Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Jumat, 28 Agustus 2020 |
KalbarOnline.com – Sekolah daring bikin darting (darah tinggi, Red). Kalimat itu menghiasi unggahan ibu-ibu di perkotaan sejak pandemi Covid-19 melanda. Rumitnya adaptasi teknologi dan mengajari anak jadi alasan. Namun, bagi mereka yang tinggal di tempat terpencil, mencecap pendidikan via online menjadi hal mewah yang butuh perjuangan.
Badan Anak PBB (UNICEF) dalam laporannya pada Rabu (26/8) memperkirakan ada sekitar 1,5 miliar anak di seluruh dunia yang terdampak lockdown. Sekolah mereka ditutup sementara karena pandemi. Dari jumlah tersebut, sekitar sepertiganya atau setara 463 juta anak tidak bisa mengakses pembelajaran online.
Jika diperinci, 67 juta anak yang tidak bisa melakukan pembelajaran daring ada di negara-negara Afrika Timur dan Selatan, 54 juta anak di Afrika Barat dan Tengah, 80 juta di negara-negara Pasifik dan Asia Timur, 37 juta di Timur Tengah dan Afrika Utara, 147 juta di Asia Selatan, serta 13 juta di Amerika Latin dan Karibia.
”Banyaknya anak yang pendidikannya benar-benar terganggu selama beberapa bulan terakhir adalah kondisi darurat pendidikan,” papar Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore sebagaimana dikutip Agence France-Presse.
Mereka yang tinggal di negara-negara maju seperti Eropa tidak terlalu terdampak. Internet bisa diakses dengan mudah dan fasilitas tersedia. Namun tidak demikian bagi anak-anak yang tinggal di Afrika dan sebagian wilayah Asia. Kemewahan berupa jejaring internet dan gadget rata-rata hanya ada di perkotaan.
Laporan UNICEF itu berdasar data yang dikumpulkan dari 100 negara. Mereka mengukur kemampuan akses publik ke internet, televisi, dan radio. Kendala lain yang dihadapi siswa ketika belajar di rumah adalah masalah teknis dan lingkungan yang tidak memadai. Alih-alih belajar, mereka kadang justru dipaksa orang tunya untuk bekerja.
Saksikan video menarik berikut ini:
KalbarOnline.com – Sekolah daring bikin darting (darah tinggi, Red). Kalimat itu menghiasi unggahan ibu-ibu di perkotaan sejak pandemi Covid-19 melanda. Rumitnya adaptasi teknologi dan mengajari anak jadi alasan. Namun, bagi mereka yang tinggal di tempat terpencil, mencecap pendidikan via online menjadi hal mewah yang butuh perjuangan.
Badan Anak PBB (UNICEF) dalam laporannya pada Rabu (26/8) memperkirakan ada sekitar 1,5 miliar anak di seluruh dunia yang terdampak lockdown. Sekolah mereka ditutup sementara karena pandemi. Dari jumlah tersebut, sekitar sepertiganya atau setara 463 juta anak tidak bisa mengakses pembelajaran online.
Jika diperinci, 67 juta anak yang tidak bisa melakukan pembelajaran daring ada di negara-negara Afrika Timur dan Selatan, 54 juta anak di Afrika Barat dan Tengah, 80 juta di negara-negara Pasifik dan Asia Timur, 37 juta di Timur Tengah dan Afrika Utara, 147 juta di Asia Selatan, serta 13 juta di Amerika Latin dan Karibia.
”Banyaknya anak yang pendidikannya benar-benar terganggu selama beberapa bulan terakhir adalah kondisi darurat pendidikan,” papar Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore sebagaimana dikutip Agence France-Presse.
Mereka yang tinggal di negara-negara maju seperti Eropa tidak terlalu terdampak. Internet bisa diakses dengan mudah dan fasilitas tersedia. Namun tidak demikian bagi anak-anak yang tinggal di Afrika dan sebagian wilayah Asia. Kemewahan berupa jejaring internet dan gadget rata-rata hanya ada di perkotaan.
Laporan UNICEF itu berdasar data yang dikumpulkan dari 100 negara. Mereka mengukur kemampuan akses publik ke internet, televisi, dan radio. Kendala lain yang dihadapi siswa ketika belajar di rumah adalah masalah teknis dan lingkungan yang tidak memadai. Alih-alih belajar, mereka kadang justru dipaksa orang tunya untuk bekerja.
Saksikan video menarik berikut ini:
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini