KalbarOnline.com – Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), menurut mantan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Tangerang Selatan (Tangsel) Herlina Mustikasari, bukanlah persoalan sederhana. Musababnya, KDRT terjadi di ranah privat, berada di dalam rumah dan tidak bisa dilihat langsung oleh orang lain.
“Persoalan KDRT bukanlah persoalan sederhana di kabupaten, kota bahkan belahan dunia manapun,” kata Herlina, Sabtu (29/8).
Kondisi ini, Herlina melanjutkan, terkadang membuat korban enggan melapor karena ada ikatan dengan pelaku, seperti dari segi emosional, hubungan kekerabatan, ketergantungan finansial, juga takut kepada pelaku. Korban, di sisi lain, juga merasa bergantung kepada pelaku, termasuk menilai insiden yang dialaminya seperti aib jika dilaporkan.
“Ada juga yang tak tahu harus melapor ke mana. Ini terjadi di semua wilayah,” jelasnya.
Di Tangsel, Herlina mengapresiasi peran pemerintah kota yang berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat untuk aktif dan ikut berpartisipasi memerangi KDRT.
“Selama kurun waktu 10 tahun sejak P2TP2A berdiri, banyaknya laporan dari korban juga masyarakat sekitar korban, menunjukkan keberhasilan Pemkot Tangsel memenuhi hak perempuan dan anak. Sangat penting perempuan dan anak dilindungi dan diakomodasi hak-haknya,” tutur Herlina.
Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kehadiran P2TP2A, di sisi lain, dinilai Herlina juga menunjukkan keberhasilan Pemkot Tangsel memberikan rasa aman kepada masyarakat. Ini karena masyarakat, terutama korban KDRT, merasa ada tempat berlindung.
“Kasus KDRT adalah kasus sensitif, sehingga usaha membuat masyarakat mempercayai lembaga pemerintah untuk menyelesaikan permasalahannya merupakah sebuah keberhasilan,” kata Herlina.
Di P2TP2A, Herlina menjabat sedari 2010 hingga 2019. Herlina menyatakan, seluruh pelayanan di P2TP2A sejak kali pertama terbentuk tak dikenakan biaya, mulai dari konsultasi, visum, pendampingan hukum, pelayanan psikologi dan medis, serta sejumlah lainnya.
“Seluruh biaya ditanggung Pemkot Tangsel. Ini membuat masyarakat semakin terasa terlindungi. Penanganannya pun bersifat rahasia,” tutur Herlina.
Pada usaha lain, Herlina juga mengapresiasi usaha Pemkot Tangsel dengan membentuk lembaga-lembaga mitra dan gerakan masyarakat untuk menangani KDRT, seperti Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), Satgas Anak, termasuk sejumlah lainnya.
“Ini menunjukkan kepedulian Pemkot Tangsel pada persoalan yang dihadapi perempuan dan anak. Semua memang perlu proses berkesinambungan untuk sampai kepada 0 persen kekerasan, yang mungkin belum ada kabupaten/kota yang mencapainya,” jelas Herlina.
Penghargaan Kota Layak Anak yang terus diterima Tangsel, bahkan meningkat status kategorinya, menurut Herlina, juga menjadi bukti keseriusan Pemkot Tangsel. (ind)
Comment