Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Selasa, 18 Agustus 2020 |
KalbarOnline.com – Meski kombinasi obat Covid-19 buatan Universitas Airlangga (Unair) mendapat dukungan dari Majelis Ulama Indonesia, tetapi Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menentang itu dengan tegas, bahkan bersiap untuk menggugat.
Pasalnya, Pandu menilai hal yang paling penting dari sebuah riset adalah prosedurnya, seperti Unair yang memilih bekerja sama dengan Badan Intelejen Negara (BIN) dan TNI hingga membuat obat Covid-19 buatannya sudah tak memenuhi syarat prosedural.
Bahkan, Pandu menyebut obat itu tidak layak terdaftar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sehingga ia pun siap menggugat jika BPOM menerimanya.
“Yang paling penting adalah prosesnya, apakah diikuti nggak standar prosedurnya. Itu yang paling penting. Makanya, saya berani bilang, jangan percaya. Karena itu berdasarkan kaidah standar, kalau itu udah dilanggar sama mereka, jangan dipercaya. Apalagi sampai didaftarkan oleh Badan POM, dan Badan POM menerima, saya gugat,” ungkap dikutip dari SINDOnews, Senin, (17/8/20200.
Pandu menegaskan bahwa semua penelitian yang bersifat nasional harus di-review oleh Komite Etik Balitbangkes, baik obat maupun vaksin. bahkan, balitbangkes juga harus melakukan monitor pada setiap proses penelitian yang dilakukan.
“Saya menggugatnya bukan ke TNI atau BIN, tapi ke akademis Unairnya, sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap integritas ilmu pengetahuan. Mereka tahu itu, tidak ada jalan pintas untuk pengembangan ilmu,” ujar Pandu.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI ini mengatakan bahwa David 19 merupakan bencana dunia yang juga direspon who dengan membuat Clinical International Trial, di mana ada multi center study terkait obat-obatan yang semuanya mengikuti prosedur.
Sedangkan di Indonesia sendiri, Balitbangkes harus berperan sebagai motor penggerak yang harus mengikuti semua semua prosedur dan mematuhi regulasi untuk nantinya dapat digunakan masyarakat luas.
“Buat apa mengobati kalau tidak ada manfaatnya. Seperti Hydrochloroquine, hasil studi dunia di beberapa negara sudah mengomunikasikan bahwa tidak ada manfaatnya. Di Amerika sudah dicabut sebagai obat untuk pengobatan COVID, di Indonesia belum dicabut. Apakah masih mau diberikan COVID karena ada efek sampingnya yang sampai meninggal. Di daerah ada kematian, dia meninggal karena ada obat yang tidak perlu diberikan,” terangnya.
Atas dasar itulah, Bandung mempersoalkan Unair karena tidak bekerjasama dengan lembaga penelitian lainnya untuk saling melengkapi, malah bekerjasama dengan BIN dan TNI.
“Kok Unair tidak kerja sama dengan lembaga penelitian lain dan malah kerja sama dengan lembaga militer. Unpad Bandung misalnya, Unpad juga kuat kok clinical trial-nya, kerja sama akademik itu diperlukan untuk saling koreksi,” tegasnya. [rif]
KalbarOnline.com – Meski kombinasi obat Covid-19 buatan Universitas Airlangga (Unair) mendapat dukungan dari Majelis Ulama Indonesia, tetapi Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menentang itu dengan tegas, bahkan bersiap untuk menggugat.
Pasalnya, Pandu menilai hal yang paling penting dari sebuah riset adalah prosedurnya, seperti Unair yang memilih bekerja sama dengan Badan Intelejen Negara (BIN) dan TNI hingga membuat obat Covid-19 buatannya sudah tak memenuhi syarat prosedural.
Bahkan, Pandu menyebut obat itu tidak layak terdaftar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sehingga ia pun siap menggugat jika BPOM menerimanya.
“Yang paling penting adalah prosesnya, apakah diikuti nggak standar prosedurnya. Itu yang paling penting. Makanya, saya berani bilang, jangan percaya. Karena itu berdasarkan kaidah standar, kalau itu udah dilanggar sama mereka, jangan dipercaya. Apalagi sampai didaftarkan oleh Badan POM, dan Badan POM menerima, saya gugat,” ungkap dikutip dari SINDOnews, Senin, (17/8/20200.
Pandu menegaskan bahwa semua penelitian yang bersifat nasional harus di-review oleh Komite Etik Balitbangkes, baik obat maupun vaksin. bahkan, balitbangkes juga harus melakukan monitor pada setiap proses penelitian yang dilakukan.
“Saya menggugatnya bukan ke TNI atau BIN, tapi ke akademis Unairnya, sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap integritas ilmu pengetahuan. Mereka tahu itu, tidak ada jalan pintas untuk pengembangan ilmu,” ujar Pandu.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI ini mengatakan bahwa David 19 merupakan bencana dunia yang juga direspon who dengan membuat Clinical International Trial, di mana ada multi center study terkait obat-obatan yang semuanya mengikuti prosedur.
Sedangkan di Indonesia sendiri, Balitbangkes harus berperan sebagai motor penggerak yang harus mengikuti semua semua prosedur dan mematuhi regulasi untuk nantinya dapat digunakan masyarakat luas.
“Buat apa mengobati kalau tidak ada manfaatnya. Seperti Hydrochloroquine, hasil studi dunia di beberapa negara sudah mengomunikasikan bahwa tidak ada manfaatnya. Di Amerika sudah dicabut sebagai obat untuk pengobatan COVID, di Indonesia belum dicabut. Apakah masih mau diberikan COVID karena ada efek sampingnya yang sampai meninggal. Di daerah ada kematian, dia meninggal karena ada obat yang tidak perlu diberikan,” terangnya.
Atas dasar itulah, Bandung mempersoalkan Unair karena tidak bekerjasama dengan lembaga penelitian lainnya untuk saling melengkapi, malah bekerjasama dengan BIN dan TNI.
“Kok Unair tidak kerja sama dengan lembaga penelitian lain dan malah kerja sama dengan lembaga militer. Unpad Bandung misalnya, Unpad juga kuat kok clinical trial-nya, kerja sama akademik itu diperlukan untuk saling koreksi,” tegasnya. [rif]
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini