Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Kamis, 08 November 2018 |
KalbarOnline, Pontianak
– Pengamat Politik Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, DR. Jumadi, S.Sos.,
M.Si., Ph.d menilai media di tahun politik ini sedang menjalani masa ujian, mampu
atau tidak untuk menjaga netralitas dan independensi dalam pemberitaan.
“Memang tidak bisa dipungkiri, media punya framing
tersendiri, media dalam membingkai pemberitaan itu tentu punya ciri khas
sendiri dalam konteks menganalisis, meneropong suatu fakta dan peristiwa
politik tertentu,” ujarnya, saat diwawancarai usai menjadi narasumber dalam dialog
publik bertajuk ‘netralitas media massa dalam melawan pembungkaman dan alat politik
praktis’ yang digelar LAPMI HMI Pontianak di aula rumah dinas Wakil Wali Kota
Pontianak, Kamis (8/11/2018) sore.
Tapi, kata dia, apapun bentuknya, media harus mempertahankan
netralitas dan independensinya termasuk kode etik jurnalistik.
“Sehingga marwah media seperti yang diamanahkan
Undang-Undang Pers itu terjaga,” ucapnya.
Jumadi pun menyambut baik dialog yang digelar LAPMI HMI Pontianak
ini. Paling tidak, kata dia, kegiatan ini dapat memantik media agar kembali ke
jati diri dari pada peran dan fungsi media.
“Meski di tengah kebebasan pers, tapi tetap memegang teguh
idealisme media sebagai fungsi kontrol sosial,” tukasnya.
Lanjut Jumadi, jika media itu didirikan memang untuk bagian
dari kekuatan partai atau calon tertentu, tidak masalah. Sebab, hal serupa juga
terjadi di negara-negara demokrasi lainnya.
“Tapi yang menjadi konsen kita adalah media-media yang sudah
jelas pendiriannya, yang bukan bagian dari afiliasi kekuatan partai politik
atau calon tertentu dalam Pilkada maupun Pemilu tapi terkesan condong atau pro
ke calon atau partai politik tertentu,” tukasnya lagi.
“Menurut saya ini merusak etika jurnalistik, pemberitaan
yang adil, jelas tidak akan mampu terwujud. Kemudian media dijadikan instrumen
untuk menyerang yang tidak sejalan dengan kepentingan suatu kekuatan,”
timpalnya.
Sebagai akademisi, Jumadi juga menilai media massa cukup
berat dan sulit dalam menjaga netralitas.
Masalahnya, sebut dia, ada media yang dimiliki oleh kekuatan
politik tertentu atau ada kekuatan eksternal yang mempengaruhi.
“Ini ujian bagi media untuk mempertahankan netralitas dan
independensinya. Pemberitaan politik, oke, itu tidak ada larangan, itu
kebebasan pers. Tapi utamakan berita yang berimbang, yang tidak menjustifikasi
terutama media mainstream tidak mudah terpengaruh dengan pemberitaan media
sosial yang cepat menjustifikasi suatu peristiwa,” paparnya.
Paling tidak, kata dia, media mainstream sisi lainnya adalah
untuk menetralisir, mengklarifikasi dari berita-berita di media sosial yang
sangat cepat menjustifikasi, menggiring bahkan terkesan mempropaganda.
“Sehingga fungsi edukasi muncul, tentu media online juga
menjadi bagian terpenting,” ucapnya.
Jumadi juga menilai media sosial merupakan sebuah keniscayaan
yang tidak bisa dihindari, sebab ia menilai masyarakat saat ini ingin
mendapatkan suatu informasi yang cepat dan mudah dijangkau dimanapun berada.
“Kata kuncinya menurut saya adalah informasi yang
benar. Benar pun tidak boleh juga sepenuhnya diberitakan, karena itu akan ada
dampak sosial. Jadi proses dalam membuat berita mesti ada kehati-hatian, tidak hanya
kemudian mendapat suatu informasi, langsung cepat dipublikasikan. Jadi, saya
mengingatkan walaupun media sosial dalam prosesnya, verifikasi terhadap sumber
informasi suatu peristiwa itu harus didalami sebelum disebarkan, itu penting
menurut saya,” pungkasnya. (Fat)
KalbarOnline, Pontianak
– Pengamat Politik Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, DR. Jumadi, S.Sos.,
M.Si., Ph.d menilai media di tahun politik ini sedang menjalani masa ujian, mampu
atau tidak untuk menjaga netralitas dan independensi dalam pemberitaan.
“Memang tidak bisa dipungkiri, media punya framing
tersendiri, media dalam membingkai pemberitaan itu tentu punya ciri khas
sendiri dalam konteks menganalisis, meneropong suatu fakta dan peristiwa
politik tertentu,” ujarnya, saat diwawancarai usai menjadi narasumber dalam dialog
publik bertajuk ‘netralitas media massa dalam melawan pembungkaman dan alat politik
praktis’ yang digelar LAPMI HMI Pontianak di aula rumah dinas Wakil Wali Kota
Pontianak, Kamis (8/11/2018) sore.
Tapi, kata dia, apapun bentuknya, media harus mempertahankan
netralitas dan independensinya termasuk kode etik jurnalistik.
“Sehingga marwah media seperti yang diamanahkan
Undang-Undang Pers itu terjaga,” ucapnya.
Jumadi pun menyambut baik dialog yang digelar LAPMI HMI Pontianak
ini. Paling tidak, kata dia, kegiatan ini dapat memantik media agar kembali ke
jati diri dari pada peran dan fungsi media.
“Meski di tengah kebebasan pers, tapi tetap memegang teguh
idealisme media sebagai fungsi kontrol sosial,” tukasnya.
Lanjut Jumadi, jika media itu didirikan memang untuk bagian
dari kekuatan partai atau calon tertentu, tidak masalah. Sebab, hal serupa juga
terjadi di negara-negara demokrasi lainnya.
“Tapi yang menjadi konsen kita adalah media-media yang sudah
jelas pendiriannya, yang bukan bagian dari afiliasi kekuatan partai politik
atau calon tertentu dalam Pilkada maupun Pemilu tapi terkesan condong atau pro
ke calon atau partai politik tertentu,” tukasnya lagi.
“Menurut saya ini merusak etika jurnalistik, pemberitaan
yang adil, jelas tidak akan mampu terwujud. Kemudian media dijadikan instrumen
untuk menyerang yang tidak sejalan dengan kepentingan suatu kekuatan,”
timpalnya.
Sebagai akademisi, Jumadi juga menilai media massa cukup
berat dan sulit dalam menjaga netralitas.
Masalahnya, sebut dia, ada media yang dimiliki oleh kekuatan
politik tertentu atau ada kekuatan eksternal yang mempengaruhi.
“Ini ujian bagi media untuk mempertahankan netralitas dan
independensinya. Pemberitaan politik, oke, itu tidak ada larangan, itu
kebebasan pers. Tapi utamakan berita yang berimbang, yang tidak menjustifikasi
terutama media mainstream tidak mudah terpengaruh dengan pemberitaan media
sosial yang cepat menjustifikasi suatu peristiwa,” paparnya.
Paling tidak, kata dia, media mainstream sisi lainnya adalah
untuk menetralisir, mengklarifikasi dari berita-berita di media sosial yang
sangat cepat menjustifikasi, menggiring bahkan terkesan mempropaganda.
“Sehingga fungsi edukasi muncul, tentu media online juga
menjadi bagian terpenting,” ucapnya.
Jumadi juga menilai media sosial merupakan sebuah keniscayaan
yang tidak bisa dihindari, sebab ia menilai masyarakat saat ini ingin
mendapatkan suatu informasi yang cepat dan mudah dijangkau dimanapun berada.
“Kata kuncinya menurut saya adalah informasi yang
benar. Benar pun tidak boleh juga sepenuhnya diberitakan, karena itu akan ada
dampak sosial. Jadi proses dalam membuat berita mesti ada kehati-hatian, tidak hanya
kemudian mendapat suatu informasi, langsung cepat dipublikasikan. Jadi, saya
mengingatkan walaupun media sosial dalam prosesnya, verifikasi terhadap sumber
informasi suatu peristiwa itu harus didalami sebelum disebarkan, itu penting
menurut saya,” pungkasnya. (Fat)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini