Ketapang    

Pengungkapan Kasus Penggelapan Dana Calon Jemaah Haji di Ketapang

Oleh : Jauhari Fatria
Rabu, 13 Maret 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline,

Ketapang – Tersangka kasus tindak pidana penggelapan dana calon jemaah

haji, YW (36) meminta pihak Kantor Kementrian Agama (Kemenag) untuk menelusuri

pihak-pihak lain yang juga melakukan perekrutan pendaftaran umrah. Hal ini

lantaran menurut YW secara aturan tak diperbolehkan adanya jaringan perekrutan

umrah terkecuali melalui travel-travel resmi.

Ditemui awak media di Mapolres Ketapang, YW tampak terlihat

sedih. Perlahan-lahan YW menceritakan sejumlah pertanyaan yang dicecar oleh

jurnalis.

https://kalbaronline.com/2019/03/10/polisi-ungkap-kasus-penggelapan-dana-haji-di-ketapang/

Masuk dalam jaringan marketing

YW mengaku awal mula dirinya menjadi leader di jaringan layaknya

marketing pendaftaran umrah pada tahun 2015-2016. Awalnya YW hanya menjalankan dengan

mencari titik-titik masyarakat yang hendak melakukan DP untuk umrah saja.

“Awalnya saya buka klinik kecantikan di rumah, ada pelanggan

saya menawarkan untuk ikut leader seperti marketing ini, memang dari penjelasan

tersebut untungnya besar, makanya saya tergiur,” ujar YW.

Tersangka YW saat diwawancarai awak media
Tersangka YW saat diwawancarai awak media (Foto: Adi LC)

Akhirnya YW memutuskan masuk ke ‘Lima Utama’ yang merupakan

jaringan marketing dari perusahaan travel Arminareka Perdana yang mana tugas

leader mencari titik-titik awal guna mengejar reward yang dijanjikan perusahaan.

“Tidak ada gaji pokok, hanya kita dapat reward per satu orang jemaah yang membayar DP sebesar Rp3,5 juta. Reward yang didapat sebesar Rp900 ribu. Sedangkan

untuk satu jemaah yang membayar lunas, reward

yang didapat Rp150 ribu dan kalau ada 45 orang yang membayar lunas, dapat jatah

gratis berangkat untuk satu orang,” jelas YW.

Ia mengaku sama sekali tak mengetahui susunan di jaringan

tempatnya bekerja, yang hanya diketahuinya bahwa jaringan Lima Utama

bekerjasama dengan Travel Arminareka Perdana. Namun, setelah banyak

mencari-cari jemaah yang mendaftar, sekitar tahun 2016 atau 2017 jaringan Lima

Utama, kata YW, tak lagi bekerjasama dengan travel Arminareka Perdana dan

kemudian bergabung dengan travel Albadria Wisata dengan sistem kerja yang sama.

“Selama kerja ini belum pernah ada yang diberangkatkan Arminareka

Perdana, jadi jemaah yang sudah ada selama ini sekitar 200an yang sudah

diberangkatkan melalui Albadria Wisata dan itu berjalan lancar,” tukasnya.

Mulai tergiur

keuntungan lebih besar

Namun, dalam perjalanan waktu, dirinya tergiur keuntungan

lebih besar sehingga memberanikan diri untuk membeli voucher kursi terlebih dahulu sebanyak 400 voucher, dimana satu voucher

tersebut seharga Rp3 juta.

Voucher tersebut,

terang YW, nantinya akan dijual kembali ke jemaah yang ingin mendaftarkan diri

untuk umrah. Terlebih, lanjut YW, dirinya menalangi para jemaah yang baru

membayar Rp500 ribu atau Rp1 juta untuk didaftarkan mendapat kursi dengan

menyetor dulu ke perusahaan sebesar Rp3,5 juta per satu kursi.

Voucher yang terbeli tak dapat lagi diuangkan

“Sejak itulah keuangan jadi tak terkendali. Padahal untuk yang

sudah DP ada ratusan orang, hanya uangnya sebagian terpakai untuk keperluan

operasional selama bekerja. Ditambah lagi ternyata voucher yang sudah saya beli sekitar 400an tersebut tidak bisa

diuangkan padahal awalnya tidak ada aturan soal itu, makanya saya berani

spekulasi beli voucher untuk dijual

lagi, ternyata sekitar bulan lalu saat ada seminar yang dihadiri oleh pemilik

perusahaan, pemilik perusahaan mengaku bahwa voucher tersebut tak bisa diuangkan, jadi saya bingung dan merasa

jadi korban,” ceritanya lirih.

Saat ini, tutur YW, ada sekitar 15 orang jemaah yang sudah

melunasi biaya keberangkatan umrah namun belum diberangkatkan olehnya lantaran biaya

tersebut telah terpakai. Kemudian, lanjutnya lagi, ada sekitar 50an orang yang

sudah membayar DP dan mendapat voucher.

“Untuk 15 orang sudah lunas, itu tanggung jawab saya karena

uangnya saya pakai, untuk 50an yang sudah DP itu bisa langsung ke perusahaan

karena uangnya sudah disetor, tinggal melakukan pelunasan saja ke perusahaan

untuk proses keberangkatan. Hanya saja yang jadi persoalan setelah saya ditahan

jemaah-jemaah itu juga menuntut dikembalikan uangnya sedangkan uang DP sudah

disetor ke travel dan voucher sudah

dipegang jemaah, jadi itu tanggung jawab travel,” lugasnya.

YW menegaskan selain dirinya, banyak pihak-pihak yang

bekerja di jaringan-jaringan serupa. Namun, khusus untuk jaringan travel

Albadria Wisata di Ketapang, hanya dirinya.

Akui kerap berurusan

dengan Kemenag Ketapang

Perempuan berusia 36 tahun itu turut mengungkap mengenai

dirinya yang kerap kali berurusan di Kemenag Ketapang. Hal ini lantaran ada

aturan mengenai pembuatan paspor jemaah yang harus meminta rekomendasi dari

kantor Kemenag Ketapang dengan membawa surat perusahaan. Dari Kemenag pula, dirinya

tak sengaja bertemu dengan korban yang melaporkan dirinya terkait penggelapan

dana haji onh plus sebesar Rp569 juta itu.

“Saya tak ada mengiming-imingi yang gimana-gimana, karena saya

sering berangkatkan jemaah jadi mereka percaya. Janjinya tahun 2019, hanya saja

saya keburu ditangkap. Untuk biaya korban bertahap biaya itu saya pakai

menutupi keberangkatan jemaah umrah sebelum-sebelumnya, hingga terakhir tersisa

yang belum berangkat 15 orang jemaah itu,” jelasnya.

Beberkan sistem

jaringan sangat banyak di Ketapang

YW juga tak sungkan membeberkan bahwa sistem jaringan serupa

sangat banyak merebak di Ketapang. Hanya saja, kata dia, yang baru terbongkar ditambah

jemaahnya yang banyak baru dirinya seorang, sehingga menjadi sorotan publik. Sedangkan

oknum-oknum lainnya hanya memiliki 3-4 orang Jemaah. Hampir semua perusahaan

dipastikan YW menggunakan sistem jaringan serupa yang sebenarnya tak diperbolehkan

oleh Kementerian Agama.

Harap Kemenag

Objektif

“Makanya saya berharap Kemenag bisa lebih objektif melihat

kondisi ini. Saya awalnya tak tahu kalau sistem jaringan tak diperbolehkan. Sekitar

tahun 2017-2018 baru tahu dan dari pihak jaringan di tingkat atas kepada

jaringan di bawah mengatakan agar jangan ribut dan jangan sampai bocor keluar. Saya

tahu itu saat saya sudah terlanjur terjebak di dalam sistem yang tak

memungkinkan saya untuk lepas. Mau keluar tak bisa, maju dana tak terkendali. Saya

juga korban dan berharap Kemenag teliti mengenai kasus ini,” pintanya.

Kemenag Ketapang minta

masyarakat selektif

Sementara Kepala Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Ketapang,

Ikhwan Pohan melalui Kasi Penyelengara Haji dan Umrah Kemenag Ketapang, Hamzah

mengaku bahwa pihaknya hanya menangani terkait pengurusan haji. Namun, disebut

Hamzah, bukan haji reguler. Sedangkan untuk haji plus bukan berada pada pihaknya.

Kemudian, tutur Hamzah, untuk pengurusan umrah ada pada biro-biro perjalanan

yang terdaftar.

“Untuk umrah ini biro-biro atau travel, agar bisa

mendapatkan rekomendasi kita, harus memiliki izin. Kemudian untuk membuat

paspor jamaah juga harus dapat rekomendasi dari kita dengan melaporkan izin

operasionalnya,” tuturnya.

Per tanggal 1 April, lanjut Hamzah, biro atau travel yang menyelenggarakan

perjalanan umrah harus memiliki kantor cabang di Pontianak. Hal ini lantaran dari

hasil verifikasi Kemenag Kalbar, dari 180an perusahaan jasa pelayanan umrah se-Kalbar

yang sudah resmi dan memiliki kantor cabang di Pontianak baru mencapai 29 biro

perjalanan.

“Makanya kami selalu imbau masyarakat untuk selektif, tak

mudah percaya kepada pihak-pihak ketiga dan harus langsung ke travel jangan menggunakan

calo, kita jangan tergiur yang murah

saja dan pastikan jadwalnya, pastikan travelnya, penerbangan, visa, hotelnya. Itu

harus dipahami jemaah untuk terhindar dari modus penipuan,” tegasnya.

Berkenaan kasus yang menyeret YW, diakui Hamzah bahwa sesuai

aturan tak diperbolehkan melalui sistem jaringan. Hanya saja dalam kasus ini,

pelaku, kata Hamzah, ada melaporkan izin perusahaan lengkap, sehingga pihaknya

tak bisa untuk tidak memproses rekomendasi untuk pembuatan paspor jemaah.

“Jadi kenakalan-kenakalan ini ada dan potensi ada, jadi kita

terus berupaya mencegahnya dengan mengimbau dan sosialisasi ke masyarakat agar

tak mudah terpedaya,” tandasnya.

Merugi ratusan juta,

korban harap tak ada korban-korban lainnya

Sementara anak dari korban penipuan keberangkatan haji plus

oleh YW, Susta Gunawan mengaku bahwa dirinya bertemu dengan YW di Kemenag

Ketapang saat mencari informasi mengenai keberangkatan haji. Saat itu dirinya

bertemu YW dan sempat mengobrol serta bertukaran nomor handphone.

“Tak lama pelaku datang ke Kendawangan bersama suaminya serta

rekannya dan suami yang juga warga Kendawangan menawarkan haji plus dengan

estiminasi keberangkatkan setahun atau dua tahun bisa berangkat,” jelasnya.

Lantaran ingin melaksanakan ibadah, terlebih lagi YW datang

bersama warga Kendawangan lainnya sehingga dirinya bersama keluarga percaya dan

berpikiran positif. Ia beranggapan bahwa sangat tak dimungkinkan warga

sekampungnya akan menipu dirinya. Pada saat itu, lanjut Susta, keempatnya mengaku

sebagai sebuah tim.

“Kami diyakinkan dipujuk saat itu, akhirnya kami daftarkan

empat orang di antaranya bapak saya, ibu saya, kakak saya serta ipar saya

dengan biaya per orang sebesar Rp149 juta yang dalam jangka setahun semuanya

sudah kami lunasi dan dijanjikan berangkat tahun ini,” tukasnya.

Berjalannya waktu tak ada kepastian yang diberikan oleh YW, hingga

akhirnya dia melaporkan hal tersebut ke pihak Kepolisian sehingga YW ditangkap

dan ditetapkan sebagai tersangka.

Untuk itu Susta berharap agar uangnya dapat dikembalikan sehingga

dapat memberangkatkan haji orang tua serta saudaranya. Tak hanya itu, ia juga

berharap agar kasus tersebut dapat diproses tuntas pihak kepolisian.

“Kami sangat berharap agar diproses dan diungkap dengan

tuntas. Kami juga berharap jangan sampai ada lagi korban lainnya, siapapun

terlibat harus diproses,” pintanya.

Sementara Kasat Reskrim Polres Ketapang, AKP Eko Mardianto

mengaku pihaknya saat ini masih terus melakukan penyelidikan terkait kasus ini.

“Kemungkinan ada korban-korban lain yang akan melapor

meskipun saat ini belum ada pihak lain melapor. Tapi kita masih akan terus kembangkan

kasus ini,” pungkasnya. (Adi LC)

Artikel Selanjutnya
Buka Sosialisasi Strategi Nasional KP2S, Bupati Jarot Tegaskan Penyebab Stunting Bukan Karena Kurang Makan
Selasa, 12 Maret 2019
Artikel Sebelumnya
Mengaku Saling Jatuh Cinta, Guru Honorer di Sandai Setubuhi Siswinya
Selasa, 12 Maret 2019

Berita terkait