Belum Lengkap Syarat Jadi Dasar Dewan Kalbar Tunda Persetujuan Penjualan 17 Aset Daerah
KalbarOnline, Pontianak – Persetujuan usulan penjualan 17 aset Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang dilakukan penundaan oleh DPRD Kalbar ternyata memiliki dasar kuat. Di mana terdapat beberapa hal yang belum tuntas di tingkat eksekutif. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Panitia Khusus (Pansus) Aset DPRD Kalbar, Martinus Sudarno.
Menurut Sudarno hal tersebut berdasarkan pembahasan yang dilakukan pansus baik dalam rapat internal maupun rapat gabungan dengan eksekutif serta hasil konsultasi dengan BPKP perwakilan Kalbar dan konsultasi secara virtual dengan Dirjen Bina Keuangan Daerah.
“Ada beberapa hal yang belum tuntas di tingkat eksekutif,” ujarnya saat diwawancarai di ruang kerjanya, Selasa (11/8/2020).
Baca Juga : DPRD Tunda Persetujuan Penjualan 17 Aset Pemprov Kalbar
Beberapa hal itu pun dijelaskan Martinus. Ada persyaratan yang terlebih dulu harus dilengkapi oleh Pemerintah Provinsi Kalbar selaku pihak eksekutif agar usulan penjualan 17 aset daerah tersebut dapat disetujui.
“Pertama terkait dengan bukti kepemilikan berupa sertifikat. Jadi lahan atau tanah yang akan dijual ini harus diyakini kalau itu adalah milik pemerintah daerah. Belum semuanya itu bersertifikat atas nama pemerintah daerah. Ada juga sertifikatnya dalam proses, kemudian ada sertifikatnya masih dikuasai pihak lain, ini belum clear, sebab pemerintah daerah tidak boleh menjual sesuatu yang bukan miliknya. Kepemilikan itu dibuktikan dengan sertifikat,” terangnya.
Baca Juga : Ini Daftar 17 Aset Daerah yang Akan Dijual Pemprov Kalbar
Kedua, lanjut Martinus, terdapat aturan yang mengatur tata cara pelepasan aset. Di mana yang harus dilakukan Pemerintah Provinsi Kalbar yaitu Gubernur harus membentuk tim perencanaan pelepasan aset.
“Dalam aturan itu terdapat tata cara pelepasan aset, pertama Gubernur harus membentuk tim perencanaan pelepasan aset, kemudian setelah direncanakan, dibuat kajiannya. Gubernur juga harus meminta kepada pihak ketiga untuk menaksir berapa harga nilai objek yang akan dijual. Nah, ini yang belum dilalui. Sehingga secara mekanisme penjualan BMD, belum memenuhi persyaratan. Jadi syarat-syarat itu dipenuhi dulu, dilalui dulu tahapan tahapannya, setelah dibuat dokumen perencanaannya, ada taksiran harganya, barulah diminta persetujuannya ke DPRD,” jelasnya.
“Ini kan terbalik, minta persetujuan dulu baru ditaksir harganya. Artinya tidak sesuai aturan, makanya kita pending dulu untuk diberi kesempatan kepada Gubernur untuk melengkapi syarat-syarat dan tahapan-tahapan yang harus dilalui sesuai Peraturan Perundang-undangan. Kita tidak mau di kemudian hari ternyata pelepasan aset ini menimbulkan persoalan hukum,” timpalnya.
Ketiga, lanjutnya lagi, yakni penetapan status golongan rumah negara.
“Ada beberapa rumah negara harus ditetapkan statusnya, apakah itu masuk golongan 1, 2 atau 3. Sesuai Peraturan Perundang-undangan, rumah negara golongan 1 dan 2 tidak dapat diperjualbelikan. Yang bisa diperjualbelikan adalah rumah negara golongan 3. Maka diminta kepada Gubernur untuk menetapkan status rumah negara itu masuk golongan mana. Golongan 1 misalnya rumah jabatan Gubernur, Wakil Gubernur, Ketua DPRD, Sekretaris Daerah. Golongan 2 mungkin Kepala OPD. Itu tidak dapat diperjualbelikan. Bisa dialihkan statusnya setelah berumur 10 tahun, dijadikan statusnya golongan 3, baru bisa dijual,” jelasnya.
“Karena itu, walaupun sudah dijadwalkan di paripurna, tapi karena pekerjaan Pansus ini belum selesai, maka kami dari Pansus sudah menyurati Pimpinan DPRD untuk menunda penyampaian laporan hasil kerja Pansus, karena memang belum selesai bukan di tingkat Pansus-nya, tapi dari tahapan yang dilakukan eksekutif. Kita beri waktu kepada eksekutif untuk menyelesaikan. Kalau tanah dan bangunan sudah clean and clear kemudian bukti kepemilikannya jelas, status rumah negara jelas, setelah semuanya lengkap baru diajukan ke DPRD, termasuk juga taksiran harga, barulah diajukan ke DPRD untuk persetujuan,” timpalnya lagi.
Politisi PDI Perjuangan ini mengaku tak mengetahui secara persis tujuan eksekutif yang terkesan terburu-buru dalam melepas 17 aset ini.
“Saya tidak tahu persis, tapi maksud dan tujuan Pak Gubernur ini sebenarnya baik, tujuannya untuk menambah pendapatan. Tapi tujuan yang baik harus dilalui sesuai aturan, ada tahapan yang dilewati,” tukasnya.
Bahkan kata dia, Gubernur menghendaki adanya diskresi atau kebijakan agar beberapa hal yang harus dilalui ini dilewati. Tapi setelah dikonsultasikan pihaknya kepada pihak terkait ternyata tidak dapat dilakukan.
“Tadinya Gubernur menghendaki adanya diskresi atau kebijakan, supaya beberapa hal yang harus dilalui ini dilewati saja, tetapi setelah kami konsultasikan, tidak bisa seperti itu, tidak bisa. Pokoknya tahapan ini harus dilewati semua, clear secara administrasi, baru dimintakan persetujuan DPRD,” tegasnya.
Pansus aset, tegas dia, pada intinya sudah bekerja serius dan sudah meninjau langsung semua aset yang diajukan untuk dijual. Semua yang diajukan kata Martinus, layak untuk dijual clean and clear. Kecuali yang menjadi catatan dan perhatian besar dari masyarakat yakni lahan Taman Budaya.
“Semua objek tanah yang diajukan itu layak untuk dijual. Kecuali catatan satu yang mendapat perhatian besar dari masyarakat adalah adalah Taman Budaya, begitu ada rencana akan dijual, banyak masyarakat yang protes, kenapa Taman Budaya itu dijual, sebab posisi lahannya itu di jalan protokol Ahmad Yani. Lahannya cukup luas, sayang kalau dijual menurut masyarat. Tetapi nanti kita juga akan mendengar penjelasan dari pihak eksekutif tentang alasan mengapa Taman Budaya itu dijual,” imbuhnya.
Gubernur Tepis Kesan Buru-buru
Sementara Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji menuturkan bahwa penundaan persetujuan penjualan 17 aset tersebut hanya persoalan prosedur.
“Soal prosedur aja. Ketentuannya dinilai dulu baru disetujui atau tidak,” ujarnya, Selasa (11/8/2020).
Midji menjelaskan, pengusulan tersebut dilakukan lantaran tim appraisal biasanya melakukan penilaian setelah ada persetujuan.
“Pengalaman dengan appraisal biasanya mereka minta persetujuan dulu baru dinilai, tapi dewan benar juga, nilai dulu baru disetujui,” jelasnya.
Soal kepemilikan aset yang hendak dijual itu, ditegaskan Midji, jelas merupakan milik Pemprov Kalbar dan tercatat sebagai aset.
“Kalau kepemilikan jelaslah Pemprov punya. Tercatat dalam aset. Rumah juga sudah sesuai ketentuan dan tentu karena tidak dipakai. Semua yang kita ajukan karena tak digunakan,” tegasnya.
Orang nomor wahid di Bumi Tanjungpura ini juga menepis anggapan bahwa pihaknya terkesan terburu-buru dan potong kompas dalam mengajukan penjualan aset tersebut.
“Kan kita perlu mencari sumber dana untuk pembebasan lahan Jembatan Kapuas III,” pungkasnya.
Seperti diketahui DPRD Provinsi Kalimantan Barat menunda penetapan persetujuan penjualan 17 aset Pemerintah Provinsi Kalbar. Hal itu berdasarkan laporan hasil kerja Panitia Khusus (Pansus) Penjualan Barang Milik Daerah (BMD) yang disampaikan oleh Ketua DPRD Kalbar, M Kebing L saat memimpin Rapat Paripurna Persetujuan Penjualan BMD atau aset Pemprov Kalbar di Balairungsari DPRD Kalbar, Senin (10/8/2020).
Ditundanya persetujuan penjualan aset tersebut lantaran terdapat sejumlah persyaratan yang belum dilengkapi oleh Pemerintah Provinsi Kalbar. Seperti misalnya bukti kepemilikan aset, surat keterangan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) bahwa 17 aset yang hendak dijual atau dilepas itu tidak digunakan lagi, golongan aset dan standar penilaian.
“Sidang persetujuan ini ditunda sampai menunggu penjadwalan kembali dari Banmus (Badan Musyawarah),” kata Kebing.
Sementara Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalbar, Prabasa Anantatur menjelaskan bahwa penundaan persetujuan penjualan 17 aset milik Pemprov Kalbar ini berdasarkan laporan hasil kerja Pansus BMD yang disampaikan kepada pimpinan agar dilakukan penundaan.
“Tim Pansus meminta kepada pimpinan DPRD untuk dilakukan penundaan, tentu ada dasarnya,” ujar Prabasa.
Politisi Golkar ini mengungkapkan, usulan penundaan itu disampaikan Pansus Aset DPRD Provinsi Kalbar, setelah melakukan konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Hasil konsultasi dengan Kemendagri itu, eksekutif diharapkan melengkapi dulu semua berkasnya dan melakukan penilaian aset. Baru setelah itu diusulkan ke DPRD untuk dilakukan persetujuan,” jelas dia.
Setelah dilengkapi oleh Pemprov, lanjut Prabasa, Banmus DPRD Provinsi Kalbar akan menjadwalkan kembali paripurna persetujuannya.
“Tidak ada batas waktu (pelengkapan persyaratan itu-red). Karena masalah penjualan aset ini tidak ada kaitannya dengan APBD, tidak ada menyangkut perubahan APBD dan lain-lain,” tandasnya.
Menurut Prabasa, penundaan tersebut dilakukan agar tak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Sebab, kata Prabasa, pelepasan aset tak bisa dilakukan sembarang. Harus dilakukan secara clean and clear.
“Jadi ditunda untuk dilengkapi dulu berkasnya, karena pelepasan aset ini tidak bisa sembarang, kita khawatirkan di kemudian hari timbul masalah, makanya kami perlu konsultasi dengan Kemendagri dan BPKP agar jangan sampai ini jadi masalah kemudian hari, kita sepakat bersama pimpinan dan pansus akan tetap selalu membantu Pemerintah Provinsi berkaitan masalah aset ini. Supaya clean and clear,” tukasnya.
Sementara Wakil Gubernur Kalbar, Ria Norsan yang hadir mewakili Gubernur dalam paripurna tersebut menanggapi positif penundaan persetujuan penjualan 17 aset tersebut.
“Saya rasa ini sangat bagus, karena kita kalau untuk melepas barang daerah harus hati-hati tidak boleh gegabah,” ujarnya.
Diungkapkan Norsan, ditundanya persetujuan terhadap penjualan barang milik daerah Pemprov Kalbar ini bukan terdapat suatu persoalan yang krusial. Hanya saja terdapat persyaratan yang belum lengkap.
