KalbarOnline, Pontianak – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Barat (Kalbar) berupaya memaksimalkan pemanfaatan aset yang ada sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satu caranya adalah dengan memberikan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas sertipikat Hak Pengelolaan (HPL) di beberapa lokasi lahan milik pemprov.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kalbar, Harisson mengungkapkan, penerimaan daerah dari hasil pemanfaatan aset ini terus meningkat setiap tahunnya. Di tahun 2022 misalnya, realisasi hasil sewa Barang Milik Daerah (BMD) di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kalbar berhasil melampaui target. Di mana dari target penerimaan sebesar Rp 23 miliar mampu terealisasi sebesar Rp 26 miliar.
“Kalau pada tahun 2023 ini, ditargetkan Rp 41 miliar penerimaan daerah dari pemanfaatan aset,” ungkapnya kepada awak media, Selasa (15/08/2023).
Harisson menjelaskan, terhadap aset tanah dan bangunan dalam kondisi idle atau tidak digunakan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan, maka dilakukan Kerjasama Pemanfaatan (KSP) aset. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah serta meningkatkan penerimaan daerah.
Menurutnya, ada beberapa aset Pemprov Kalbar yang telah dikerjasamakan dengan pihak ketiga dalam bentuk pemanfaatan sewa tanah dengan pemberian HGB di atas HPL. Seperti diantaranya, tanah eks Rumah Dinas Kepala Dinas PUPR Kalbar di Jalan MT. Haryono. Kemudian tanah eks Rumah Dinas Perdagangan di simpang BPN Kota Pontianak, Jalan A Yani. Serta tanah eks Kantor Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Kalbar atau eks UPT Labkesja Disnakertrans Kalbar.
“Saat ini Kantor BPPD menempati gedung eks DPMPTSP Kalbar di Jalan M Sood. Sedangkan UPT Labkesja Disnakertrans Kalbar menempati kantor di Jalan Imam Bonjol,” terangnya.
Mengenai dasar hukumnya, Harisson menyebutkan, pemanfaatan sewa tanah dilaksanakan berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pemberian Rekomendasi Atas Permohonan Sesuatu Hak di Atas Bidang Tanah Hak Pengelolaan Milik Pemprov Kalbar. Dasar ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
“Jadi pihak penyewa membayar uang pemasukan kepada pemprov dengan jumlah berdasarkan persentase tarif sesuai peruntukannya,” jelasnya.
Terkait peruntukan, lanjut dia, tentu tarif sewa untuk usaha atau bisnis, berbeda dengan tarif sewa untuk tempat tinggal maupun untuk kegiatan sosial dan pendidikan. Kemudian tarif sewa pemberian HGB di atas HPL peruntukan untuk usaha atau bisnis yang berlokasi di Jalan A Yani tentu berbeda dengan peruntukan rumah tinggal yang berlokasi di Komplek Palapa.
“Makanya PAD kita itu meningkat, karena sebagian itu disumbangkan dari pemanfaatan aset ini. Meski sumber PAD terbesar itu dari Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB),” katanya.
Harisson menambahkan, kebijakan pemanfaatan aset dalam bentuk sewa, sesuai Perda Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pengelolaan BMD, disebutkan bahwa pemanfaatan BMD dilaksanakan oleh pengelola BMD dengan persetujuan gubernur. Kemudian di pasal 44 ayat 4 perda tersebut, ditegaskan bahwa pemanfaatan BMD dilakukan tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Adapun bentuk pemanfaatan yang dimaksud ada empat, yaitu Bangun Guna Serah (BGS), Bangun Serah Guna (BSG), Kerjasama Pemanfaatan (KSP), Kerjasama Pemanfaatan Infrastruktur (KSPI).
“Jadi yang perlu persetujuan DPRD itu yang pelepasan hak atau dijual, atau pelepasan aset, kalau ini (HGB di atas HPL) kan tidak, hanya disewakan,” pungkasnya. (Jau)
Comment