kalau kita bicara tahun 2019 maka paling lama 30 November 2018
sudah harus dilakukan pengesahan dan disepakati. Apabila waktu yang sudah
ditentukan Undang-undang itu terlampaui tentu ada peraturan lain yang kemungkinan
bisa dimungkinkan pejabat terkait baik eksekutif maupun legislatif bisa dikenai
sanksi sesuai PP 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah,” tukasnya.
Mengenai hal ini, Syarifuddin berharap agar tak ada daerah di
Kalbar yang diberikan sanksi. Selain itu, kata dia, Kemendagri akan mendorong
pemerintah daerah bersangkutan agar segerah mengesahkan APBD sesuai waktu yang
ditetapkan Undang-undang.
“Tentu dalam pembinaan pengelolaan keuangan, kami kembalikan
lagi kepada Undang-undang yang berlaku. Kalau aturan misalnya paling lambat
pada bulan November ini, tentu kami mendorong pemerintah daerah bersangkutan
agar mentaati waktu yang sudah ditetapkan, tentu kami harapkan tak ada daerah
yang diberikan sanksi akibat terlambat dalam pengesahan APBD,” paparnya.
“Kalau APBD terlambat itu sudah ada mekanismenya. Kalau
seandainya sampai dengan waktu yang ditentukan ternyata APBD belum juga
disetujui bersama antara DPRD dengan Kepala Daerah tingkat dua, maka Kepala
Daerah tingkat satu sesuai Undang-undang dinyatakan bisa mengambil alih
penyusunan APBD tingkat dua, juga sesuai peraturan Kepala Daerah,” tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Politik Universitas
Tanjungpura, DR Jumadi berpendapat bahwa pengesahan APBD Melawi kerap kali
terlambat lantaran hubungan eksekutif dan legislatif setempat kurang harmonis.
“Semestinya ini tak terjadi, karena anggaran itu menyangkut
hajat hidup orang banyak. Konsekuensi dari penundaan itu dampaknya besar. Ini
harus jadi catatan penting, kedepan keterlambatan itu tak terjadi lagi,”
ujarnya.
Menurut dia hal ini terjadi akibat tak ada persamaan
persepsi antara eksekutif dan legislatif barangkali, kata dia, terkait postur
anggaran. Tapi, kata dia, dalam pembahasan anggaran memang dinamis.
“Wajar, Dewan punya kewenangan fungsi budgeting dan pengawasan
tentu mempunyai pandangan berbeda. Demikian eksekutif sebagai institusi yang
awal merancang itu secara teknokratis juga punya alasan. Tapi terjadinya dinamika
pembahasan APBD itulah politik namanya, mesti diselesaikan secara solutif tidak
kemudian saling ego, karena kalau terjadi penundaan itukan menunjukan ada suatu
yang tidak baik. Bupati dan DPRD itukan satu kesatuan Pemerintah Daerah,”
pungkasnya. (Fat)
KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengultimatum Pemerintah Kabupaten Melawi agar tak kembali terlambat mengesahkan APBD. Sutarmidji berang lantaran hal ini bukan kali pertama terjadi di Kabupaten Melawi.
Hal ini disampaikannya saat memberi sambutan pada pembukaan seminar bedah RAPBD Kota Pontianak tahun anggaran 2019 yang berlangsung di aula Keriang Bandong, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalbar, Rabu (31/10/2018).
Orang nomor satu di Bumi Tanjungpura ini bahkan menegaskan akan
meminta izin Kemendagri untuk mengambil alih penyusunan APBD Melawi apabila pengesahan
APBD kembali molor.
“Saya sudah sampaikan kepada Bupati dan pimpinan DPRD Melawi
tahun ini adalah tahun terakhir ditoleransi. Apabila terjadi lagi, saya tak
akan biarkan Bupati Melawi membuat Peraturan Bupati (Perbup) tentang APBD. Selama
ini juga tidak pas, kalau itu terjadi
lagi, kita yang susun APBD itu dan mereka tinggal melaksanakan, tentu saya akan
meminta izin, diskresinya seperti itu.Karena yang dirugikan itu masyarakat Melawi.
Bayangkan APBD disahkan bulan Mei, jadi dari Januari-Mei itu tentu tak ada
pembangunan, yang rugi tentu masyarakat. Saya tak mau itu, pokoknya mereka
(Pemerintah Melawi) harus sahkan APBD di tahun berjalan,” tegasnya.