“Intinya bahwa ditunda hari ini karena persyaratan yang diajukan Pemerintah Provinsi dianggap DPRD belum dilengkapi seluruhnya, jadi diserahkan lagi ke Banmus (Badan Musyawarah) untuk dijadwalkan kembali. Sambil nanti tim TAPD Pemprov Kalbar melengkapi persyaratan itu,” tukasnya.
Berikut daftar 17 aset daerah atau BMD yang diusulkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat untuk dijual:
- Tanah Kosong seluas 39.243 Meter2 di Jalan Raya Sosok, Kabupaten Sanggau. (Sebagian dikuasai masyarakat).
- Tanah dan Bangunan seluas 16.765 Meter2 di Jalan Khatulistiwa, Siantan Hilir, Kota Pontianak. (Dikuasai masyarakat).
- Tanah dan Bangunan seluas 2.400 Meter2 di Jalan Pontianak-Sungai Pinyuh, Kabupaten Mempawah. (Sebagian dikuasai masyarakat).
- Tanah Kosong Hasil Sitaan Pengadilan seluas 43.835 Meter2 di Jalan Wajok Hilir Km.12, Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah (Sertifikat asli dikuasai Ahli Waris).
- Tanah Kosong seluas 932 Meter2 di Jalan S Parman No.11 RT002/RW033 Kelurahan Benua Melayu Darat, Kecamatan Pontianak Selatan. (Dalam proses pemanfaatan).
- Tanah Kosong seluas 1.039 Meter2 di Jalan Putri Daranante No.1A Pontianak (Dalam proses pemanfaatan).
- Tanah dan Bangunan RM Ayam Ulakan Siantan seluas 6.045 Meter2 di Jalan Khatulistiwa Pontianak. (Dalam proses pemanfaatan).
- Tanah Kosong seluas 1.162 Meter2, samping Kantor Pertanahan Kota Pontianak di Jalan Ahmad Yani Nomor 2. (Sedang proses awal kajian proposal pemanfaatan/pemberian rekomendasi HGB di atas HPL).
- Tanah dan Bangunan Eks Rumah Dinas PU seluas 1.575 Meter2 di Jalan MT Haryono No.27 Pontianak. (Dalam proses pensertifikatan).
- Tanah Kosong Hasil Sitaan Pengadilan seluas 38.940 Meter2 di Jalan Wajok Hilir Km.13 Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah. (Dalam proses pensertifikatan).
- Tanah dan Bangunan Eks Rumah Dinas Jabatan Disnaker seluas 400 Meter2 di Jalan Sungai Raya Dalam Gg Raya 1 (Dalam proses pensertifikatan).
- Tanah dan Bangunan Kantor UPT Laboratorium Bahan Konstruksi Provinsi Kalbar seluas 24.500 Meter2 di Jalan Khatulistiwa Pontianak. (Belum dilakukan pengukuran ulang dan pemecahan dari sertifikat induk atau inklap).
- Tanah dan Bangunan Kantor UPT Taman Budaya seluas 5.379 Meter2 di Jalan Ahmad Yani Pontianak. (Masih digunakan OPD yang bersangkutan, belum disiapkan untuk relokasi bangunan kantor yang siap pakai).
- Tanah dan Bangunan Eks Rumah Dinas Jabatan Kepala Bappeda seluas 727 Meter2 di Jalan Pang Semangai No.33 Parit Tokaya Pontianak.
- Tanah dan Bangunan Eks Gudang (antara RM Salido dan Bank Muammalat) seluas 322 Meter2 di Jalan Sultan Abdurrahman Pontianak.
- Tanah Kosong seluas 724 Meter2 di Jalan Alianyang Pontianak (depan Masjid At-Taqwa)
- Tanah dan Bangunan Asrama Rahadi Oesman Surabaya seluas 323 Meter2 di Jalan Semolowaru Selatan XIII No.5 RT003 RW03 Kelurahan Semolowaru, Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya, Provinsi Jatim. (Fai)
Comment