Ketapang    

Bupati dan Pihak Swasta Duduk Bersama Bahas Pengembangan Lanskap Ketapang Selatan

Oleh : Jauhari Fatria
Jumat, 22 November 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

Workshop Tindaklanjut

Lokakarya Multipihak Lanskap Ketapang Selatan

KalbarOnline,

Ketapang – Bupati Ketapang, Martin Rantan membuka workshop tindaklanjut

lokakarya multipihak Lanskap Ketapang Selatan, Kamis (21/11/2019). Workshop

yang merupakan bagian dari program lanskap yang digagas oleh Aidenvironment Global

Environment Center (GEC) dan IOI Group ini dalam rangka menyamakan persepsi

sekaligus mensinergikan upaya-upaya untuk mendukung pembangunan berkelanjutan

di wilayah Lanskap Ketapang Selatan.

Adapun beberapa isu yang dibahas yakni seputar isu

lingkungan dan pemberdayaan masyarakat seperti isu kebakaran hutan dan lahan

serta isu pengelolaan kawasan konservasi dan pemberdayaan masyarakat.

Dalam sambutannya, Bupati Martin menegaskan bahwa pihaknya

menyambut baik inisiatif Aidenvironment yang berupaya untuk membangun kerjasama

dan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan menuju perencanaan pembangunan

berkelanjutan di kawasan Lanskap Ketapang Selatan. Hal ini, menurutnya sesuai

dengan visi dan misi Pemerintah Kabupaten Ketapang.

“Memang pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di wilayah

Lanskap Ketapang Selatan terlalu sulit untuk diatasi oleh pemerintah atau

sektor swasta sendiri. Oleh karena itu,perlu ada kerjasama dari berbagai

pihak,” ujarnya.

Oleh karenanya, lanjut Bupati, dalam tindaklanjut lokakarya

multipihak ini diharapkan dapat menghasilkan sejumlah output yang akan dipahami

dan disepakati bersama terutama dalam rangka membangun kesepakatan bersama

multipihak terkait pembangunan kawasan perdesaan dan pengelolaan kawasan

konservasi di wilayah Ketapang bagian selatan.

Workshop yang dihadiri sekitar 100 peserta perwakilan

pemerintah, industri, komunitas dan masyarakat sipil ini merupakan lokakarya

lanjutan untuk menyusun rencana aksi nyata secara kolaboratif multipihak dalam

penanganan sejumlah isu yang cukup sulit mengenai Lanskap Ketapang Selatan.

Para peserta yang hadir itu juga merupakan anggota kelompok kerja yang

terbentuk melalui forum serupa pada 15 Juli lalu.

Pasca digelarnya forum yang lalu, setiap kelompok kerja

telah beberapa kali bertemu juga secara informal dan formal untuk membahas dan

membuat rencana aksi kedepannya terkait isu strategis yang ditangani.

Saat ini telah terbentuk tiga kelompok kerja lewat sebuah

forum kolaborasi multipihak yang dilaksanakan di Hotel Aston Ketapang pada 15

Juli lalu. Kelompok-kelompok kerja tersebut terdiri dari perwakilan pemerintah

kabupaten, kecamatan, desa, perwakilan perusahaa-perusahaan perkebunan yang

beroperasi di Ketapang Selatan dan perwakilan organisasi masyarakat sipil yang

bergerak untuk isu lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Setiap kelompok

kerja akan menangani tantangan dan isu strategis terkait lanskap ini yaitu isu

kebakaran hutan dan lahan, isu pengelolaan kawasan konservasi dan pemberdayaan

masyarakat.

Kelompok kerja Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) telah

menghasilkan beberapa rencana kerja yaitu memetakan peran berbagai pemangku

kepentingan terkait, meningkatkan upaya pencegahan melalui pembuatan zonasi

kecil pada area kerja untuk memaksimalkan fungsi patroli, melakukan sosialisasi

terpadu kepada masyarakat, memperkuat jaringan komunikasi antar pihak melalui

forum Karhutla dan mengintegrasikan sarana dan prasarana terkait upaya

pencegahan dan penanggulangan Karhutla seperti dengan pembuatan embung air

sebagai fasilitas penanggulangan karhutla dengan sumber air dari sungai dan

pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA).

Kelompok kerja Pengelolaan Kawasan Konservasi/Cagar Alam

telah menghasilkan beberapa rencana kerja yaitu meningkatan SDM dan edukasi

lingkungan, identifikasi area NKT (Nilai Konservasi Tinggi) sekitar Cagar Alam

(CA) yang memiliki karakteristik mendekati CA, pemanfaatan buffer zone CA untuk

ekonomi alternatif masyarakat, melibatkan Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) dalam

Kelompok Kerja Cagar Alam Muara Kendawangan, rehabilitasi mangrove berbasis

masyarakat, pembuatan embung air sebagai fasilitas penanggulangan karhutla

dengan sumber air dari sungai dan pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA).

Kelompok kerja pemberdayaan masyarakat juga telah

menghasilkan beberapa rencana kerja yaitu pelibatan para pihak dalam mendorong

percepatan pembangunan kawasan pedesaan, memasukkan dan mengawal program

prioritas unggulan desa kedalam Musrenbangdes tingkat kecamatan agar

terakomodir pada Rencana Kerja Program Daerah (RKPD) Kabupaten, penyelesaian

tapal batas desa, melaksanakan diskusi rutin untuk mengetahui kendala dan

peluang yang terjadi pada tingkat lanskap, mendorong adanya regulasi yang jelas

terkait standar harga komoditi unggulan seperti karet dan pertanian lainnya dan

regulasi terkait peternakan, mendorong industri pengolahan komoditas pertanian

dan perkebunan dan membuka akses pasar, membangun sinergi antara program

pemerintah daerah dengan implementasinya di tingkat desa.

Lokakarya multipihak kali ini bertujuan untuk memonitor

kemajuan dari tiap kelompok kerja lewat paparan dari tiap kelompok, dan

melakukan konsolidasi antar kelompok kerja, dengan difasilitasi oleh pihak

Aidenvironment, Global Environment Center (GEC) dan IOI, yang bertujuan agar

semua pihak, baik yang berada dalam satu kelompok kerja maupun antar kelompok

kerja dapat berkolaborasi lebih baik dan melakukan sinergi dalam menggunakan

sumberdaya agar tujuan dan kegiatan dari masing-masing kelompok dapat tercapai

secara efektif dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat di wilayah lanskap

ini.

Marius Gunawan, Manajer Senior bidang Lanskap di

Aidenvironment mengatakan melalui pembentukan kelompok-kelompok kerja ini

diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dan mempermudah

koordinasi antar pihak karena dilakukan dalam kelompok yang lebih kecil dan isu

strategis yang ditangani juga lebih fokus.

“Pihak Aidenvironment, GEC dan IOI membantu dalam tahap

inisiasinya dan diharapkan kedepannya kelompok-kelompok kerja yang terbentuk

dapat terus bekerja menangani isu-isu strategis tersebut dengan dukungan dari

Pemerintah Daerah,” ujarnya.

Sementara Faizal Parish, Direktur Global Environment Center

mengatakan bahwa Lanskap Ketapang Selatan yang kaya akan sumber daya alam ini

juga memiliki kerawanan yang tinggi terhadap terjadinya kebakaran hutan dan

lahan.

“Pihak GEC terus secara aktif akan terus memberikan

informasi terkait resiko kebakaran yang meningkat terutama pada periode

kekeringan. Sehingga peran kelompok kerja penanggulangan Karhutla akan sangat

penting untuk menterjemahkan informasi tersebut menjadi aksi nyata pencegahan

dan penanggulangan potensi kebakaran,” tukasnya.

Carl Dagenhart, Kepala Bagian Pelibatan Pemangku Kepentingan

di IOI Group, mengatakan bahwa program dan rekomendasi yang dihasilkan oleh

setiap kelompok kerja menunjukkan keseriusan mereka bekerja untuk menangani

isu-isu kunci di Lanskap Ketapang Selatan agar pembangunan yang dilakukan dapat

memberikan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan jangka panjang bagi

masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan.

“IOI sebagai salah satu perusahaan sawit yang memiliki

konsesi yang dikelola oleh PT. SNA, tidak ingin hanya mengambil manfaat dari

operasional kami di sana tetapi juga secara aktif mendukung pembangunan

berkelanjutan di lanskap ini,” jelasnya.

Seperti diketahui, Lanskap Ketapang Selatan meliputi 750.000

hektar area yang terdiri dari kawasan hutan, gambut, perkebunan, padang rumput

dan 53 desa di bagian selatan dari Kabupaten Ketapang. Kawasan ini masuk di

dalam batas administrasi 4 kecamatan yaitu Kendawangan, Manis Mata, Air Upas

dan Singkup. Lanskap tersebut juga mencakup Cagar Alam Muara Kendawangan yang

luasnya sekitar 150.000 hektar, salah satu area konservasi paling luas di

Propinsi Kalimantan Barat, beberapa kawasan hutan lindung dan dua danau yaitu

Danau Belida dan Danau Gelinggang.

Dengan karakter geografis dan potensi sumber daya alam yang

sangat besar, ternyata tiga perempat dari desa-desa di wilayah ini pembangunannya

masih sangat tertinggal dan produktivitas pertanian masyarakatnya juga sangat

rendah. Pembangunan di wilayah tersebut saat ini didominasi oleh tujuh kelompok

perusahaan kelapa sawit besar dan 4 perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI)

yang wilayah konsesinya mencakup 55 persen dari keseluruhan wilayah Lanskap

Ketapang Selatan. Kondisi ini mendorong forum sebelumnya untuk membentuk

kelompok kerja untuk 3 isu strategis yang dinilai urgensinya sangat tinggi

untuk saat ini, yaitu Kebakaran Hutan/Lahan, Pengelolaan Kawasan konservasi dan

Pemberdayaan Perekonomian Masyarakat. (Adi LC)

Artikel Selanjutnya
Pelaksana Jalan Sungai Awan Kiri-Tanjungpura Tuding Oknum Warga Sebabkan Banjir
Jumat, 22 November 2019
Artikel Sebelumnya
300 Warga Sungai Limau Ikut Bersih-bersih Pantai dan Tanam 1000 Mangrove Bersama IPC Pontianak
Jumat, 22 November 2019

Berita terkait