Rusia Dicurigai Kembangkan Senjata Siber Serang Perangkat ‘Internet of Things’

KalbarOnline.com – Belum lama ini, sekelompok peretas Rusia berhasil mengambil dokumen terkait Program Fronton dari FSB, sebuah Lembaga Intelijen Rusia yang juga bergerak di wilayah siber. Dilansir dari Forbes, Rencana program fronton itu diyakini sebagai usaha Rusia mengembangkan senjata siber yang menyerang perangkat internet of things (IoT).

Pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan IoT diincar karena memang memiliki keamanan yang tidak sekuat pusat data maupun sistem komputer lainnya. Jadi IoT bisa dijadikan pintu masuk untuk membuat chaos di wilayah siber.

IKLANSUMPAHPEMUDA

“Internet of Things memang banyak menjadi target serangan. Salah satunya memanfaatkan default password perangkat yang bisa dieksploitasi oleh para peretas. Selain itu IoT memang sedang naik daun. Xiaomi misalnya menciptakan ekosistem IoT dengan harga terjangkau bagi para penggemarnya,” terang chairman Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini dalam keterangan tertulisnya yang diterima Indopolitika, Senin (23/3/2020).

Pratama menambahkan dalam era siber ini, negara-negara memang bersaing mengembangkan senjata siber. Negara-negara menggunakannya sebagai alat tekan diplomasi bagi negara lain. Dalam kasus Nopetya dan Wannacry, negara di eropa timur yang menjadi korban. Banyak pihak menjelaskan bahwa itu sebagian senjata siber yang dikembangkan CIA dan NSA.

Baca Juga :  Peringati HUT ke-49 Korpri, Jokowi Apresiasi Semangat Pengabdian di Tengah Pandemi

Akun twitter peretas @D1G1R3V membocorkan sejumlah data usaha Kremlin untuk mengumpulkan data lewat Program Fronton. Tujuan utamanya bukan membuat pemilik device IoT tidak bisa memakai perangkatnya, namun mengirimkan botnet yang kemudian bisa menghimpun jutaan IoT untuk menyerang target tertentu, misalnya infrastruktur siber atau situs milik negara tertentu.

“Botnet bisa menghimpun kekuatan untuk menyerang bersama-sama. Pada tahun 2013, Indonesia dinobatkan sebagai sumber serangan siber terbanyak kedua di dunia. Artinya bukan di Indonesia banyak peretas, namun banyak perangkat komputer Indonesia yang disusupi malware dan botnet lalu menyerang sistem di negara lain, jadi komputer kita menjadi seperti zombie dikendalikan oleh orang lain,” terang pria asal Cepu Jawa Tengah ini.

Kasus botnet IoT yang cukup mencuri perhatian terjadi pada 2016. Sekitar 600 ribu perangkat dibuat tidak bisa mengakses beberapa layanan seperti Twitter, Amazon, AirBNB, aypal, Netflix, Reddit dan HBO, semuanya perangkat dengan basis di AS.

Baca Juga :  Program Penceramah Bersertifikat: Kemenag Libatkan MUI, BPIP Hingga BNPT

“Yang bisa dilakukan Indonesia edukasi dan menambah kewaspadaan. Khusus IoT memang di Indonesia belum banyak. Namun beberapa daerah sudah mencanangkan smart city yang pastinya akan melibatkan sistem dan perangkat Internet of Things. Artinya kewaspadaan harus ditingkatkan,” jelasnya.

Pratama menambahkan dalam situasi krisis corona seperti saat ini, ada usaha dari orang tidak bertanggungjawab untuk mengirimkan sejumlah malware lewat pesan instan maupun email berisi link dan file info corona.

“Waspadai pengiriman file dan link mencurigakan dengan judul obat maupun tips menghindari corona. Email dari pihak yang tidak jelas beresiko perangkat kita disusupi malware. Sejak awal 2020 modus ini sudah banyak terjadi di jepang dan kini menyebar di seluruh dunia.” Pungkasnya. [rif]

Comment