KalbarOnline.com – Puluhan orang mengantre di To Kwa Wan Sports Centre, Hongkong. Mereka tengah menunggu giliran untuk tes swab Covid-19. Itu merupakan bagian dari program tes masal yang diluncurkan pemerintah Hongkong mulai Selasa (1/9).
Otoritas Hongkong menilai program tersebut akan efektif untuk mengatasi persebaran virus SARS CoV-2 yang mulai merangkak naik lagi. ’’Ini akan membantu Hongkong keluar dari pandemi dengan selamat dan memulai kegiatan sehari-hari dengan kondusif,’’ terang Chief Executive Hongkong Carrie Lam seperti dikutip Agence France-Presse.
Program itu bersifat sukarela dan tanpa biaya. Dari 7,5 juta penduduk, baru 650 ribu yang mendaftar. Itu setara dengan 9 persen jumlah penduduk. Pada hari pertama pada Selasa (1/9), sekitar 80 ribu orang sudah melakukan uji swab.
Mayoritas penduduk yang belum mendaftar memiliki alasan tersendiri. Mereka meyakini adanya rencana terselubung di balik program tersebut. Sebab, pemerintah Hongkong sebelumnya memaparkan bahwa tes masal itu bisa terlaksana berkat bantuan pusat. Pemerintah Tiongkok mengirimkan tim yang terdiri atas dokter dan petugas laboratorium.
Penduduk takut jika uji swab itu hanyalah salah satu cara mendapatkan data pribadi, biometrik, serta sampel DNA untuk memata-matai mereka. Aktivis dan legislator prodemokrasi menyerukan agar program tersebut diboikot saja. Salah satu yang getol bersuara adalah Joshua Wong. Massa pendukungnya pun ikut menyampaikan penolakan.
’’Saya rasa ini hanya membuang-buang waktu. Pemerintah tidak bisa meyakinkan saya terkait efektivitas program ini,’’ ujar Emily Li, salah seorang warga.
Hongkong sebelumnya memiliki kebebasan yang tidak ada di wilayah Tiongkok lainnya. Namun, baru-baru ini demokrasi di wilayah otonomi khusus tersebut terampas oleh campur tangan besar-besaran pemerintah pusat. Pemerintah Hongkong berusaha menampik semua tudingan dan meyakinkan tidak ada sampel yang akan diberikan ke lab di pusat.
Situasi di Hongkong sama dengan kota-kota besar lainnya di dunia. Ia mengalami penularan gelombang lanjutan. Ada 4.800 kasus sejak pandemi muncul di kota tersebut Januari lalu. Namun, 75 persennya terdeteksi sejak Juli lalu. Gara-gara lonjakan tersebut, pemilu parlemen diundur setahun.
Para pakar kesehatan yang menjadi penasihat pemerintah memaparkan bahwa setidaknya 5 juta penduduk harus dites swab. Itu dilakukan untuk mengungkap penularan yang tak diketahui demi mengakhiri gelombang kedua yang melanda saat ini.
Namun, pendapat para pakar kesehatan terkemuka di Hongkong berbeda. Mereka justru mempertanyakan keberhasilan program uji masal itu. Versi mereka, tes lebih baik dilakukan kepada orang-orang yang rentan dan memiliki risiko penularan tinggi. Tes masal tersebut justru dikhawatirkan malah jadi hot spot baru penularan Covid-19. Aturan darurat yang diberlakukan saat ini melarang lebih dari dua orang berkumpul. Nah di tempat pengambilan sampel swab, bisa ada belasan hingga puluhan orang.
Berbeda dengan Hongkong, kasus Covid-19 di wilayah Tiongkok lainnya justru turun drastis. Sekolah-sekolah mulai dibuka dengan protokol kesehatan yang ketat. Seluruh siswa wajib memakai masker. Hal serupa terjadi di beberapa negara Eropa. Sekolah-sekolah kembali buka setelah libur musim panas. Rusia, Ukraina, Belgia, dan Prancis mengizinkan siswa di atas 11 tahun masuk dengan memakai masker.
Comment