Bupati, kata dia, boleh mengeluarkan Perbup apabila sudah
memasukkan rancangan APBD dengan tepat waktu. Misalnya, dicontohkan Sutarmidji,
pada bulan Oktober ini eksekutif telah menyampaikan rancangan APBD 2019 lalu
tak dibahas oleh DPRD, dalam hal ini Perbup boleh dikeluarkan.
“Tapi kalau Bupati tak mengajukan dan Dewan tak bahas, yang
salah Bupatinya. Kalau Bupati sudah mengajukan tapi tak dibahas Dewan, yang
salah adalah Dewan dan Bupati bisa mengeluarkan Perbup. Tapi kalau sebaliknya,
Bupati tak pernah mengajukan maka yang salah adalah Bupati,” tegasnya lagi.
Mengenai APBD Provinsi Kalbar sendiri, Sutarmidji menargetkan
akhir Novermber sudah harus rampung dan disahkan.
Atensi Gubernur Sutarmidji terkait adanya daerah tingkat dua
di Kalbar yang kerap kali molor dalam pengesahan APBD lantas mendapat tanggapan
langsung dari Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri RI, Syarifuddin.
Syarifuddin mengatakan bahwa hal tersebut sudah secara tegas
diatur melalui Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“APBD itu harus disetujui bersama oleh eksekutif dan
legislatif, kalau kita bicara tahun 2019 maka paling lama 30 November 2018
sudah harus dilakukan pengesahan dan disepakati. Apabila waktu yang sudah
ditentukan Undang-undang itu terlampaui tentu ada peraturan lain yang kemungkinan
bisa dimungkinkan pejabat terkait baik eksekutif maupun legislatif bisa dikenai
sanksi sesuai PP 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah,” tukasnya.
Mengenai hal ini, Syarifuddin berharap agar tak ada daerah di
Kalbar yang diberikan sanksi. Selain itu, kata dia, Kemendagri akan mendorong
pemerintah daerah bersangkutan agar segerah mengesahkan APBD sesuai waktu yang
ditetapkan Undang-undang.
“Tentu dalam pembinaan pengelolaan keuangan, kami kembalikan
lagi kepada Undang-undang yang berlaku. Kalau aturan misalnya paling lambat
pada bulan November ini, tentu kami mendorong pemerintah daerah bersangkutan
agar mentaati waktu yang sudah ditetapkan, tentu kami harapkan tak ada daerah
yang diberikan sanksi akibat terlambat dalam pengesahan APBD,” paparnya.
“Kalau APBD terlambat itu sudah ada mekanismenya. Kalau
seandainya sampai dengan waktu yang ditentukan ternyata APBD belum juga
disetujui bersama antara DPRD dengan Kepala Daerah tingkat dua, maka Kepala
Daerah tingkat satu sesuai Undang-undang dinyatakan bisa mengambil alih
penyusunan APBD tingkat dua, juga sesuai peraturan Kepala Daerah,” tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Politik Universitas
Tanjungpura, DR Jumadi berpendapat bahwa pengesahan APBD Melawi kerap kali
terlambat lantaran hubungan eksekutif dan legislatif setempat kurang harmonis.
“Semestinya ini tak terjadi, karena anggaran itu menyangkut
hajat hidup orang banyak. Konsekuensi dari penundaan itu dampaknya besar. Ini
harus jadi catatan penting, kedepan keterlambatan itu tak terjadi lagi,”
ujarnya.
Menurut dia hal ini terjadi akibat tak ada persamaan
persepsi antara eksekutif dan legislatif barangkali, kata dia, terkait postur
anggaran. Tapi, kata dia, dalam pembahasan anggaran memang dinamis.
“Wajar, Dewan punya kewenangan fungsi budgeting dan pengawasan
tentu mempunyai pandangan berbeda. Demikian eksekutif sebagai institusi yang
awal merancang itu secara teknokratis juga punya alasan. Tapi terjadinya dinamika
pembahasan APBD itulah politik namanya, mesti diselesaikan secara solutif tidak
kemudian saling ego, karena kalau terjadi penundaan itukan menunjukan ada suatu
yang tidak baik. Bupati dan DPRD itukan satu kesatuan Pemerintah Daerah,”
pungkasnya. (Fat)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini