Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Rabu, 13 Maret 2019 |
KalbarOnline,
Ketapang – Tersangka kasus tindak pidana penggelapan dana calon jemaah
haji, YW (36) meminta pihak Kantor Kementrian Agama (Kemenag) untuk menelusuri
pihak-pihak lain yang juga melakukan perekrutan pendaftaran umrah. Hal ini
lantaran menurut YW secara aturan tak diperbolehkan adanya jaringan perekrutan
umrah terkecuali melalui travel-travel resmi.
Ditemui awak media di Mapolres Ketapang, YW tampak terlihat
sedih. Perlahan-lahan YW menceritakan sejumlah pertanyaan yang dicecar oleh
jurnalis.
Masuk dalam jaringan marketing
YW mengaku awal mula dirinya menjadi leader di jaringan layaknya
marketing pendaftaran umrah pada tahun 2015-2016. Awalnya YW hanya menjalankan dengan
mencari titik-titik masyarakat yang hendak melakukan DP untuk umrah saja.
“Awalnya saya buka klinik kecantikan di rumah, ada pelanggan
saya menawarkan untuk ikut leader seperti marketing ini, memang dari penjelasan
tersebut untungnya besar, makanya saya tergiur,” ujar YW.

Akhirnya YW memutuskan masuk ke ‘Lima Utama’ yang merupakan
jaringan marketing dari perusahaan travel Arminareka Perdana yang mana tugas
leader mencari titik-titik awal guna mengejar reward yang dijanjikan perusahaan.
“Tidak ada gaji pokok, hanya kita dapat reward per satu orang jemaah yang membayar DP sebesar Rp3,5 juta. Reward yang didapat sebesar Rp900 ribu. Sedangkan
untuk satu jemaah yang membayar lunas, reward
yang didapat Rp150 ribu dan kalau ada 45 orang yang membayar lunas, dapat jatah
gratis berangkat untuk satu orang,” jelas YW.
Ia mengaku sama sekali tak mengetahui susunan di jaringan
tempatnya bekerja, yang hanya diketahuinya bahwa jaringan Lima Utama
bekerjasama dengan Travel Arminareka Perdana. Namun, setelah banyak
mencari-cari jemaah yang mendaftar, sekitar tahun 2016 atau 2017 jaringan Lima
Utama, kata YW, tak lagi bekerjasama dengan travel Arminareka Perdana dan
kemudian bergabung dengan travel Albadria Wisata dengan sistem kerja yang sama.
“Selama kerja ini belum pernah ada yang diberangkatkan Arminareka
Perdana, jadi jemaah yang sudah ada selama ini sekitar 200an yang sudah
diberangkatkan melalui Albadria Wisata dan itu berjalan lancar,” tukasnya.
Mulai tergiur
keuntungan lebih besar
Namun, dalam perjalanan waktu, dirinya tergiur keuntungan
lebih besar sehingga memberanikan diri untuk membeli voucher kursi terlebih dahulu sebanyak 400 voucher, dimana satu voucher
tersebut seharga Rp3 juta.
Voucher tersebut,
terang YW, nantinya akan dijual kembali ke jemaah yang ingin mendaftarkan diri
untuk umrah. Terlebih, lanjut YW, dirinya menalangi para jemaah yang baru
membayar Rp500 ribu atau Rp1 juta untuk didaftarkan mendapat kursi dengan
menyetor dulu ke perusahaan sebesar Rp3,5 juta per satu kursi.
Voucher yang terbeli tak dapat lagi diuangkan
“Sejak itulah keuangan jadi tak terkendali. Padahal untuk yang
sudah DP ada ratusan orang, hanya uangnya sebagian terpakai untuk keperluan
operasional selama bekerja. Ditambah lagi ternyata voucher yang sudah saya beli sekitar 400an tersebut tidak bisa
diuangkan padahal awalnya tidak ada aturan soal itu, makanya saya berani
spekulasi beli voucher untuk dijual
lagi, ternyata sekitar bulan lalu saat ada seminar yang dihadiri oleh pemilik
perusahaan, pemilik perusahaan mengaku bahwa voucher tersebut tak bisa diuangkan, jadi saya bingung dan merasa
jadi korban,” ceritanya lirih.
Saat ini, tutur YW, ada sekitar 15 orang jemaah yang sudah
melunasi biaya keberangkatan umrah namun belum diberangkatkan olehnya lantaran biaya
tersebut telah terpakai. Kemudian, lanjutnya lagi, ada sekitar 50an orang yang
sudah membayar DP dan mendapat voucher.
“Untuk 15 orang sudah lunas, itu tanggung jawab saya karena
uangnya saya pakai, untuk 50an yang sudah DP itu bisa langsung ke perusahaan
karena uangnya sudah disetor, tinggal melakukan pelunasan saja ke perusahaan
untuk proses keberangkatan. Hanya saja yang jadi persoalan setelah saya ditahan
jemaah-jemaah itu juga menuntut dikembalikan uangnya sedangkan uang DP sudah
disetor ke travel dan voucher sudah
dipegang jemaah, jadi itu tanggung jawab travel,” lugasnya.
YW menegaskan selain dirinya, banyak pihak-pihak yang
bekerja di jaringan-jaringan serupa. Namun, khusus untuk jaringan travel
Albadria Wisata di Ketapang, hanya dirinya.
Akui kerap berurusan
dengan Kemenag Ketapang
Perempuan berusia 36 tahun itu turut mengungkap mengenai
dirinya yang kerap kali berurusan di Kemenag Ketapang. Hal ini lantaran ada
aturan mengenai pembuatan paspor jemaah yang harus meminta rekomendasi dari
kantor Kemenag Ketapang dengan membawa surat perusahaan. Dari Kemenag pula, dirinya
tak sengaja bertemu dengan korban yang melaporkan dirinya terkait penggelapan
dana haji onh plus sebesar Rp569 juta itu.
“Saya tak ada mengiming-imingi yang gimana-gimana, karena saya
sering berangkatkan jemaah jadi mereka percaya. Janjinya tahun 2019, hanya saja
saya keburu ditangkap. Untuk biaya korban bertahap biaya itu saya pakai
menutupi keberangkatan jemaah umrah sebelum-sebelumnya, hingga terakhir tersisa
yang belum berangkat 15 orang jemaah itu,” jelasnya.
Beberkan sistem
jaringan sangat banyak di Ketapang
YW juga tak sungkan membeberkan bahwa sistem jaringan serupa
sangat banyak merebak di Ketapang. Hanya saja, kata dia, yang baru terbongkar ditambah
jemaahnya yang banyak baru dirinya seorang, sehingga menjadi sorotan publik. Sedangkan
oknum-oknum lainnya hanya memiliki 3-4 orang Jemaah. Hampir semua perusahaan
dipastikan YW menggunakan sistem jaringan serupa yang sebenarnya tak diperbolehkan
oleh Kementerian Agama.
Harap Kemenag
Objektif
“Makanya saya berharap Kemenag bisa lebih objektif melihat
kondisi ini. Saya awalnya tak tahu kalau sistem jaringan tak diperbolehkan. Sekitar
tahun 2017-2018 baru tahu dan dari pihak jaringan di tingkat atas kepada
jaringan di bawah mengatakan agar jangan ribut dan jangan sampai bocor keluar. Saya
tahu itu saat saya sudah terlanjur terjebak di dalam sistem yang tak
memungkinkan saya untuk lepas. Mau keluar tak bisa, maju dana tak terkendali. Saya
juga korban dan berharap Kemenag teliti mengenai kasus ini,” pintanya.
Kemenag Ketapang minta
masyarakat selektif
Sementara Kepala Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Ketapang,
Ikhwan Pohan melalui Kasi Penyelengara Haji dan Umrah Kemenag Ketapang, Hamzah
mengaku bahwa pihaknya hanya menangani terkait pengurusan haji. Namun, disebut
Hamzah, bukan haji reguler. Sedangkan untuk haji plus bukan berada pada pihaknya.
Kemudian, tutur Hamzah, untuk pengurusan umrah ada pada biro-biro perjalanan
yang terdaftar.
“Untuk umrah ini biro-biro atau travel, agar bisa
mendapatkan rekomendasi kita, harus memiliki izin. Kemudian untuk membuat
paspor jamaah juga harus dapat rekomendasi dari kita dengan melaporkan izin
operasionalnya,” tuturnya.
Per tanggal 1 April, lanjut Hamzah, biro atau travel yang menyelenggarakan
perjalanan umrah harus memiliki kantor cabang di Pontianak. Hal ini lantaran dari
hasil verifikasi Kemenag Kalbar, dari 180an perusahaan jasa pelayanan umrah se-Kalbar
yang sudah resmi dan memiliki kantor cabang di Pontianak baru mencapai 29 biro
perjalanan.
“Makanya kami selalu imbau masyarakat untuk selektif, tak
mudah percaya kepada pihak-pihak ketiga dan harus langsung ke travel jangan menggunakan
calo, kita jangan tergiur yang murah
saja dan pastikan jadwalnya, pastikan travelnya, penerbangan, visa, hotelnya. Itu
harus dipahami jemaah untuk terhindar dari modus penipuan,” tegasnya.
Berkenaan kasus yang menyeret YW, diakui Hamzah bahwa sesuai
aturan tak diperbolehkan melalui sistem jaringan. Hanya saja dalam kasus ini,
pelaku, kata Hamzah, ada melaporkan izin perusahaan lengkap, sehingga pihaknya
tak bisa untuk tidak memproses rekomendasi untuk pembuatan paspor jemaah.
“Jadi kenakalan-kenakalan ini ada dan potensi ada, jadi kita
terus berupaya mencegahnya dengan mengimbau dan sosialisasi ke masyarakat agar
tak mudah terpedaya,” tandasnya.
Merugi ratusan juta,
korban harap tak ada korban-korban lainnya
Sementara anak dari korban penipuan keberangkatan haji plus
oleh YW, Susta Gunawan mengaku bahwa dirinya bertemu dengan YW di Kemenag
Ketapang saat mencari informasi mengenai keberangkatan haji. Saat itu dirinya
bertemu YW dan sempat mengobrol serta bertukaran nomor handphone.
“Tak lama pelaku datang ke Kendawangan bersama suaminya serta
rekannya dan suami yang juga warga Kendawangan menawarkan haji plus dengan
estiminasi keberangkatkan setahun atau dua tahun bisa berangkat,” jelasnya.
Lantaran ingin melaksanakan ibadah, terlebih lagi YW datang
bersama warga Kendawangan lainnya sehingga dirinya bersama keluarga percaya dan
berpikiran positif. Ia beranggapan bahwa sangat tak dimungkinkan warga
sekampungnya akan menipu dirinya. Pada saat itu, lanjut Susta, keempatnya mengaku
sebagai sebuah tim.
“Kami diyakinkan dipujuk saat itu, akhirnya kami daftarkan
empat orang di antaranya bapak saya, ibu saya, kakak saya serta ipar saya
dengan biaya per orang sebesar Rp149 juta yang dalam jangka setahun semuanya
sudah kami lunasi dan dijanjikan berangkat tahun ini,” tukasnya.
Berjalannya waktu tak ada kepastian yang diberikan oleh YW, hingga
akhirnya dia melaporkan hal tersebut ke pihak Kepolisian sehingga YW ditangkap
dan ditetapkan sebagai tersangka.
Untuk itu Susta berharap agar uangnya dapat dikembalikan sehingga
dapat memberangkatkan haji orang tua serta saudaranya. Tak hanya itu, ia juga
berharap agar kasus tersebut dapat diproses tuntas pihak kepolisian.
“Kami sangat berharap agar diproses dan diungkap dengan
tuntas. Kami juga berharap jangan sampai ada lagi korban lainnya, siapapun
terlibat harus diproses,” pintanya.
Sementara Kasat Reskrim Polres Ketapang, AKP Eko Mardianto
mengaku pihaknya saat ini masih terus melakukan penyelidikan terkait kasus ini.
“Kemungkinan ada korban-korban lain yang akan melapor
meskipun saat ini belum ada pihak lain melapor. Tapi kita masih akan terus kembangkan
kasus ini,” pungkasnya. (Adi LC)
KalbarOnline,
Ketapang – Tersangka kasus tindak pidana penggelapan dana calon jemaah
haji, YW (36) meminta pihak Kantor Kementrian Agama (Kemenag) untuk menelusuri
pihak-pihak lain yang juga melakukan perekrutan pendaftaran umrah. Hal ini
lantaran menurut YW secara aturan tak diperbolehkan adanya jaringan perekrutan
umrah terkecuali melalui travel-travel resmi.
Ditemui awak media di Mapolres Ketapang, YW tampak terlihat
sedih. Perlahan-lahan YW menceritakan sejumlah pertanyaan yang dicecar oleh
jurnalis.
Masuk dalam jaringan marketing
YW mengaku awal mula dirinya menjadi leader di jaringan layaknya
marketing pendaftaran umrah pada tahun 2015-2016. Awalnya YW hanya menjalankan dengan
mencari titik-titik masyarakat yang hendak melakukan DP untuk umrah saja.
“Awalnya saya buka klinik kecantikan di rumah, ada pelanggan
saya menawarkan untuk ikut leader seperti marketing ini, memang dari penjelasan
tersebut untungnya besar, makanya saya tergiur,” ujar YW.

Akhirnya YW memutuskan masuk ke ‘Lima Utama’ yang merupakan
jaringan marketing dari perusahaan travel Arminareka Perdana yang mana tugas
leader mencari titik-titik awal guna mengejar reward yang dijanjikan perusahaan.
“Tidak ada gaji pokok, hanya kita dapat reward per satu orang jemaah yang membayar DP sebesar Rp3,5 juta. Reward yang didapat sebesar Rp900 ribu. Sedangkan
untuk satu jemaah yang membayar lunas, reward
yang didapat Rp150 ribu dan kalau ada 45 orang yang membayar lunas, dapat jatah
gratis berangkat untuk satu orang,” jelas YW.
Ia mengaku sama sekali tak mengetahui susunan di jaringan
tempatnya bekerja, yang hanya diketahuinya bahwa jaringan Lima Utama
bekerjasama dengan Travel Arminareka Perdana. Namun, setelah banyak
mencari-cari jemaah yang mendaftar, sekitar tahun 2016 atau 2017 jaringan Lima
Utama, kata YW, tak lagi bekerjasama dengan travel Arminareka Perdana dan
kemudian bergabung dengan travel Albadria Wisata dengan sistem kerja yang sama.
“Selama kerja ini belum pernah ada yang diberangkatkan Arminareka
Perdana, jadi jemaah yang sudah ada selama ini sekitar 200an yang sudah
diberangkatkan melalui Albadria Wisata dan itu berjalan lancar,” tukasnya.
Mulai tergiur
keuntungan lebih besar
Namun, dalam perjalanan waktu, dirinya tergiur keuntungan
lebih besar sehingga memberanikan diri untuk membeli voucher kursi terlebih dahulu sebanyak 400 voucher, dimana satu voucher
tersebut seharga Rp3 juta.
Voucher tersebut,
terang YW, nantinya akan dijual kembali ke jemaah yang ingin mendaftarkan diri
untuk umrah. Terlebih, lanjut YW, dirinya menalangi para jemaah yang baru
membayar Rp500 ribu atau Rp1 juta untuk didaftarkan mendapat kursi dengan
menyetor dulu ke perusahaan sebesar Rp3,5 juta per satu kursi.
Voucher yang terbeli tak dapat lagi diuangkan
“Sejak itulah keuangan jadi tak terkendali. Padahal untuk yang
sudah DP ada ratusan orang, hanya uangnya sebagian terpakai untuk keperluan
operasional selama bekerja. Ditambah lagi ternyata voucher yang sudah saya beli sekitar 400an tersebut tidak bisa
diuangkan padahal awalnya tidak ada aturan soal itu, makanya saya berani
spekulasi beli voucher untuk dijual
lagi, ternyata sekitar bulan lalu saat ada seminar yang dihadiri oleh pemilik
perusahaan, pemilik perusahaan mengaku bahwa voucher tersebut tak bisa diuangkan, jadi saya bingung dan merasa
jadi korban,” ceritanya lirih.
Saat ini, tutur YW, ada sekitar 15 orang jemaah yang sudah
melunasi biaya keberangkatan umrah namun belum diberangkatkan olehnya lantaran biaya
tersebut telah terpakai. Kemudian, lanjutnya lagi, ada sekitar 50an orang yang
sudah membayar DP dan mendapat voucher.
“Untuk 15 orang sudah lunas, itu tanggung jawab saya karena
uangnya saya pakai, untuk 50an yang sudah DP itu bisa langsung ke perusahaan
karena uangnya sudah disetor, tinggal melakukan pelunasan saja ke perusahaan
untuk proses keberangkatan. Hanya saja yang jadi persoalan setelah saya ditahan
jemaah-jemaah itu juga menuntut dikembalikan uangnya sedangkan uang DP sudah
disetor ke travel dan voucher sudah
dipegang jemaah, jadi itu tanggung jawab travel,” lugasnya.
YW menegaskan selain dirinya, banyak pihak-pihak yang
bekerja di jaringan-jaringan serupa. Namun, khusus untuk jaringan travel
Albadria Wisata di Ketapang, hanya dirinya.
Akui kerap berurusan
dengan Kemenag Ketapang
Perempuan berusia 36 tahun itu turut mengungkap mengenai
dirinya yang kerap kali berurusan di Kemenag Ketapang. Hal ini lantaran ada
aturan mengenai pembuatan paspor jemaah yang harus meminta rekomendasi dari
kantor Kemenag Ketapang dengan membawa surat perusahaan. Dari Kemenag pula, dirinya
tak sengaja bertemu dengan korban yang melaporkan dirinya terkait penggelapan
dana haji onh plus sebesar Rp569 juta itu.
“Saya tak ada mengiming-imingi yang gimana-gimana, karena saya
sering berangkatkan jemaah jadi mereka percaya. Janjinya tahun 2019, hanya saja
saya keburu ditangkap. Untuk biaya korban bertahap biaya itu saya pakai
menutupi keberangkatan jemaah umrah sebelum-sebelumnya, hingga terakhir tersisa
yang belum berangkat 15 orang jemaah itu,” jelasnya.
Beberkan sistem
jaringan sangat banyak di Ketapang
YW juga tak sungkan membeberkan bahwa sistem jaringan serupa
sangat banyak merebak di Ketapang. Hanya saja, kata dia, yang baru terbongkar ditambah
jemaahnya yang banyak baru dirinya seorang, sehingga menjadi sorotan publik. Sedangkan
oknum-oknum lainnya hanya memiliki 3-4 orang Jemaah. Hampir semua perusahaan
dipastikan YW menggunakan sistem jaringan serupa yang sebenarnya tak diperbolehkan
oleh Kementerian Agama.
Harap Kemenag
Objektif
“Makanya saya berharap Kemenag bisa lebih objektif melihat
kondisi ini. Saya awalnya tak tahu kalau sistem jaringan tak diperbolehkan. Sekitar
tahun 2017-2018 baru tahu dan dari pihak jaringan di tingkat atas kepada
jaringan di bawah mengatakan agar jangan ribut dan jangan sampai bocor keluar. Saya
tahu itu saat saya sudah terlanjur terjebak di dalam sistem yang tak
memungkinkan saya untuk lepas. Mau keluar tak bisa, maju dana tak terkendali. Saya
juga korban dan berharap Kemenag teliti mengenai kasus ini,” pintanya.
Kemenag Ketapang minta
masyarakat selektif
Sementara Kepala Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Ketapang,
Ikhwan Pohan melalui Kasi Penyelengara Haji dan Umrah Kemenag Ketapang, Hamzah
mengaku bahwa pihaknya hanya menangani terkait pengurusan haji. Namun, disebut
Hamzah, bukan haji reguler. Sedangkan untuk haji plus bukan berada pada pihaknya.
Kemudian, tutur Hamzah, untuk pengurusan umrah ada pada biro-biro perjalanan
yang terdaftar.
“Untuk umrah ini biro-biro atau travel, agar bisa
mendapatkan rekomendasi kita, harus memiliki izin. Kemudian untuk membuat
paspor jamaah juga harus dapat rekomendasi dari kita dengan melaporkan izin
operasionalnya,” tuturnya.
Per tanggal 1 April, lanjut Hamzah, biro atau travel yang menyelenggarakan
perjalanan umrah harus memiliki kantor cabang di Pontianak. Hal ini lantaran dari
hasil verifikasi Kemenag Kalbar, dari 180an perusahaan jasa pelayanan umrah se-Kalbar
yang sudah resmi dan memiliki kantor cabang di Pontianak baru mencapai 29 biro
perjalanan.
“Makanya kami selalu imbau masyarakat untuk selektif, tak
mudah percaya kepada pihak-pihak ketiga dan harus langsung ke travel jangan menggunakan
calo, kita jangan tergiur yang murah
saja dan pastikan jadwalnya, pastikan travelnya, penerbangan, visa, hotelnya. Itu
harus dipahami jemaah untuk terhindar dari modus penipuan,” tegasnya.
Berkenaan kasus yang menyeret YW, diakui Hamzah bahwa sesuai
aturan tak diperbolehkan melalui sistem jaringan. Hanya saja dalam kasus ini,
pelaku, kata Hamzah, ada melaporkan izin perusahaan lengkap, sehingga pihaknya
tak bisa untuk tidak memproses rekomendasi untuk pembuatan paspor jemaah.
“Jadi kenakalan-kenakalan ini ada dan potensi ada, jadi kita
terus berupaya mencegahnya dengan mengimbau dan sosialisasi ke masyarakat agar
tak mudah terpedaya,” tandasnya.
Merugi ratusan juta,
korban harap tak ada korban-korban lainnya
Sementara anak dari korban penipuan keberangkatan haji plus
oleh YW, Susta Gunawan mengaku bahwa dirinya bertemu dengan YW di Kemenag
Ketapang saat mencari informasi mengenai keberangkatan haji. Saat itu dirinya
bertemu YW dan sempat mengobrol serta bertukaran nomor handphone.
“Tak lama pelaku datang ke Kendawangan bersama suaminya serta
rekannya dan suami yang juga warga Kendawangan menawarkan haji plus dengan
estiminasi keberangkatkan setahun atau dua tahun bisa berangkat,” jelasnya.
Lantaran ingin melaksanakan ibadah, terlebih lagi YW datang
bersama warga Kendawangan lainnya sehingga dirinya bersama keluarga percaya dan
berpikiran positif. Ia beranggapan bahwa sangat tak dimungkinkan warga
sekampungnya akan menipu dirinya. Pada saat itu, lanjut Susta, keempatnya mengaku
sebagai sebuah tim.
“Kami diyakinkan dipujuk saat itu, akhirnya kami daftarkan
empat orang di antaranya bapak saya, ibu saya, kakak saya serta ipar saya
dengan biaya per orang sebesar Rp149 juta yang dalam jangka setahun semuanya
sudah kami lunasi dan dijanjikan berangkat tahun ini,” tukasnya.
Berjalannya waktu tak ada kepastian yang diberikan oleh YW, hingga
akhirnya dia melaporkan hal tersebut ke pihak Kepolisian sehingga YW ditangkap
dan ditetapkan sebagai tersangka.
Untuk itu Susta berharap agar uangnya dapat dikembalikan sehingga
dapat memberangkatkan haji orang tua serta saudaranya. Tak hanya itu, ia juga
berharap agar kasus tersebut dapat diproses tuntas pihak kepolisian.
“Kami sangat berharap agar diproses dan diungkap dengan
tuntas. Kami juga berharap jangan sampai ada lagi korban lainnya, siapapun
terlibat harus diproses,” pintanya.
Sementara Kasat Reskrim Polres Ketapang, AKP Eko Mardianto
mengaku pihaknya saat ini masih terus melakukan penyelidikan terkait kasus ini.
“Kemungkinan ada korban-korban lain yang akan melapor
meskipun saat ini belum ada pihak lain melapor. Tapi kita masih akan terus kembangkan
kasus ini,” pungkasnya. (Adi LC)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini