Polhum    

Pengamat Politik Untan Sebut Media Massa Berat Untuk Netral

Oleh : Jauhari Fatria
Kamis, 08 November 2018
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline, Pontianak

Pengamat Politik Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, DR. Jumadi, S.Sos.,

M.Si., Ph.d menilai media di tahun politik ini sedang menjalani masa ujian, mampu

atau tidak untuk menjaga netralitas dan independensi dalam pemberitaan.

“Memang tidak bisa dipungkiri, media punya framing

tersendiri, media dalam membingkai pemberitaan itu tentu punya ciri khas

sendiri dalam konteks menganalisis, meneropong suatu fakta dan peristiwa

politik tertentu,” ujarnya, saat diwawancarai usai menjadi narasumber dalam dialog

publik bertajuk ‘netralitas media massa dalam melawan pembungkaman dan alat politik

praktis’ yang digelar LAPMI HMI Pontianak di aula rumah dinas Wakil Wali Kota

Pontianak, Kamis (8/11/2018) sore.

Tapi, kata dia, apapun bentuknya, media harus mempertahankan

netralitas dan independensinya termasuk kode etik jurnalistik.

“Sehingga marwah media seperti yang diamanahkan

Undang-Undang Pers itu terjaga,” ucapnya.

Jumadi pun menyambut baik dialog yang digelar LAPMI HMI Pontianak

ini. Paling tidak, kata dia, kegiatan ini dapat memantik media agar kembali ke

jati diri dari pada peran dan fungsi media.

“Meski di tengah kebebasan pers, tapi tetap memegang teguh

idealisme media sebagai fungsi kontrol sosial,” tukasnya.

Lanjut Jumadi, jika media itu didirikan memang untuk bagian

dari kekuatan partai atau calon tertentu, tidak masalah. Sebab, hal serupa juga

terjadi di negara-negara demokrasi lainnya.

“Tapi yang menjadi konsen kita adalah media-media yang sudah

jelas pendiriannya, yang bukan bagian dari afiliasi kekuatan partai politik

atau calon tertentu dalam Pilkada maupun Pemilu tapi terkesan condong atau pro

ke calon atau partai politik tertentu,” tukasnya lagi.

“Menurut saya ini merusak etika jurnalistik, pemberitaan

yang adil, jelas tidak akan mampu terwujud. Kemudian media dijadikan instrumen

untuk menyerang yang tidak sejalan dengan kepentingan suatu kekuatan,”

timpalnya.

Sebagai akademisi, Jumadi juga menilai media massa cukup

berat dan sulit dalam menjaga netralitas.

Masalahnya, sebut dia, ada media yang dimiliki oleh kekuatan

politik tertentu atau ada kekuatan eksternal yang mempengaruhi.

“Ini ujian bagi media untuk mempertahankan netralitas dan

independensinya. Pemberitaan politik, oke, itu tidak ada larangan, itu

kebebasan pers. Tapi utamakan berita yang berimbang, yang tidak menjustifikasi

terutama media mainstream tidak mudah terpengaruh dengan pemberitaan media

sosial yang cepat menjustifikasi suatu peristiwa,” paparnya.

Paling tidak, kata dia, media mainstream sisi lainnya adalah

untuk menetralisir, mengklarifikasi dari berita-berita di media sosial yang

sangat cepat menjustifikasi, menggiring bahkan terkesan mempropaganda.

“Sehingga fungsi edukasi muncul, tentu media online juga

menjadi bagian terpenting,” ucapnya.

Jumadi juga menilai media sosial merupakan sebuah keniscayaan

yang tidak bisa dihindari, sebab ia menilai masyarakat saat ini ingin

mendapatkan suatu informasi yang cepat dan mudah dijangkau dimanapun berada.

“Kata kuncinya menurut saya adalah informasi yang

benar. Benar pun tidak boleh juga sepenuhnya diberitakan, karena itu akan ada

dampak sosial. Jadi proses dalam membuat berita mesti ada kehati-hatian, tidak hanya

kemudian mendapat suatu informasi, langsung cepat dipublikasikan. Jadi, saya

mengingatkan walaupun media sosial dalam prosesnya, verifikasi terhadap sumber

informasi suatu peristiwa itu harus didalami sebelum disebarkan, itu penting

menurut saya,” pungkasnya. (Fat)

Artikel Selanjutnya
LAPMI HMI Pontianak Gelar Dialog Publik Sekaligus Launching Media Online
Kamis, 08 November 2018
Artikel Sebelumnya
Lestarikan Marwah Budaya Melayu Lewat Pementasan Seni Hadrah
Kamis, 08 November 2018

Berita terkait